DVM-12

304 6 0
                                    

Siang-siang bolong begini enaknya membeli es krim agar otak terasa dingin. Namun, dihari terik seperti ini Zya terlalu malas untuk keluar. Ia lebih memilih untuk tidur di salah satu kelas kosong daripada harus ke kantin.

"Zy, ntar malem si Sera ngadain pesta ulang tahun. Lo berdua di undang, mau ikut nggak?" Selyn yang saat ini sibuk memolesi bibirnya dengan lipstik, baru mengingat jika sepupunya hari ini berulang tahun. Kebetulan teman-temannya mengenal akrab sepupunya, tentu mereka sangat diharapkan untuk datang.

Zya langsung menegakkan kepalanya dari atas meja. Mendengar pesta ulang tahun membuatnya jadi bersemangat. Sudah lama ia tidak ke pesta.

"Lo ikut, Bel?" tanya Zya memperhatikan Bella yang sibuk dengan ponselnya.

"Ya jelas dong. Udah lama nggak makan gratis." Bella tersenyum jahil. Dirinya adalah maniak makanan jika sudah berada di dalam pesta. Pernah satu tahun lalu gadis itu membawa kantong plastik dari rumah untuk membungkus makanannya. Untung yang ulang tahun Selyn, bukan orang lain. Dia benar-benar memalukan jika dibawa ke pesta.

"Si anying." Zya menatapnya julid. Ia curiga gadis itu akan membawa kantong plastik besar kali ini.

"Gue pengen ikut, tapi gue belum bisa pastiin." Barusan Zya merasa senang mendengar kata pesta. Namun, mengingat jika dirinya kini tinggal bersama Rey membuat hatinya was-was.

Selyn yang paham itu, memakluminya.

"Gue tunggu jawaban lo sampe ntar sore. Kalau jadi, nanti gue jemput."

"Sip, gue coba minta izin dulu."

"Sekalian, lo mau ikut ke mall nggak hari ini?" tanya Bella. Sebelum pergi ke pesta, mereka harus membeli kado dulu untuk yang berulang tahun, sekalian cuci mata melihat-lihat barang baru.

"Sorry, guys. Gue nggak bisa ikutan dulu. Masih ada beberapa barang yang harus gue beresin di rumah." Walaupun sebenarnya Zya ingin ikut, ia tetap harus merelakan acara senang-senang itu demi rumah baru. Belum ada seminggu ia tinggal disana dan barang-barang yang Zya bawa masih banyak tersimpan di dalam koper.

"Oke deh, semangat ibu negara!"



ღ﹌﹌﹌ღ



Preety Girl's

Selyn: Zya, lo jadi ikutan nggak?

Me: Gue belum izin nih

Bella: Lah? Kenapa?

Me: Gue takut, kalau nggak diizinin gimana?

Selyn: Coba dulu, Zy. Siapa tahu diizinin

Bella: Bisa yuk, Zy. Fighting!

Me: Tunggu ya, 5 menit lagi gue kabarin

Selyn: Oke!

Zya melempar ponselnya ke atas kasur, bukannya pergi menemui Rey di kamarnya, dia malah sibuk mondar-mandir sambil gigit jari. Entah kenapa Zya gugup sekaligus tidak berani untuk meminta izin pada Rey. Jika sekarang ia tinggal di rumah orang tuanya, mungkin Zya akan langsung diizinkan. Namun, bagaimana dengan Rey? Membayangkannya saja Zya sudah merinding.

"Ntar kalau gue nggak diizinin gimana ya?" Zya bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Sejak tadi dia lelah berpikir, kata-kata apa yang harus ia ucapkan pada Rey nanti.

"Gue nggak berani ngomong lagi." Zya berdecak, gelisahnya semakin menjadi-jadi. Ia sudah membayangkan lebih dulu penolakan dari Rey, dan itu sangat membuatnya sedih.

"Apa gue pergi diam-diam aja kali ya," pikir Zya.

Sudah lima menit berlalu, ponsel Zya berdering. Ia langsung mengambil ponselnya yang berisi pesan dari group perkumpulannya.

Preety Girl's

Selyn: Gimana, Zy?

Me: Oke, gas!

Bella: Nah gitu dong

Selyn: Gue jemput nanti jam 9

Zya tak berpikir panjang menjawabnya, apapun resikonya akan Zya hadapi. Intinya dia harus pergi ke pesta hari ini.

Sekitar pukul 8 malam, ia mulai bersiap-siap. Mencari pakaian yang sekiranya layak untuk dibawa ke pesta. Sedikit berdandan agar dirinya kelihatan cantik.

"Hufft... lo pasti bisa, Zy. Pak Rey pasti udah tidur." Zya menghela nafas dalam-dalam, meyakinkan dirinya untuk benar-benar pergi secara mengendap-endap.

Terakhir dia mencari sepatu berhak tinggi, kemudian berjalan pelan-pelan dari lantai atas menuju pintu utama. Sayangnya pintu sudah dikunci, lampu bawah sudah dimatikan, menyulitkan Zya untuk mencari kunci walaupun kunci itu masih melekat di pintu.

"Ekhm!" Suara deheman seseorang membuat Zya mematung ditempat, bersamaan dengan itu lampu utama menyala terang.

"Mau kemana, cantik?" Rey tiba-tiba berdiri di samping pintu sembari bersedekap dada dan tubuhnya menyandar pada dinding.

"Astaghfirullah!" Zya langsung terlonjak kaget. Jantungnya serasa mau melompat dari dalam sana.

"Bapak kayak om-om pedofil aja disitu." Zya memegangi dadanya masih berdetak begitu kencang. Dia benar-benar terkejut melihat kehadiran Rey seperti orang yang sedang menyandra anak gadis orang dan ia berusaha untuk kabur.

"Ngomongnya..." Rey menatap penuh peringatan pada Zya.

"Iya, maaf, Pak. Lagian Bapak ngagetin aja." Zya menutup mulutnya menggunakan satu tangan.

"Kemana kamu selarut ini? Pakaiannya begitu lagi." Rey memperhatikan Zya dari atas sampai bawah, bisa dibilang pakaian Zya terlalu seksi untuk dibawa ke pesta, warnanya merah mencolok dan bahunya terbuka.

"Sa-saya... mau pergi ke acara ulang tahun temen." Zya berkata jujur. Namun, menghindari tatapan Rey.

"Nggak ada izin suami dulu, gitu?" sewot Rey. Tentu sekarang ini ia berhak menentukan hidup Zya. Ia juga bertanggung jawab untuk menjaganya. Tidak mungkin Rey akan membiarkan Zya pergi selarut ini.

"Ehm... saya izin ya, Pak. Nggak lama kok, boleh ya." Zya malah tersenyum kikuk.

"Nggak saya izinin. Masuk sana." Dengan wajah datar tanpa ekspresi Rey menjawab.

Wajah Zya berkedut. "Tapi Pak, temen saya udah nungguin lho."

"Kamu nggak liat udah jam segini? Kalau ada apa-apa siapa yang akan nolongin?" tutur Rey dengan wajah serius. Bahkan Zya tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana itu.

"Satu lagi, kamu udah berani mengendap-endap tanpa izin, jadi tidak ada waktu untuk kamu keluar malam kapan pun itu."

Setelah memberi Zya peringatan kecil, Rey segera pergi dari pintu utama menuju kamarnya dengan santai.

"Pak..." Rey malah mengangkat sebelah tangannya ke udara, ucapan Zya jadi terpotong.

Tak lama kemudian, Rey sudah hilang dari pandangannya. Zya lantas menghentakkan kaki di depan pintu.

"Ishh, nyebelin banget sih!"

Bersamaan dengan kekesalan Zya, ponselnya berdering. Gadis itu menemukan sebuah panggilan masuk dari sahabatnya, Selyn.

"Zya, lo dimana sih? Lama banget perasaan." Selyn langsung menanyakan intinya setelah Zya mengangkat.

"Gue sama Bella udah di depan rumah."

"Batal! Gue nggak jadi ikut." Suara Zya terlihat sangat kesal.

"Lho, kenapa? Bukannya udah aman?" tanya lagi Selyn. Padahal dia sendiri yang bilang bisa pergi ke pesta malam ini.

"Nggak dapet izin."

"Lah, si anjir."

"Udah deh, gue udah nggak mood." Zya langsung mematikan panggilan secara sepihak. Gadis itu benar-benar kecewa. Apa yang dibayangkannya terjadi sudah. Apalagi yang bisa Zya perbuat sekarang. Jika ia nekat kabur hari ini juga, takutnya Rey akan lebih menyeramkan dari hari ini. Sudahlah, Zya harus merelakan pesta sepupu Selyn yang katanya akan digelar mewah itu.













✧༺♥༻✧

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang