Bab 19. Tantangan Diterima!

95 10 0
                                    

Bismillah,

"Ngapain di sini, sih, Bin?" Ivan menghempaskan tubuh ke bangku. Tepat di samping Bintang. Sedangkan lelaki berjaket jeans yang diajak bicara tampak tak peduli. "Bin!" panggil Ivan sambil menggeplak bahu sahabatnya.

"Hm?" Bintang yang tadinya asyik memerhatikan rumah besar di sudut jalan, kini menoleh. "Apa, Van?"

"Ck, mestinya aku yang nanya. Kamu ngapain di sini?"

Terkekeh, lalu meraih cangkir berisi kopi dan menyesap. Bintang mengembalikan pandang ke rumah besar bertingkat dua itu. Beberapa pekerja berseliweran dan sekarang sebuah mobil pick up berhenti. Seorang lelaki jangkung berkulit cerah keluar dan berbicara dengan si supir.

"Binatang! Kamu liat apaan, sih?" Ivan kembali memanggil sahabatnya, setengah kesal karena tidak digubris. "Aku ke sini karena urusan serius. Kita dapat klien, nanti malem diajak ketemuan di kafe Jepang di jalan Kawi."

"Oh, iya." Bintang menjawab sekenanya dengan mata masih melekat pada si lelaki jangkung. Setelah itu pandangannya menjelajah ke balik pagar, seperti mencari-cari. Sudah seminggu ini dia menguntit Ryu. Tidak sabar memberitahu lelaki itu untuk menjauhi Rasinya. Sangat sadar kalau pertemuan dengan Ryu nantinya bisa berubah menjadi perang, Bintang malah semakin merasa terpacu. Dia siap saling hajar, apa pun akan dilakukan untuk memiliki Rasi. Kemungkinan terburuk, lelaki rivalnya tidak mau melepas Rasi. Bintang belum tahu solusinya jika itu terjadi.

"Kamu nyari siapa, sih, Bin? Udahlah kalo kamu sibuk, aku cabut!" ancam Ivan sambil siap berdiri.

"Eh, tunggu, tunggu. Ini urusan serius, Van. Urusan hati." Bintang sigap menarik lengan lelaki berkacamata itu, sehingga Ivan terpaksa duduk. "Aku harus ketemu Ryu, Van."

"Siapa lagi, sih, itu?" Ivan menggaruk kepala.

"Pacarnya Rasi," terang Bintang dengan nada datar.

"Hah?! Sialan kamu, Bin. Mau merebut pacar orang? Udahlah cari cewek lain, Rasi sudah ada yang punya. Jangan ganggu hubungan orang, kualat tahu!" Ivan sampai melepas kacamatanya dan menatap tajam pada Bintang.

"Bukan aku yang merebut Rasi, dia yang perebut pacar orang, Van. Sebelum dia datang, aku sudah pegang ijin legal untuk deketin Rasi," ujar Bintang.

"Iya, tapi Rasi, kan, nolak kamu. Udahlah jangan ngeyel jadi orang! Toh, fans kamu banyak," balas Ivan.

"Rasi beda. Dia istimewa, karena itu harus dikejar. Bentar, Van. Itu si Ryu!" Bintang berdiri dengan cepat walaupun dia merasa tubuhnya letih. Itu tidak ada apa-apanya dengan resiko kehilangan Rasi. Gadis itu sudah memproklamasikan perasaan cinta, dia tidak mau membuang waktu. Sekarang atau tidak sama sekali!

Kaki Bintang melangkah lebar. Tujuannya adalah lelaki berwajah seperti aktor Korea yang sekarang berbicara dengan si Jangkung. Di balik langkahnya yang tegap, jantung Bintang berdebar sangat keras. Seperti genderang perang yang ditabuh kuat. Campuran antara semangat, cinta dan kecamuk perasaan membuat dia melupakan letih yang menyergap. Tubuhnya lemas, tetapi sosok Rasi dan senyumnya yang mengembang tergambar di benak Bintang. Seketika energinya meluap-luap.

"Bisa bicara?" Bintang berdiri beberapa langkah dari Ryu.

Lelaki itu berhenti bercakap-cakap, lalu menoleh dan menyeringai. "Mau apa kamu?"

"Bicara. Aku, kan sudah bilang," sambut Bintang. Senyum tengilnya terbit, tetapi tangannya mengepal kuat.

"Tentang?" Ryu mengertakkan rahang.

"Rasi."

Senyum sinis Ryu terbit. "Aku enggak mau bicara."

"Oke. Kalo gitu dengerin aja. Rasi cinta sama aku." Bintang mengangkat dagunya. Setitik kemenangan mewarnai hatinya.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang