Zya bersyukur, keadaan rumah tangganya kembali seperti biasanya. Bahkan jauh lebih baik daripada sebelumnya. Saat ini mereka sudah kembali ke rumah. Rey membiarkan rumah milik orang tuanya dalam keadaan kosong tanpa niat menjualnya. Banyak kenangan yang tertinggal disana. Suatu saat Rey akan memberikan rumah itu untuk anak-anaknya kelak.
"Sayang..." Zya memanggil dengan suara serak bahkan terdengar manja.
Jam menunjukkan pukul 7 pagi, keadaan Zya sejak kembali dari rumah mertuanya terlihat tidak baik-baik saja. Badannya panas, hidungnya mampet, matanya sembab kelamaan menangis. Rey sigap merawat istrinya yang sejak tadi hanya berbaring di kasur. Melihat wanitanya lemah tak berdaya membuat Rey tidak tega melihatnya. Zya yang cerewet, bawel mendadak jadi kalem.
Rey saat ini sibuk mengompres dahi Zya dengan air panas. Hal ini dia lakukan agar demam Zya segera mereda.
"Kamu butuh sesuatu?" tanya Rey sebisa mungkin untuk merawat Zya dengan baik. Sebenarnya Rey sendiri juga masih kelihatan lemas semenjak kepergian ibunya. Namun, untuk kali ini Rey tidak ingin sesuatu terjadi lagi pada seseorang yang dia cintai.
"Kamu berangkat jam berapa?" tanya Zya sembari menggengam sebelah tangan Rey.
"Agak siangan."
"Pulangnya lama nggak?"
"Hari ini sekitar 6 sore baru nyampe." Zya kelihatan mencebikkan bibirnya atas jawaban Rey. "Atau aku nggak usah pergi aja kali ya?" pikir Rey, mengingat istrinya lagi sakit di rumah.
Namun, Zya malah menggeleng kuat. "Nggak boleh gitu, kamu harus tetep kerja. Kasian nanti yang kuliah. Kasian juga nanti sama aku yang nggak dapet nafkah."
Rey tertawa kecil mendengar penuturan sang istri. Meski dirinya sakit, kebiasaan ceplas-ceplos Zya itu tidak akan hilang.
"Kamu istirahat ya. Hari ini mau makan apa?" tawar pria itu setelah selesai mengompres dahi Zya. Namun, gadis itu malah menggeleng lagi membuat Rey menghela nafas panjang.
"Zy, kamu belum makan dari kemarin. Makan sedikit aja, ya."
Zya berpikir sejenak. "Mau seblak."
"Kapan-kapan ya, nanti kamu sakit perut lagi." Rey hampir frustrasi, sudah mau makan tapi mintanya yang aneh-aneh.
Tak menerima apa yang dia inginkan, Zya mempoutkan bibirnya cemberut.
"Nanti aku beliin deh habis dari kampus, tapi makan nasi dulu."
"Dikit aja, ya," kata Zya yang tidak ingin memakan nasi.
"Yaudah."
Setelah itu Rey bangkit dari kasur, bergegas mengambil nasi di dapur dengan lauk ayam goreng lalu kembali lagi ke kamar menyuapi Zya dengan telaten.
Hanya masuk lima sendok, Rey berhenti menyuapi wanita itu. Segera Rey bergegas mengganti pakaian untuk siap-siap ke kampus. Karena jadwalnya hari ini cukup padat, Rey terpaksa harus meninggalkan Zya sendirian di rumah.
"Kalau ada apa-apa, telfon aku."
"Iya, pak dosen."
ღ﹌﹌﹌ღ
Sekitar jam 1 siang, Zya terlelap dengan nyenyak di kamarnya. Panasnya belum juga turun-turun padahal sudah dua kali minum obat. Beberapa lembar tisu berserakan di mana-mana, Zya sengaja mengelap ingusnya menggunakan tisu lalu dia buang begitu saja tanpa berniat beranjak. Begitulah, kebiasaan joroknya itu belum juga hilang.
Drrt...drrtt!
Suara deringan ponsel berhasil mengganggu Zya tidur siang. Wanita itu berdecak malas, ada saja sesuatu yang berhasil mengganggu tidurnya. Dan dipastikan orang itu adalah Rey karena laki-laki itu sudah 4 kali menelfon istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
ФэнтезиMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...