DVM-24

259 8 0
                                    

"Pak, disini kalau malem-malem sepi ya," ucap Zya seraya melihat sekelilingnya.

Saat ini kedua pasutri itu berada di luar penginapan. Zya yang bawel itu meminta ingin jalan-jalan keluar malam. Awalnya Rey tidak mengizinkan Zya keluar sendirian, karena hari ini sudah terlalu gelap, apalagi ini di desa orang. Kalau dia hilang, Rey juga yang repot. Akhirnya mau tidak mau, Rey harus menemani istrinya itu keluar sebentar meskipun hari ini dia agak lelah. Namun, yang namanya suami sayang istri apapun bakal Rey turutin.

"Namanya juga di desa," Rey menyahut apa adanya.

Keadaan desa yang sepi dan gelap gulita membuat Zya bergidik ngeri membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak terjadi. Keputusan yang tepat untuk berpergian bersama Rey, jika Zya sendirian mungkin dia sudah kepalang takut. Mau seberani apapun Zya, dia tetap takut pada kegelapan dan kesepian.

"Tapi bahaya juga tau, kalau nanti ada apa-apa gimana? Kalau ada maling? Ada begal? Ada pedofil, ada hantu, Ada--"

"Bawel."

Saat itu juga Zya diam mematung, ketika Rey berhasil mencuri ciuman pertamanya. Tanpa beban, tanpa pikir panjang Rey mencium sekilas bibir ranum milik Zya, tidak peduli jika sang pemilik akan memarahinya.

"Bapak ih, nyebelin banget! Itu first kiss saya!" seru Zya kesal. Rey berhasil membuat sekujur tubuhnya merinding, dan kedua pipinya memanas. Untung hari sudah malam, wajah tersipu Zya tidak akan terlihat jelas dimata Rey.

"Ya bagus, berarti saya yang pertama." Dengan entengnya Rey menjawab. Sedangkan Zya mencebikkan bibirnya saking kesalnya.

"Eh, Pak Reyden?" Tiba-tiba seorang pria paruh baya datang dari arah bersebrangan. Tidak sengaja berpapasan dengan kedua pasutri itu.

"Pak Ahmad?" Rey bisa tahu jika yang ada dihadapannya adalah pak Ahmad, kepala desa disini.

"Mau kemana ini malem-malem? Nggak kedinginan?" tanya pak Ahmad basa-basi.

"Jalan-jalan sebentar cari udara segar, Pak. Istri saya rewel kalau dikamar terus," jawab Rey tersenyum ramah.

"Oalah, jadi ini istrinya toh?" Pak Ahmad melirik Zya sejenak. Beliau baru tahu jika mahasiswi ini adalah istri seorang dosen. Maklum lah, wajah Zya ini memang kelihatannya kayak anak kecil alias baby face, wajar orang-orang tidak akan menyangka.

"Saya Zya, Pak." Dengan sopan Zya menyalimi punggung tangan pak Ahmad. Pak ahmad tersenyum seraya menyambut salaman Zya dengan ramah.

"Bapak sendiri mau kemana?" tanya Rey.

"Saya mau ke balai desa untuk rapat." Rey dan Zya lantas mengangguk-angguk mengerti.

"Kalau begitu saya duluan, ya. Kalau mau cuci mata, silahkan jalan-jalan ke taman sari, jalannya ke sebelah kiri. Disana biasanya rame yang jualan."

"Terimakasih banyak, Pak." Rey menunduk kecil untuk menghargai informasi dari pak Ahmad.

"Permisi..."

Setelah kepergian pak Ahmad, Zya segera menggenggam lengan Rey dengan erat. "Pak, kesana ayok. Kebetulan saya laper tau."

Rey sejenak melihat jam dipergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Sebenarnya Rey sudah mengantuk, sedangkan besok harus bangun pagi-pagi.

"Besok aja gimana? Udah malem lho ini."

"Sebentar doang, nggak lama kok. Janji."

Melihat wajah melas sang istri, lagi-lagi membuat Rey tidak bisa menolak. "Iya."

Zya tersenyum girang. Meski dirinya sering ceroboh, sisi lainnya kadang-kadang juga hoki. Punya suami selalu nurutin kemauan dia, nggak membuat Zya pengen jauh dari Rey. Bawaannya jadi baper sendiri.

Setelah sampai di lokasi yang disebutkan pak Ahmad, Zya langsung kalap mata melihat orang-orang berjualan berbagai macam makanan, aksesoris dan mainan. Bahkan taman disana cukup ramai oleh kalangan anak-anak muda yang lagi main sama temen-temennya maupun lagi pacaran.

Zya memilih membeli jajanan angkringan dan dua buah jus untuk mereka nikmati malam ini. Kemudian mencari sebuah bangku kosong untuk beristirahat.

"Disini tempatnya lebih bagus dari kota nggak sih? Ngeliat orang-orang disini pada damai banget." Sembari menikmati makanan, Zya melihat-lihat pemandangan sekitar. Banyak anak-anak sedang bermain sepatu roda yang disewakan, main lari-larian, bahkan orang yang lagi kasmaran nggak luput dari pandangan Zya.

"Kamu suka tinggal disini?" tanya Rey.

"Suka sih, tapi saya nggak siap buat hidup susah."

"Ngomongnya sesekali harus di rem. Kalau ada yang denger gimana?" Rey kalang kabut, punya istri mulutnya nggak bisa dijaga memang.

"Tapi ini fakta, Pak. Desa ini kan cukup sulit juga soal perekonomian, listrik dan sebagainya." Memang benar dengan apa yang Zya katakan. Mayoritas orang-orang di desa ini bekerja sebagai petani, berdagang, beternak, dan menjadi tukang bangunan. Kalau Zya tinggal disini dengan hidup serba pas-pasan mungkin dia tidak akan sanggup.

"Ssstt, pelanin suaranya," peringat Rey. Dia yang nggak enak sama warga disini kalau sampai denger omongan istrinya.

"Iya, Maaf."

"Cie, Bapak lagi ngedate ya?" Kedua pasangan itu langsung menoleh ketika seseorang sengaja menggoda keduanya.

"Lah, kok mereka juga ada disini?" ucap Zya, terkejut melihat 3 orang teman sefakultasnya tiba-tiba lewat dihadapan mereka tanpa permisi sedikit pun. Kalau begini, Zya jadi malu digodain mahasiswa.

"Ini kan tempat umum, ya wajar," balas Rey tidak terlalu memusingkan hal itu.

Zya berdecak malas. "Balik aja yuk, Pak. Saya udah bosen disini."

"Yaudah, ayo." Sebuah keputusan yang tepat. Ini sudah ditunggu-tunggu Rey sejak tadi. Dia pengen cepat-cepat balik penginapan untuk istirahat.

"Bentar!" Tiba-tiba Zya menghentikan langkah Reyden.

"Apalagi."

"Beliin saya itu dulu." Rey menoleh kearah yang ditunjuk Zya. Dia baru saja melihat gelang-gelang lucu di salah satu stan penjual. Membuat Zya langsung kalap mata.

"Astaga."

ღ﹌﹌﹌ღ

"Pak..."

"Hmm?"

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Setelah sepuluh menit Zya mencoba memejamkan mata, namun ia tidak berhasil untuk tidur. Sedangkan Rey masih dalam keadaan setengah sadar.

"Saya nggak bisa tidur," bisiknya pelan.

"Kok saya sering banget ya susah tidur. Apa udah mulai insomnia ya?" pikirnya.

"Kamu aja yang banyak gaya," balas Rey dengan suara gumaman.

"Dih! Beneran ini, saya nggak bisa tidur! Mana dingin banget lagi." Zya tidak akan menyangka jika dimalam hari disini cukup dingin. Padahal siang tadi udaranya cukup panas.

Rey terdengar menghela nafas. Udah malam begini, istrinya itu tetap bawel. Namun, sebisa mungkin Rey mencoba sabar menghadapinya.

Tanpa meminta persetujuan istrinya, Rey segera mendekap tubuh Zya ke dalam pelukannya. Hingga membuat wanita itu kaku ditempat.

"Tidur."

"P-pak..."

"Sstt!"

Oke, baiklah. Kali ini Zya diam. Dia nggak mampu untuk berkata-kata lagi. Jantungnya sudah tidak aman, rasanya mau melompat keluar.

"Jantung, diem lu diem. Gawat kalau kedengaran pak Rey."











✧༺♥༻✧

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang