Bab 18. First Kiss?

74 9 0
                                    




Pelangi muncul setelah hujan. Mungkin seperti itulah perasaan Rasi setelah saling mengungkapkan perasaan dengan Bintang. Gelisah masih mengikuti karena dia berpikir bagaimana untuk jujur pada Ryu. Hubungan dengan lelaki itu sulit untuk diteruskan karena Rasi merasakan banyak hal tidak sejalan di antara mereka. Selain itu degupan jantungnya sudah berbeda. Sejak mengenal Bintang lebih dekat, dan bagaimana lelaki itu bersikap dan menanggapinya yang terkadang kekanakan, Rasi tidak bisa menampik perasaan nyaman. Perasaan yang menghangat sekaligus kenyamanan berlomba membuat Rasi tidak bisa menghindar.

Terlepas dari kekhawatirannya pada fans Bintang, Rasi malah mantap melabuhkan hati.

Hari ini Rasi sibuk dengan pesanan cake. Biasanya dalam satu hari dia membatasi hanya menerima lima cake. Namun, khusus hari ini ada delapan cake yang harus diselesaikan. Itu tidak mudah, tetapi Rasi mengerjakan dengan senyum yang tidak lepas dari bibir. Besok dia menutup kitchen TeRa Cake karena ingin menikmati waktu dengan hatinya yang berbunga-bunga.

Saat jam sudah menunjuk angka delapan, Rasi akhirnya bisa keluar dari kitchen. Tubuhnya letih tetapi dia bahagia. Seharian ini Bintang menemani lewat chat dan kiriman voice note berisi petikan gitar.  Sekali lagi Rasi menyadari kalau lelaki itu berbeda dengan Ryu. Bintang tidak membuatnya tertekan dengan dominasi dan keinginan satu arah. Lelaki itu lebih mendengarkan, melakukan sesuatu yang menenangkan ketika Rasi sibuk.

Samar-samar Rasi ingat sikap Ryu ketika dia sibuk dengan pesanan penting. Bukannya menyemangati, Ryu malah menyuntikkan kekhawatiran.

Dicek lagi adonannya, Ras. Jangan sampai kurang manis, kurang gurih atau apa.

Hiasannya mesti dipastikan lagi. Bentuknya harus sempurna.

Pengirimannya aman, kan? Kamu mesti track kurirnya.

Rasi mengerti lelaki itu hanya tidak mau dia gagal dengan pekerjaannya. Namun caranya malah semakin membuat senewen.

Tangan Rasi mendorong pintu kamar, berjalan menuju ranjang yang seperti menggodanya lalu merebahkan tubuh yang sudah luluh lantak. Matanya terpejam tetapi senyum bahagia itu masih betah terukir. Petikan gitar instrumental yang dikirim Bintang masih terngiang. Lagunya Separuh Nafasku, Dewa 19.

Bagaimana jantung Rasi tidak berdebar manis?

Ponselnya berdering. Rasi terpaksa menghentikan lamunan, lalu mengulurkan tangan ke nakas. Layar ponselnya menampilkan notifikasi panggilan video dari Bintang. Bibir Rasi tertarik semakin lebar. Dengan cepat dia meraih jilbab instan di sampingnya lalu menerima panggilan video.

Hal pertama yang diperhatikan Rasi adalah sepasang mata yang menyorot hangat. Senyum tengil Bintang adalah hal kedua yang mencuri tatapannya. Degupan jantung Rasi sedikit berpacu.

"Belum tidur?"

"Mau tidur, tapi kamu nelepon," ucap Rasi dengan nada manja.

"Ya udah aku matiin teleponnya. Met tid-"

"Eh enggak jadi tidur, kok."

Bintang tersenyum geli. Ekspresi imut Rasi menggemaskan, apalagi dengan mata yang terlihat mengantuk.

"Kamu di mana, sih, Bin?" tanya Rasi.

"Di kafe temennya Leon. Di daerah ... Ngijo. Kapan-kapan aku ajak ke sini. Kafenya unik, viewnya sawah," terang Bintang.

"Kamu enggak minum coke, kan?" tanya Rasi sambil memicingkan mata.

Cengiran Bintang menjadi jawaban. "Minum sedikit. Tapi sudah minum air juga. Aman, Sayang."

Ada getaran menyenangkan ketika kata terakhir tertangkap pendengaran. Rasi tidak bisa menahan bibirnya yang refleks bergerak. Melukiskan senyum yang terlihat indah di mata Bintang. Keduanya terdiam, menikmati gestur tanpa kata yang terbaca lewat layar ponsel.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang