DVM-18

284 5 0
                                    

"Pagi, Ma." Zya menyapa dengan ramah sang mama mertua yang sudah berkutat di dapur. Sedangkan dirinya baru bangun, belum mandi maupun cuci muka. Rencananya setelah mencuci muka ia akan memasak sarapan. Namun, keduluan sang mama yang memasak sarapan.

"Pagi, sayang." Nita menoleh sejenak dengan senyuman terpatri di bibirnya. Kemudian menyibukkan diri lagi dengan masakannya.

"Mama udah sibuk aja di dapur." Zya berdiri di samping Nita, memperhatikan sang mama mertua dan menu yang sedang dibuatnya.

"Kebiasaan banget ini. Lagian daripada nggak ada kerjaan mending Mama masak."

"Ada yang bisa Zya bantuin?"

"Kamu tolong lihatin ikan itu aja, ya. Takut gosong."

"Oke, Ma."

Zya dengan senang hati membantu Nita di dapur, ia bertugas membolak-balikan ikan agar tidak hangus. Sesekali ia menjauh karena minyak panas meletup dan menyambar kearahnya. Hal itu tak luput dari pandangan Nita membuat wanita itu terkekeh.

Sebenarnya Zya paling takut kalau sudah disuruh masak ikan atau ayam. Takut minyak panas yang muncrat melukai lengannya. Dulu, pernah sekali memasak ayam goreng, lalu minyak panas menyambar lengan tangan kanannya. Zya memekik karena perih bahkan sampai merengek pada mamanya. Setelah kejadian itu Zya jadi tidak mau lagi berurusan dengan memasak ayam maupun ikan.

Namun, kali ini berurusan lagi dengan ikan goreng. Jika bukan karena Nita, dia tidak akan repot-repot menyentuhnya.

"Zy, kira-kira kamu udah tahu makanan kesukaan Rey?" tanya Nita mencari topik.

"Eee... kebetulan dia nggak ngasih tahu apa-apa, Ma. Jadi, apa yang Zya masak dia selalu makan," jawab Zya jujur. Memang benar, Rey tidak pernah meminta Zya untuk memasak apapun yang dia inginkan. Rey selalu terima masakan dari Zya. Zya sendiri juga tidak ada niatan untuk bertanya.

"Sebenarnya Rey nggak terlalu milih anaknya, kecuali tempe. Tapi  Rey suka banget makan daging. Mama sampe takut dia kolesterol."

"Semenjak disini Zya nggak ada masak daging sih, Ma. Apalagi Tempe, takut dibuang lagi sama Rey."

"Hah? Dibuang?" Nita tiba-tiba menoleh, ekspresinya tampak terkejut. Ia jadi menghentikan aktivitas menggiling cabainya.

"Emang Mama nggak tahu, ya? Tempe yang sering jadi bekal makan siang Pak--Mas Rey nggak pernah dimakan sama dia, kalau nggak dibuang, pasti dikasih ke Zya."

Dengan polosnya Zya memberitahu sang mama soal kelakuan anaknya itu. Padahal, tanpa Zya tahu, hal itu seharusnya menjadi rahasia Rey sendiri.

"Astaga. Anak itu. Mama nggak pernah tahu lho."

"Pagi, Ma, pagi... sayang." Tak lama kemudian Rey datang menghampiri kedua wanita beda generasi tersebut. Ia masih terlihat canggung saat memanggil sayang pada istrinya. Ini pertama kalinya Rey menyapa dengan romantis agar pura-pura terlihat harmonis di depan mamanya semakin nyata.

"Pagi." Zya tersenyum kikuk.

"Rey!"

Rey sempat terkejut, suara lantang sang mama dengan mata melototnya membuatnya bergidik ngeri.

"Kenapa, Ma?"

"Jadi selama ini kamu bohong ya sama Mama?" Nita berkacak pinggang.

"B-bohong? Bohong soal apa?"

"Jadi, tempe yang selama ini Mama kasih, kamu buang?" Kedua bola mata Rey melotot sempurna, dari mana mamanyamamanya itu harus tahu? Ia lirik Zya yang sejak tadi geming, gadis itu membuang muka seolah tidak tahu menahu soal itu.

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang