Bab 9. Efek Ditembak Kakak Tingkat

31 5 0
                                    

Bismillah,

Tepat tengah malam, dan Bintang baru saja sampai di rumah. Bangunan dua lantai itu sudah sepi, tetapi Mama masih membukakan pintu dan menyambutnya. Bahkan bertanya apa Bintang sudah makan. Setengah linglung, Bintang menggeleng dan berkata kalau dia tidak lapar.

Sebelum membiarkan Bintang naik ke kamarnya di lantai dua, Mama berbisik, "Tadi enggak minum-minum, kan?" Tangan wanita itu mengacak lembut rambutnya.

Bintang menggeleng, menyunggingkan senyum manis lalu mencium ringan pipi Mamanya. Samar-samar ingatan 6 bulan lalu melintas. Hanya pada bagian ketika dia berjanji pada Mama untuk berhenti minum. Setelah itu Bintang berjalan menuju lantai dua, seraya menghindari tatapan menelisik Mama. Dia tahu, Febri pasti peka dan melihat kalau raut wajahnya disaput mendung. Namun, wanita itu tidak bertanya, malah menyuruh Bintang cepat istirahat.

Begitu memasuki kamar, Bintang langsung melepas jaket lalu melemparnya sembarangan. Berikutnya dia menghempaskan tubuh ke kasur. Melipat dua tangan di belakang kepala, Bintang lalu mengembuskan napas. Pemandangan Ryu ketika menyatakan cinta menari-nari di pelupuk matanya.

Dia sudah mengira itu akan terjadi, tetapi tidak secepat ini. Sebenarnya Bintang sedang merancang rencana untuk persoalan Ryu ini. Bukankah dia sudah berjanji akan menjadi Orion, Sang Pemburu. Untuknya Rasi berbeda dengan perempuan-perempuan yang selama ini mendekatinya. Dia memang bandel dan tengil. Tidak menampik kalau kencan dengan perempuan-perempuan adalah hiburannya. Minum dan nongkrong bareng karena undangan mereka sering diterima Bintang. Namun semua sudah selesai enam bulan yang lalu. Enam bulan lalu yang menjadi titik balik seorang Bintang.

Dia memang pemberontak, tidak mau diatur Ayahnya. Dua keinginan Perdana yang diikutinya adalah kuliah S2 dan menjadi dosen PNS. Dulu Ayah berjanji kalau Bintang sudah memenuhi dua hal itu, dia bebas menjadi apa saja yang diinginkan. Dan, sekaranglah momennya. Dia bebas meraih mimpinya asal tetap menjadi dosen. Dia juga merasa menemukan momentumnya ketika bertemu lagi dengan Rasi.

Gadis yang membuatnya ingin menjadi lebih baik.

Sialnya, malam ini keinginannya rontok gara-gara Ryu melakukan hal konyol. Menyatakan cinta pada gadis yang menguasai hatinya.

"Brengsek!" Bintang berdiri setelah meninju kasurnya. Dia berjalan ke balkon, lalu menyulut rokok. Refleks dia menengadah, menemukan kerlipan bintang menghampar di langit gelap.

"Orion," bisiknya lalu menghisap rokok. "Mestinya aku jadi Orion. Rasi itu spesial, mestinya aku sudah tahu bakal ada yang ngejar dia." Bintang menunduk, membiarkan rokoknya terbakar begitu saja.

Ponsel di kantong celananya tiba-tiba berdering. Walaupun malas, Bintang tetap menarik benda itu dan mengecek siapa yang meneleponnya tengah malam. Nama Ivan terpampang di layar. Bintang menarik napas sebelum menekan ikon untuk menerima panggilan.

"Apaan, Van!"

"Ngegas banget. Habis kenapa, Bin?" sahut Ivan.

"Bukan urusan kamu!" balasnya ketus.

"Ya udah, nih aku kasi yang jadi urusan kita. Website yang aku bilang itu, inget? Orangnya mau ketemu Senin besok. Kamu bisa jam berapa?" Berbeda dengan Bintang, Ivan yang selalu sopan dalam segala suasana menyahut dengan nada biasa. Sudah hafal dengan karakter Bintang, dia tahu bagaimana cara menghadapi si pemberontak tengil itu.

"Belum bisa mikir, Van," jawab Bintang setelah sempat diam beberapa detik. "Lagi sumpek."

Dari ujung sana, embusan napas Ivan terdengar. "Masalah Rasi?"

Jawaban Bintang hanya dengusan, dalam hati mengumpat bagaimana Ivan bisa menebak dengan tepat. Dari jaman kuliah dulu hanya Ivan yang bisa menerka emosi yang disimpan Bintang. Termasuk ekspresi setelah perang dingin yang sering terjadi dengan Ayahnya. Walaupun Bintang sudah berusaha keras menyembunyikan, tetap saja Ivan dengan lihai menebak. Lelaki kalem dan sopan itu biasanya tidak banyak bicara, hanya satu atau dua baris kalimat. Seringnya Bintang malah merasa lebih baik setelah itu.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang