Bab 36. Merindu Satu Nama

12 2 2
                                    

Bismillah,

Tiga bulan berlalu dengan lambat. Untuk Teno semuanya terasa kabur apalagi setelah kepergian Bintang. Lelaki itu sempat mengingatkan Teno untuk menjaga Rasi dan tidak membocorkan rahasianya. Mereka beberapa kali sempat berkirim email. Walaupun tidak secara langsung, Teno tahu Bintang ingin mendengar tentang Rasi. Karena itu, dia bercerita sedikit dan menyebut nama gadis itu. Tentang store yang sudah dipilih Rasi sebagai tempat untuk memamerkan cake buatannya. Tentang Ivan yang banyak membantu sosial media dan website TeRa Cake. Sengaja tidak membuka bagian Rasi sering melamun menatap langit, dan mencorat-coret kertas dengan gambar Orion.

Teno termenung dengan secangkir kopi yang dibiarkan tidak tersentuh. Hari ini hujan turun seharian, sehingga pekerjaan renovasi store TeRa Cake sedikit terganggu. Sore ini para pekerja sudah pulang, dia juga sudah mengantar Rasi pulang. Lebih tepatnya memaksa. Tiga bulan ini gadis itu bekerja ekstra keras. Lembur mengerjakan desain cake baru sampai nyaris dini hari, menerima lebih banyak pesanan dalam satu minggu dan bereksperimen dengan resep-resep baru.

Selintas percakapannya dengan Rasi diputar lagi.

"Aku bikin resep cake sehat. Gulanya pake gula jagung, lebih sedikit tepung dan buttercreamnya bakal aku bikin enggak terlalu manis juga." Gadis itu mengangkat sepotong kue dari kotak. "Cobain, nih."

Tentu saja Teno tersentak walaupun samar. Pikirannya langsung tertuju pada Bintang. "Kenapa tiba-tiba pengen bikin cake sehat?"

Gadis itu membuang muka, bibirnya bergerak-gerak seperti ingin mengatakan sesuatu. Jadi dengan sabar Teno menunggu, seperti biasa.

Karena Rasi tidak kunjung bersuara, Teno akhirnya mengalah. Berjalan mendekati Rasi lalu meraih sepotong kue berlumur buttercream berwarna pink pucat itu. "Enak, Ras. Kita bisa nyasar target pasar makanan sehat, nih. Pinter kamu," puji Teno seraya melanjutkan menghabiskan cake.

"Aku ... ingat Bintang."

Sontak Teno tertegun. Tangannya yang memegang cake berhenti di udara. Jantungnya berlarian, perang yang tiga bulan ini setia berlangsung dalam pikirannya kembali mengemuka. Perang antara memberitahu Rasi tentang Bintang, atau berusaha membuat gadis itu mencintainya.

Tadinya Teno sempat mengira Rasi sudah mulai bisa melupakan Bintang, karena dalam tiga bulan ini nama Bintang tidak lagi disebut. Gadis yang dicintainya masih memasang wajah muram dan menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Sinyal yang menyadarkan Teno kalau Rasi masih sangat terluka. Namun, tidak terbetik kalau ternyata gadis itu masih belum melepas cintanya pada Bintang.

"Waktu ... dia kecelakaan, aku bawa puding. Aku ingat, Mas Aksa sempat nanya bahan-bahan puding itu sebelum aku kasih ke Bintang. Mungkin karena Bintang masih dirawat, jadi enggak boleh makan sembarangan, kan." Gadis itu sekarang duduk di sebuah kursi berkaki panjang, membelakangi Teno yang masih berdiri. "Sebenernya sudah dapat ide, sih, buat bikin menu cake sehat. Jadi orang-orang yang enggak bisa banyak makan gula juga bisa makan TeRa Cake." Rasi melanjutkan, dengan dua tangan menopang dagu. Gadis itu menerawang, matanya menatap jauh ke luar kaca lebar yang membatasi store dengan jalanan di luar.

Hati Teno diliputi berbagai perasaan yang tidak dapat dinamainya. Awalnya dia sudah berencana untuk menyatakan cinta, walaupun yakin Rasi tidak akan menerima. Paling tidak dia sudah mengakui. Teno sudah menimbang berbagai resiko yang akan diterimanya, salah satunya interaksi mereka akan canggung. Dia siap menerima dan sudah memikirkan solusi. Namun, tercetusnya nama Bintang dari bibir gadis yang dicintainya membuat Teno harus mundur. Dia siap ditolak Rasi, tetapi ditolak dan mengetahui hati gadis itu masih dikuasai satu nama tentu beda cerita.

"Itu ide bagus, Ras. Kita selesaikan store dulu, lalu ngenalin menu cake sehat pas trial opening. Gimana?" tanya Teno dengan nada bicara tenang.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang