Bab 26. Enggak Ada Namaku di Antara Namamu dan Namanya

34 8 0
                                    

Bismillah

"Pernah ke Panderman?"

Rasi menggeleng, matanya tidak lepas dari siluet hitam di kejauhan. Sementara langit menyajikan kegelapan dengan titik-titik kecil yang berkelip lemah. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Bianglala sedang berhenti, sinar warna-warninya membias menembus malam.

"Sebenernya aku enggak suka kegiatan yang menantang," gumam Rasi dengan mata menatap ke arah Bianglala.

Bintang menoleh, menatap gadis yang berdiri seraya bersedekap di sampingnya. "Tapi kemarin kamu kayanya suka snorkeling."

"Itu karena ada kamu." Rasi tersenyum tipis. "Aku suka jalan-jalan di taman, jogging sama Miranda dan Teno, tapi olahraga kaya hiking gitu aku ... kayanya enggak, deh, Bint." Rasi memamerkan cengiran konyol.

Mendengar nama Teno disebut, hati Bintang serasa dicubit. Sosok lelaki itu berkelebat di kepalanya. Posturnya yang tegap, sikapnya yang tenang dan matanya yang bersinar redup ketika malam itu mendengar kabar tentang rencana pernikahan Rasi dan Bintang.

"Teno apa kabar?" sambung Bintang dengan nada setenang mungkin.

Bahu Rasi terangkat lalu berkata ringan, "Aku enggak tahu, sih. Terakhir dia datang, ngecek oven di TeRa Cake."

Kepala Bintang mengangguk-angguk kecil. Dia ingin bertanya lebih lanjut tentang Teno, tetapi khawatir hatinya semakin gelisah. Jadi lelaki itu diam sambil menatap Bianglala yang kembali bergerak.

"Aku pengen banget TeRa Cake jadi usaha cake terkenal. Aku dan Teno memang memulai usaha itu enggak dari nol banget, Bint. Teno dan keluarganya punya banyak usaha, dan dia menanamkan banyak modal buat TeRa Cake, khususnya di peralatan baking. Modalku untuk eksperimen dan bahan-bahan kue. Aku juga mencurahkan banyak waktu dan energi di TeRa Cake. Dari awal TeRa Cake berdiri, customernya kebanyakan dari customer kateringnya Mama. Kamu tahu, Bint? Sebelum TeRa Cake jadi, aku ikut kursus baking kemana-mana. Dari yang bayarnya murah sampai yang mahal. Pernah kursus sampai ke Bali segala." Rasi terkekeh, pandangannya menerawang. "Yang nganterin biasanya Teno, sih. Kadang aku juga pergi sendiri. Jadi ya bisa dibilang usaha itu mimpi kami."

Tenggorokan Bintang rasanya tercekat, ludahnya pahit demi mendengar kisah yang diceritakan Rasi. Teno memang banyak berperan dalam mewujudkan mimpi gadis yang dicintainya. Dan, Bintang sangsi apakah TeRa Cake memang impian Teno juga. Ada suara yang bergaung jauh di sudut hatinya. Teno mati-matian membangun TeRa Cake untuk Rasi.

Karena lelaki itu jatuh cinta begitu dalam pada Rasi.

Hanya begitu saja hati Bintang rasanya sakit. Bayangan kebersamaan Teno dan Rasi mengisi kepalanya. Kekhawatiran perlahan merambat, menekan dadanya, membuat sesak.

"Jadi rencana kamu buat TeRa Cake apa?" tanya Bintang mencairkan gagu di dalam hati.

"Kalo dalam waktu dekat pengen punya store, sih. Teno juga setuju, dia juga sudah ngasi aku beberapa lokasi yang potensial."

"Ada yang cocok?" Bintang sekarang memutar tubuh, menghadap Rasi.

"Ada, tapi harganya mahal banget, Bint."

"Aku ... mau ngasi modal juga." Bintang menatap lurus ke arah Rasi, senyum tipisnya mengembang. "Buat ngontrak store, kalo boleh."

Jawaban Rasi adalah mata yang membulat dan bersinar penuh semangat. Bibirnya merekah membentuk senyum yang menyiratkan kelegaan. "Beneran?"

Bintang mengangguk yakin. "Aku pengen impian kamu jadi kenyataan." Di dalam hatinya ada kalimat lain yang mengikuti.

Dan aku enggak mau cuma Teno yang membantu kamu mewujudkan mimpi itu, Ras. Aku mau jadi bagian dari semua langkah kamu.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang