Bab 7. Antara Seo Dae Young dan Max Goodwin

33 8 0
                                    

Bismillah,

Dengan wajah ditekuk, Rasi menghempaskan tubuh ke ranjang. Sepanjang perjalanan pulang dia sudah kesal. Kesal pada diri sendiri karena tidak bisa mengendalikan reaksinya ketika melihat Bintang.

"Argh! Sebel!" jerit Rasi sambil menutupkan bantal ke wajahnya. Suara notifikasi ponsel tidak bisa melumerkan kekesalannya. Padahal sudah tahu kalau itu chat dari Ryu. Bahkan Rasi mengabaikan panggilan video dari Ryu.

Kenapa harus manggil dia, sih? Mestinya pura-pura enggak lihat aja, kan. Lagian perempuan itu siapa, sih? Aduh, Rasi apaan, sih! Lupakan! Forget it!

Rasi menelungkup lalu menutup mata. Berusaha melupakan bayang-bayang kejadian tadi siang.

"Ras, tunggu!"

Belum belum Bintang sudah meraih tangan Rasi, mencegahnya berjalan ke dalam supermarket.

"Apaan, sih! Lepas, enggak?" ancam Rasi dengan muka jutek.

Bintang malah terkekeh senang. "Ya enggak dilepas, lah. Kamu mau masuk? Aku temenin ya?"

"Enggak usah! Lagian aku enggak mau ya dituduh pelakor sama cewek kamu!"

Detik itu juga Rasi langsung menyesal. Kalimat plus nada bicaranya seperti orang yang tidak terima. Kalau mau lebih to the point, dia kedengaran cemburu.

Oh, no!

Rasi menyentuh keningnya cepat sambil mengerang dalam hati. Dia tidak berani menatap Bintang, khawatir lelaki itu mengiranya sudah kesengsem. Apa jadinya kalau Bintang tahu apa isi kepalanya? Laki-laki itu bisa semakin over confidence dan gigih mengejar Rasi.

"Enggak bakal ada yang nuduh kamu begitu. Dituduh pencuri iya, pencuri hatinya Bintang," goda Bintang dengan senyum ringan yang membuatnya kelihatan bandel.

Sialnya Rasi malah tidak bisa mengalihkan matanya. Ketika melirik Runi, dia semakin merasa tidak karuan karena gadis lulusan SMK yang bekerja dengannya itu sedang senyum-senyum. Pastilah gadis itu mengira Rasi sudah suka sama Bintang.

"Hai, saya Bintang." Tanpa diduga, Bintang sudah mengulurkan tangan pada Runi.

"Saya Runi, Mas. Asistennya Mbak Rasi," sambut Runi ramah. Tentu saja sambil mengerling Rasi.

"Saya mau nemenin Rasi belanja, enggak apa-apa, kan? Kamu bisa nunggu sama temen saya." Bintang menoleh pada Ivan yang dengan gesit melambai ringan. Wajah Bintang sempat merengut melihat Ellen masih duduk di kursinya.

Entah mendapat dorongan apa, Rasi ikut melirik Ellen dan langsung merasakan jantungnya dicubit. Di dalam hati dia merutuk lagi, mengingatkan dirinya untuk tidak berlebihan. "Tunggu, tunggu, aku enggak bilang mau belanja ditemenin kamu ya," tolak Rasi. "Run, kamu tetep belanja sama aku. Ayo." Rasi mengedikkan kepala, mengajak Runi masuk.

"Mbak," kata Runi dengan raut bingung. "Saya belanja ke bagian susu aja, Mbak Rasi sama Mas Bintang bisa ke bagian yang lain, gimana?"

"Ide bagus," sorak Bintang. "Runi boleh masuk duluan," lanjutnya dengan wajah tengil seperti biasa. Tanpa menunggu disuruh dua kali Runi langsung berjalan pergi. Mengabaikan panggilan Rasi yang terdengar gusar.

"Ayo, Ras," ajak Bintang sambil menarik lembut tangan Rasi. Persis seperti ketika dia mengajak Rasi ke bukit siang itu.

"Mau ke mana, sih? Apa-apaan ini?" Rasi bingung karena Bintang tidak berjalan ke arah pintu masuk supermarket, malah kembali ke kafe. Seperti biasa protes Rasi tidak digubris.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang