Bab 12. Memandang Orion

28 5 0
                                    

Bismillah,

Cokelat yang tadinya panas, sudah hangat karena Rasi tanpa sadar membiarkan minuman itu tidak tersentuh. Sekarang tangannya malah mengaduk gelas dengan pandangan kosong, sedangkan tangan kirinya menopang dagu. Gadis berambut lurus sebahu itu tidak mengerti perasaan yang sekarang melingkupinya.

Sedih bercampur bingung plus sedikit senang.

Aku kenapa, sih? Dulu pengen Ryu, enggak mau Bintang. Sekarang kan sudah kejadian. Miranda bener, aku ini enggak jelas. Aku aja enggak tahu aku maunya apa.

Seraya mengembuskan napas, Rasi menjatuhkan tatapan pada gelas berisi cokelat. Tadi dia berharap kegundahannya agak reda setelah minum cokelat hangat. Nyatanya kegundahan itu tidak berkurang sedikit pun. Raut wajah Bintang dengan senyum lebar dan mata menyipit terus-terusan muncul di ingatan. Rasi juga bertanya-tanya kenapa rasanya mata Bintang menyorot sedih.

Kejadian tadi sore membayang lagi.

Penampilan Leon dan gengnya dibuka dengan lagu Lewis Capaldi, Before You Go. Rasi sempat terbawa suasana, bukan hanya karena suara Leon yang enak didengar tetapi juga karena tatapan Bintang padanya.

Mungkin hanya perasaanya, tetapi menurut Rasi mata lelaki itu terus-terusan tertuju padanya. Khususnya pada saat lirik 'so before you go, was there something I could've said to make your heart beat better' dilantukan Leon. Rasi sampai gugup dan menghindari tatapan Bintang. Merutuk dalam hati kalau dia hanya geer saja.

Ketika dia sudah yakin kalau hanya kegeeran, senyum tipis Bintang yang misterius dan sendu terpampang lagi. Jangan ditanya bagaimana ributnya jantung Rasi saat itu. Dia sampai bergerak gelisah di kursinya, menyeruput teh beraroma sereh yang sudah dingin lalu menyentuh keningnya.

Kenapa lagu ini terasa seperti perpisahan? Apakah Bintang akan menjauh setelah tahu dia Bersama Ryu? Kenapa rasanya Rasi tidak rela?

Rasi semakin galau, berharap bisa secepatnya bicara dan pergi sehingga tidak perlu terjebak dalam situasi awkward ini. Begitu lagu itu selesai, Rasi langsung berjalan cepat ke toilet, mencuci muka dan menenangkan debaran aneh di dadanya. Lima menit kemudian barulah dia keluar. Bintang sudah menunggu, tersenyum menyambutnya. Perasaan Rasi semakin tidak karuan.

"Aku anterin pulang, ya, Ras."

"Enggak usah, Bin, aku naik taksi online saja. Lagian kamu kan masih mau perform," tolak Rasi. Dia sudah siap berdiri, lalu meraih tas spunbond berisi bahan kue.

"Enggak apa-apa, mereka bisa main dulu tanpa aku. Justru aku enggak tenang kalo kamu pulang sendiri." Bintang bersikeras. Lelaki berkaus hitam dan celana jeans belel berwarna senada itu berdiri, dan celingukan. "Aku pinjam mobilnya Leon dulu, ya. Tunggu di sini," katanya lembut tetapi tegas.

Melihat punggung Bintang yang berjalan menjauh, Rasi malah tenggelam dalam lamunan. Hatinya gelisah sekaligus ingin bersorak. Dia sudah menyakiti lelaki itu, tetapi perhatian Bintang tidak berkurang. Dia tidak menampik kalau hatinya berbunga-bunga dengan sikap Bintang, tetapi tidak lupa bahwa sekarang statusnya adalah pacar Ryu.

Rasi merasa jahat.

"Ras, mau pulang sekarang?" Bintang tiba-tiba sudah muncul di hadapan Rasi. Lelaki itu mengernyitkan kening melihat ekspresi sendu gadis yang dicintainya. "Kamu enggak apa-apa?"

Mestinya aku yang nanya gitu, Bin.

Rasi mengeluh dalam hati.

"Maaf, Bin. Eh, Mas Bintang," ralat Rasi. Sebenarnya malu, tetapi akhir-akhir ini dia merasa tidak sopan memanggil Bintang tanpa embel-embel 'mas'. Itu sejak dia tahu lelaki itu 7 tahun lebih tua.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang