Bab 30. Maaf ....

22 4 2
                                    

Bismillah,

Malam itu sunyi. Langit yang gelap berhias titik-titik bintang, tetapi tidak ada Orion. Angin yang menyapa dedaunan pohon palem berbisik lirih, menemani Bintang yang masih termangu. Lelaki itu memeluk gitar dengan satu tangan, menatap kosong pada langit yang membalasnya dengan bisu. Dalam senyap, kepala Bintang malah riuh dengan keresahan. Sebentar lagi dia akan menjalankan rencananya.

Rencana untuk membahagiakan Rasi walaupun dengan cara melukai gadis yang merajai hatinya. Membuat gadis yang dicintai membencinya memang cara yang tidak biasa untuk membuktikan cinta. Namun, Bintang mengambil pilihan itu karena tidak ingin menyeret Rasi dalam hidupnya yang kacau.

Lelaki itu sekarang menghembuskan napas berat, menunduk lalu mengusap wajahnya. Dia ingin menyanyikan satu lagu untuk Rasi, lalu merekamnya. Anggaplah itu hadiah untuk gadis yang menguasai hatinya. Sial, belum ada lagu yang sepertinya cocok.

Bintang meletakkan gitar di atas ranjang, lalu beralih ke laptop yang sekarang menyala terang. Dia mengingat-ingat lagu favorit Rasi. Gadis itu sangat menyukai lagu-lagu tahun 90-an khususnya Dewa 19 dan Padi. Dengan letih Bintang membuka You Tube. Matanya berkaca-kaca karena memorinya merangkai kebersamaan dengan Rasi.

Jari Bintang yang tadinya hendak mengetikkan kata kunci di kolom pencarian mendadak berhenti. Di berandanya muncul rekomendasi musik original soundtrack. Judul Queen of Tears tertangkap matanya. Sontak dia teringat percakapan Astrid yang ditangkapnya samar-samar. Kakak Iparnya itu pernah menyebut-nyebut judul drama Korea yang mungkin baru ditontonnya.

Tidak sengaja sampai di telinga Bintang saat itu, kakak iparnya menyebut namanya juga. Bintang memaksa dirinya mengingat sepotong percakapan itu.

"Si tokohnya sakit, aku jadi ingat Bintang, Mas."

Penggalan itu melintas, dan Bintang menggesah karena merasa ulu hatinya ditonjok walaupun tidak keras. Setelah itu dia tidak bisa menahan diri, mencari ringkasan drama Korea yang disebut Astrid. Begitu membaca bagian awal ringkasan, Bintang tidak sanggup meneruskan. Membayangkan dirinya berada pada posisi si tokoh wanita membuat hatinya perih. Dia tidak ingin Rasi ikut merasakan kepedihan itu. Tidak ingin membebani Rasi dengan semua hal yang seharusnya tidak perlu ada kalau gadis itu jauh darinya.

Untuk mengenyahkan resah, Bintang cepat-cepat mengetikkan kata Dewa 19 di kolom pencarian. Dia tidak ingin berkubang dengan kesedihannya sendiri. Jika tidak segera menetralkan perasaan, Rasi lah yang akan menanggung konsekuensi. Jarinya menggulir judul lagu hasil pencarian, Bintang akhirnya berhenti di satu judul.

Separuh Nafasku.

Rasi seperti separuh nafas baginya. Gadis yang akan menjadi separuh dirinya jika saja penyakit sialan itu tidak menggerogotinya secara fisik dan mental. Dengan tangan yang seolah kehilangan energi, Bintang memainkan lagu itu di laptop, lalu dia meraih gitar dan mulai mengikuti alunan nada.

Setelah beberapa kali berlatih, Bintang meraih ponselnya. Menyalakan voice recorder lalu beberapa kali mengembuskan napas berat. Dia menunduk, berusaha keras meminggirkan sakit yang merayap di hatinya. Lelaki itu mulai memetik gitar, lalu menyanyikan lirik Separuh Nafasku sepenuh hati. Sementara ingatannya memutar kebersamaan dengan Rasi.

Momen ketika mereka berdua snorkeling dan Bintang melamar bermain lambat di benak. Ekspresi malu-malu gadis itu dan jarinya yang mengulur ke arah Bintang. Dia pun teringat cengkraman erat Rasi di lengannya ketika mereka naik perahu ke Teluk Hijau, Bintang tersenyum sedih. Lalu masa ketika dia tiba-tiba pingsan dan terbangun di klinik ikut mendesak dalam ingatan. Raut sedih dan khawatir Rasi masih terlukis jelas membuat Bintang semakin memantapkan diri untuk membuat gadis itu bahagia.

Di ujung lagu, seketika sosok Teno terbentuk di pikiran Bintang. Postur dan wajah lelaki itu seolah-olah mengejeknya. Mengingatkan Bintang betapa saat ini dia hanya sosok ringkih yang digerogoti diabetes. Suara Bintang bergetar, menahan kesedihan dalam di hatinya. Ketika lagu itu berakhir, Bintang mengusap wajah. Mengucek matanya yang sedikit berair lalu meletakkan gitar begitu saja. Tiba-tiba saja dia lelah. Lelah dengan semua hal yang ditanggungnya.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang