Bab 35. Waktu yang Tepat?

25 7 3
                                    

Bismillah,

"Tapi ... sekarang aku harus percaya." Gadis itu menatap Bintang dengan muram. Ada yang retak di dalam sana. Wajah Bintang ikut meredup. Dia menahan tangannya yang hendak mengulur, menahan Rasi supaya tidak pergi. Menahan lidahnya yang hampir saja tidak terkendali mengatakan kalau dia mencintai gadis itu.

Lalu, suara musik memasuki pendengaran. Dia melihat ke sisi kiri, menemukan Lita yang tersenyum sembari mengedipkan satu mata. Gadis berambut burgundy itu menempel padanya, menyentuh dan merangkulnya mesra. Tatapan Bintang kembali pada Rasi, gadis itu masih tegak. Menatap dengan sorot mata terluka. Seperti ingin menamparnya dengan tanya.

Bintang tidak sanggup lagi! Dia melempar gitar, berlari menuruni panggung menuju ke arah Rasi. Sialnya, gadis itu sudah bergerak ke pintu. Tangan Bintang rasanya kebas, tetapi dengan susah payah dia mengangkat dan mengulur berharap dapat menjangkau Rasi.

Teriakan memanggil nama gadis itu sia-sia, karena Rasi terus berjalan, tidak menoleh. Tepat di ambang pintu, sosok lelaki tegap sudah menunggu. Rasi menghambur ke dalam pelukannya dan meninggalkan Bintang dalam merana.

"Rasi!"

Seketika Bintang terjaga, meraba keningnya yang berkeringat lalu bangkit dari tidur. Dia mengusap wajah, merasakan tubuhnya gemetaran. Itu hanya mimpi! Bahkan mimpi kehilangan Rasi saja menyebabkan tubuhnya bereaksi hebat begini. Bagaimana kalau kelak dia harus melihat Rasi bersanding dengan Teno di dunia nyata. Bayangan Rasi dalam gaun putih dengan Teno di sampingnya membuat perut Bintang bergolak hebat. Dia bangkit lalu berlari ke kamar mandi. Memuntahkan kegelisahan yang merangkulnya erat.

Kehilangan ini adalah bencana untuknya. Namun, dia berjanji akan bertahan demi tidak menjadi bencana dalam hidup Rasi.

Setelah puas berjibaku dengan resah, Bintang kembali ke tempat tidur. Tidak sengaja matanya menangkap langit gulita di luar sana. Kakinya bergerak di luar kendali, mendekati jendela lalu membuka daunnya. Menarik tirai putih yang tadinya melapisi kaca, hingga tidak ada lagi penghalang. Sekarang Bintang berhadapan langsung dengan langit yang ternyata tidak segelap yang tadi tertangkap mata. Ada titik-titik kecil mengerlip, lalu di sisi kanannya tiga bintang berbaris berjauhan.

Ada yang menghangat di hatinya. Sudah lama Orion tidak terlihat karena mendung sering datang menutup langit. Malam ini tiba-tiba rasi bintang itu menampakkan diri walaupun samar. Bintang menatap tidak percaya, sampai tidak menyadari kalau untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu ini dia tersenyum walau teramat tipis.

"Orion," gumamnya. "Sang Pemburu." Jari Bintang terangkat, menunjuk tiga titik yang sejajar di angkasa. Rasi bintang itu membawanya kembali pada memori tentang Rasi. Dia ingat pernah meminta Rasi melihat ke langit, mencari Orion jika gadis itu sedih. Dia pun ingat sempat terpuruk ketika tahu Rasi bersama Ryu, lalu Orion mengingatkannya kalau dia pemburu.

Bintang menghela napas berat. Kenangan itu indah, tetapi membuatnya merasa menjadi pengecut. Dia mengingkari janji yang diucapnya pada Rasi. Dengan letih, Bintang kembali ke ranjang. Menghempaskan tubuhnya yang penat dan memejamkan mata. Rasi muncul dalam benaknya yang kusut, menyungging senyum malu seperti kebiasaannya. Seketika Bintang merasakan rindu mencengkram. Begitu berat sehingga dia tidak sanggup mengenyahkan perih yang mengiris hatinya.

Ketika akhirnya tertidur, mimpi kembali datang menyambutnya. Mimpi tentang kebersamaannya dengan Rasi. Tentang snorkeling romantis di Bangsring, dan kilauan cincin di jari gadis itu. Cengkraman lembut gadis itu ketika mereka naik perahu ke Teluk Hijau dan raut khawatir yang menyambut Bintang setelah sadar dari pingsan. Di akhir mimpi, Bintang memeluk Rasi dan membawanya berlari, pergi dari semua duka yang akan memisahkan mereka.

Saat terjaga di pagi hari, Bintang merasa seolah mimpi itu nyata. Dia bangkit, bersiap dan tersenyum tipis mengingat bunga tidurnya semalam. Berharap rangkaian angan semalam menjadi nyata, langkahnya ketika berderap menuruni tangga lebih berenergi.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang