Sekitar pukul enam sore, Nita sudah mengemasi barang-barangnya dari kediaman anak dan menantunya. Ia hendak pulang sore ini karena kesibukan yang ia miliki di rumah. Awalnya Rey hendak mengantar, tapi mamanya sendiri menolak tidak mau diantarkan. Rey hanya bisa pasrah dan memesankan taksi untuk sang mama agar aman sampai di rumah.
"Zy, Mama pulang dulu ya. Kalau Rey berani macem-macem cubit aja perutnya," ucap Nita yang sudah berdiri di depan teras ditemani Zya dan Rey.
"Mama tega banget." Rey tampak cemberut mendengarnya. Sedangkan Zya malah tersenyum puas.
"Tenang, Ma. Rey nggak bakal macem-macem selama Zya ada di dunia ini." Zya melirik suaminya dengan tatapan menjengkelkan.
"Rey, jagain Zya. Jangan sampai kamu bikin Zya kecewa. Kalau sampai itu terjadi, Mama akan sangat marah sama kamu."
"Iya, Ma. Tanpa dikasih tahu Rey juga bakal jagain Zya, karena itu kewajiban aku." Tanpa izin Rey merangkul bahu Zya agar mendekat padanya. Gadis itu tampak terkejut atas perlakuan suaminya. Bisa-bisanya Rey mencari kesempatan.
"Kalau begini Mama bisa tenang. Baik-baik ya kalian, Mama pulang dulu. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Kedua pasangan itu saling melambaikan tangan pada sang mama sampai taksi yang membawanya menghilang dari pandangan mereka.
Setelah keadaan mulai aman, raut wajah Zya menjadi datar. Ia segera melepaskan dirinya dari rangkulan Rey dan menatapnya tajam.
Rey memperhatikan tingkah laku aneh Zya dengan kening berkerut. "Kenapa kamu ngeliatin saya kayak gitu?"
"Bapak gini-gini, pinter bohong juga." Kedua mata Zya menyipit menatap Rey seakan mengintimidasinya.
"Maksud kamu?"
Diam-diam Zya mendengus kesal. Yang begini saja Rey tidak bisa peka. Seharusnya dia menjelaskan kejadian tadi pagi agar jiwa kepo Zya tidak membesar. Katanya keadaan mendesak, tapi Zya malah melihat Rey dan Vero berangkat bersama tadi saat di kampus. Iya, Zya sempat lihat saat dia melewati kampus tadi.
Sebenarnya kejadian tadi pagi bukanlah masalah besar. Bahkan Rey sendiri kapok karena Vero berani berbohong. Hanya karena mobil wanita itu mogok dia meminta Rey untuk datang menjemputnya segera. Awalnya Rey sungguh kesal dengan sikap kekanak-kanakannya itu, namun ia tidak dapat berbuat banyak selain berangkat bersama dengan Vero ke kampus.
"Udahlah, nggak perlu diungkit." Zya melangkah menjauh dari Rey. Sekiranya ini tidak perlu dibahas jika tidak mau masalah baru akan datang.
"Kamu ngambek ya?" tanya Rey kembali merangkul bahu Zya. Namun, istrinya itu segera menjauh darinya.
"Nggak!"
"Ya, saya tahu saya salah. Tadi kamu cuma salah paham."
"Salah paham apanya?"
Akhirnya dengan sabar Rey menceritakan hal yang sebenernya terjadi. Meski sudah jelas, tetap saja Zya merasa tidak terima.
"Zy..."
"Yaaa?" Panggilan Rey sontak membuat Zya berbalik.
"Nanti malam saya ada acara. Temen kolega bisnis saya ulang tahun, kamu mau ikut?" ajak Rey.
Zya mengangkat sebelah alisnya. "Katanya kalau malem-malem saya nggak boleh keluar," sindirnya.
Rey menghela nafas. "Beda cerita, Zya. Kamu perginya sama saya."
"Mau ngapain saya disana?" Zya mau menolak. Sebab, ia tidak kenal siapapun di pesta itu. Zya yakin dia akan banyak diam daripada menikmati pesta.
"Temenin saya, sekalian bawa gandengan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
FantasyMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...