Bab 10. Aduh, Jadian!

29 6 0
                                    

Bismillah,

Sejak pagi Rasi sudah sibuk di dapur produksi TeRa Cake. Hari ini ada tiga pesanan cake. Satu kue ulang tahun bertema BoBoiBoy sudah diambil satu jam yang lalu. Dua cake yang sekarang sedang dikerjakan akan diambil sore nanti. Yang membuat Rasi merasa dejavu, dua cake pesanan itu untuk lamaran. Satu lamaran resmi dengan peningset dan segala macam, satunya lagi untuk mengungkapkan kalimat klise 'Will You Marry Me?'.

Rasi jadi merasa sedikit tertekan karena dua cake itu mengingatkannya pada Ryu dan Bintang.

Bintang dulu enggak bawa cake beginian waktu ngelamar. Ryu juga enggak. Astaga Rasi! Kamu kenapa, sih?

Rasi memukul pelan keningnya, lalu lanjut membuat hiasan. Sementara Runi yang berdiri di sampingnya tersenyum-senyum melihat tingkah bosnya. Sebenarnya ada satu pegawai lagi di TeRa Cake, tetapi berhubung ini hari Minggu Yana -si pegawai itu- sedang mendapat jatah libur.

"Mbak lagi mikirin apa?" tanya Runi yang masih memerhatikan bosnya.

"Enggak ada. Lagi mikir gimana biar hiasan ini bisa dipasang dengan aman," terang Rasi dengan ekspresi senormal mungkin.

"Bukan lagi bayangin Mas Bintang ngasi cake kaya gitu?" Runi mengikik.

"Kamu kali yang ngarep Jefry bawa cake beginian. Ngaku," tuduh Rasi dengan nada iseng.

"Jefry bukan tipe yang suka bawain cake, Mbak. Dia mana paham sama dunia per-kue-an. Tahunya lemper sama kue talam." Runi dan Rasi mengakak berbarengan. "Tapi ya, Mbak, Mas Bintang kayanya sayang banget sama Mbak," lanjut Runi setelah memastikan adonan yang dibuatnya rapi sebelum masuk oven.

"Hmm sok tahu. Emang kelihatan dari mananya?" kelit Rasi. Padahal jantungnya sudah mulai gedebugan begitu nama Bintang disebut. Bayangan lelaki itu ketika sedang mengiringi Leon malam itu mengisi benak Rasi. Dia ingat sempat menatap Bintang ketika Ryu berbisik dan menyatakan cinta. Rasi memang tidak bisa memastikan apa Bintang mendengar kalimat yang diucapkan Ryu, tetapi rasanya dia melihat wajah lelaki itu menegang. Sinar matanya meredup sebentar sebelum kemudian menunduk.

"Mbak, Mbak, gitu aja masak enggak tahu. Di depan Mas Bintang ada cewek yang cantiknya canggih begitu, tapi dia malah dengan santai ngusir cewek itu. Itu buat apa lagi kalo bukan buat Mbak Rasi tercinta." Runi menjelaskan berapi-api. Sekarang gadis itu sedang menimbang tepung.

"Itu kan karena ada aku, Run. Mungkin kalo aku enggak di situ dia malah happy-happy sama itu cewek," elak Rasi.

"Gini ya, Mbak, Mas Bintang itu memang kelihatan banget kalo bandel. Tapi tatapan matanya ke Mbak enggak bisa bohong. Kalo tebakan saya nih ya, dia mungkin dulu bandel dan playboy, tapi sudah tobat." Lagi-lagi Runi membela Bintang, padahal di hadapannya berbagai bahan untuk membuat cake berjejer meminta konsentrasi.

"Sejak kapan kamu bisa ngartiin tatapan mata orang, Run? Sudah, sudah, itu adonan cepet dijadiin ya adik kecil." Rasi tertawa untuk menutupi kegugupan. Ucapan Runi tentang Bintang memang sukses menaikkan debaran di jantungnya. Namun, beberapa hari ini dia banyak berpikir. Berpikir tentang Ryu dan zona aman untuk hatinya. Sebagai perempuan yang belum pernah berpacaran, dia ingin menjaga keselamatan hatinya. Menurutnya memilih untuk bersama Bintang sama sekali bukan keputusan bagus. Lelaki itu memiliki banyak penggemar. Rasi tahu setelah beberapa kali menonton Bintang ketika sedang perform bersama Leon dan teman-teman se-gengnya. Dia tidak bisa lupa berapa banyak perempuan cantik yang mendekat atau sekadar melempar kerlingan menggoda pada Bintang.

Enggak, enggak bisa. Aku enggak bisa menjalin hubungan sama orang kaya gitu. Bisa-bisa jantungku enggak aman.

"Mbak, walaupun Mas Bintang banyak yang suka kalau dia bisa jaga hati dan jaga Mbak Rasi apa salahnya, ya, kan?" Runi tiba-tiba menyahut, memecahkan sepi yang tadi sempat melingkupi dapur.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang