Bab 34. Rahasia Terkuak!

13 7 0
                                    

Bismillah,

"Ten, kamu nunggu Mama selesai enggak apa-apa, kan?"

Lelaki berkemeja biru gelap itu menggeleng dengan senyum sabar. Tangannya terulur, mengelus lembut lengan Mamanya. "Ya enggak apa-apa, dong, Ma. Aku enggak ke mana-mana, kok, hari ini."

"Bukannya tadi malam kamu bilang mau ngecek renovasi villanya Pak Sugiharta?" Perempuan berhijab warna cokelat itu memiringkan kepala. "Biasanya kamu juga mampir ke Rasi, kan? Emang hari ini enggak janjian sama Rasi." Anita tersenyum penuh arti.

Teno akhirnya tertawa. "Mama kok jadi kepo gini, sih?" elaknya.

"Kamu enggak cerita juga Mama sudah tahu. Naksir berat, kan sama Rasi? Kenapa enggak cepet dilamar aja, sih? Nanti keburu diambil orang, loh." Anita memasang wajah geli.

Mendengar itu Teno terdiam. Kenyataannya Rasi memang sudah milik Bintang. Terlepas dari pengkhianatan lelaki itu, hati Rasi masih milik Bintang. Bagaimana Teno bisa menyelinap, jika semua bagian hati gadis itu penuh dengan satu nama.

Bintang Syailendra.

Ingatan Teno memutar peristiwa minggu lalu. Ketika mereka bertemu Lita dan Bintang di Alila Anturium. Pertanyaan tentang kenapa Bintang masih memakai cincin tunangannya belum juga terjawab. Temuan kecil itu membuat Teno semakin ragu kalau Bintang memang bermaksud mengkhianati Rasi. Sayangnya, dia belum punya waktu untuk mengkonfrontasi Bintang tentang itu. Teno yakin, lelaki itu menyimpan rahasia.

"Begitu nyebut nama Rasi langsung ngelamun." Suara tawa lirih Anita menyadarkan Teno. "Enggak apa-apa Mama ditinggal aja, nanti habis ketemu Rasi baru jemput Mama."

"Aku tunggu Mama aja. Nanti sore baru bisa ke TeRa Cake," ucap Teno menghindari topik tentang Rasi, dengan sengaja menyebut TeRa Cake.

Suara perawat memanggil nama Anita menyela percakapan ibu dan anak itu. Teno mengantar Mamanya sampai di pintu ruang periksa. Hari ini jadwal kontrol Anita, perempuan itu rutin memeriksakan diri karena penyakit hipertensi yang dideritanya.

Setelah yakin Mamanya masuk, Teno kembali ke area tunggu. Dia menghempaskan tubuh jangkungnya ke kursi di dekat pilar. Dari tempat itu, pandangannya langsung ke arah area pendaftaran. Teno bersiap mengeluarkan ponsel dari kantong celana, ketika sosok seseorang yang sangat dikenalnya mendatangi meja pendaftaran.

Kemeja kotak-kotak hitam dan abu muda, celana jeans belel dan tas punggung yang dikenakannya sangat dikenal Teno. Tidak salah lagi, itu Bintang. Teno sampai menahan napas, dan pertanyaan tentang misteri keanehan Bintang kembali menyerbu pemikirannya.

Tanpa diperintah kaki Teno melangkah, menghampiri lelaki yang sedang berbicara dengan petugas pendaftaran itu. Setiap kakinya mengayun, setiap itu pula jantungnya menghentak begitu ramai. Misteri yang menyesaki kepalanya mendesak kuat, meminta jawaban.

"Bin."

Lelaki itu menoleh, dan sorot matanya yang terkejut tertangkap Teno dengan jelas. Bintang tidak mengatakan apa-apa, hanya langsung memutar tubuh kembali pada petugas di hadapannya. Di dalam sana jantungnya berdebar resah. Tidak menyangka akan bertemu Teno di sini.

"Siapa yang sakit?" tanya Teno hati-hati.

Bintang sudah menyelesaikan urusan dengan si petugas pendaftaran, berbalik menghadap Teno dan memasang raut datar. "Enggak ada. Aku bantu Aksa ngambilkan berkas temannya."

"Nama temannya Aksa ... Bintang Syailendra?"

Secepat kilat Bintang menyembunyikan amplop yang dipegangnya. Tatapannya pada Teno menyorotkan permusuhan. "Enggak usah ikut campur!"

"Rahasia apa yang kamu sembunyikan? Sampai harus mengorbankan hati dan hidup Rasi!" Teno menekan suaranya supaya tidak memancing perhatian.

"Enggak ada rahasia! Kalo pun ada, itu bukan urusan kamu!" Bintang bersiap pergi.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang