"ZYA!"
Zya segera berbalik badan. Menemukan Alvian dari arah sebrang baru saja memanggilnya. Dia yang hendak ke kantin sebelum pulang harus mengurungkan niat.
"Kenapa, Vian?"
"Sibuk nggak hari ini? Gue mau minta tolong," ungkapnya.
"Nggak sih, tolong apa?"
"Kita ngobrol di cafe sana mau nggak?" ajak Alvian agak ragu. Takutnya kena tolak lagi sama Zya.
"Boleh deh." Kali ini Zya menyetujui ajakan Alvian. Kebetulan perutnya memang sudah sangat lapar, dan dia butuh teman untuk pergi makan. Selyn dan Bella sedang ada urusan dengan dosen pembimbing mereka, mau tidak mau Zya harus sendirian.
Mendengar jawaban Zya, membuat Alvian tersenyum puas. "Ayo deh, nanti gue traktir."
"Bener ya!" Siapa yang tidak senang jika ditraktir? Bahkan Zya tidak akan menolak.
"Aman."
Kedua manusia lantas berjalan menuju cafe yang ada di seberang fakultas mereka. Sesampainya disana keduanya memutuskan untuk memesan terlebih dahulu.
"Jadi, lo mau minta tolong soal apa?" tanya Zya setelah mereka baru saja selesai memesan.
"Jadi gini, fakultas gue bakal ngadain pameran. Dan gue butuh seseorang dari fakultas lain buat bantu jurusan gue jadi model iklan. Dan gue milih lo karena gue rasa lo cukup menarik," jelas Alvian seraya terkekeh kecil.
"Gue? Perasaan gue orangnya biasa-biasa aja deh," heran Zya.
"Ya, itu pendapat lo sendiri. Pendapat orang lain kan beda."
"Acaranya kapan?"
"Selesai acara tour." Zya mengangguk-angguk mengerti.
"Gue nggak yakin. Gue pikir dulu ya."
"Yaudah boleh deh. Tapi gue harap lo bisa bantuin gue dan temen-temen gue. Lumayan, lo juga bakal dapet komisinya nanti."
Ketika keduanya asyik berbincang, sebuah notif pesan baru saja masuk ke hp Zya. Buru-buru dia melihat isi pesan yang baru saja dikirim Rey.
Pak Rey
Katanya mau langsung pulang
Kok berduaan sama cowok lain?Mampus!
Apakah Zya baru saja diintai suaminya sendiri. Wanita itu celingak-celinguk kearah sekitar, siapa tahu menemukan siluet Rey di luar cafe maupun di dalam cafe.
"Kenapa, Zy?" Alvian yang sadar akan keanehan temannya itu mengerutkan kening bingung. Namun, sayangnya ia tak dapat jawaban dari Zya.
Semenit kemudian, pandangan Zya berhenti tepat di depan jendela cafe. Dia menemukan Rey berdiri di luar seraya memperhatikannya dengan intens. Sial! Ini akan jadi masalah baru untuknya.
"Vian, lain kali aja deh lo traktir. Gue pulang dulu."
"Tapi makanannya gimana?"
"Lo habisin aja. Gue dapet musibah lagi nih."
"Gue cabut ya, Bye!"
Meski agak kecewa, Zya terpaksa harus meninggalkan makanan gratisnya demi sang suami yang lagi mantau di luar cafe.
Dengan perasaan tidak enak, Zya menghampiri Rey sedang bersedekap dada melihat dirinya.
"Eh, Bapak. Kok Bapak bisa ada disini?" Zya pura-pura tersenyum manis meski rasanya canggung.
Rey diam sejenak, lantas menarik nafas dalam-dalam. "Udah shalat Dzuhur?"
"Hehe, belum." Zya cengengesan.
"Kita ke mushala dulu, baru pulang." Zya hanya mengangguk patuh.
"Titip." Rey memberikan ponsel, jam tangan, dompet dan kunci mobilnya pada Zya. Sedangkan cewek itu hanya menerimanya saja tanpa berucap apapun. Setelah memberikan semua barang miliknya, Rey berjalan duluan menuju mushola. Sedangkan Zya diam kebingungan karena sikap pria itu.
"Bapak ini kalau cemburu mukanya serem juga."
ღ﹌﹌﹌ღ
Sekitar pukul 2 siang, keduanya sampai di rumah. Tidak lupa membeli makanan dan camilan untuk di rumah. Kebetulan Zya hari ini tidak masak, mengingat besok pagi mereka sudah harus berangkat tour. Daripada makanannya basi, lebih baik mereka beli saja diluar.
"Pak, Bapak marah ya?" Sejak dalam perjalanan pulang, Zya selalu dicuekin suaminya. Bahkan pria itu nggak minat buat ngomong sama sekali. Zya yang tidak suka keadaan itu, apalagi dia dicuekin tentu merasa tidak nyaman.
"Memangnya saya kelihatan marah?" tanya Rey balik.
"Jelas. Bapak bikin saya takut," cicit Zya merasa bersalah.
Rey menghela nafas dalam, melihat wajah Zya tidak mampu membuatnya marah sedikit pun. Wanita itu terlalu berharga untuk dirinya.
"Sini." Rey menggeser sedikit duduknya, agar Zya bisa duduk di sampingnya.
Tak banyak protes, Zya mematuhi ucapan Rey dan duduk disamping laki-laki itu.
"Saya nggak suka kamu deket-deket cowok lain," ungkap Rey dengan tegas.
"Saya nggak ada apa-apa kok sama Vian. Dia cuma minta bantuan," jelas Zya yang ingin meluruskan kesalah pahaman ini.
"Apapun itu, saya tetep nggak suka kalau kalian cuma berdua. Saya nggak suka lihatnya."
"Nggak lagi-lagi deh, janji kali ini doang."
"Bener? Kalau keulang lagi gimana?"
"Minta maaf lagi," jawab Zya begitu polosnya. Hal itu berhasil membuat Rey gemas sama tingkah laku istrinya.
"Enteng banget kamu kalau jawab." Rey mengacak-acak rambut Zya, malah hatinya yang berantakan.
"Bapak nggak perlu cemburu, lagian sekarang saya cuma milik pak Rey," ucap Zya tersenyum manis.
"Wajar kalau saya cemburu, saya suami kamu. Kalau tiba-tiba kamu berpaling gimana?"
"Enggak akan pak suami!" Rey diam-diam harus menahan diri untuk tidak tersenyum. Kenapa istrinya ini selalu pandai membuatnya luluh? Jika begini terus, Rey pengen ngurung Zya seharian di dalam kamar.
Perut Zya mulai keroncongan. Sejak tadi pagi dia belum makan apa-apa. Hanya sarapan dengan roti dan susu. Itu saja tidak membuat tenaganya terisi penuh.
"Gara-gara Bapak nih, saya nggak jadi makan gratis," dumel Zya seraya membuka satu kotak ayam geprek kesukaannya.
Rey mengerutkan keningnya. "Kok saya?"
"Ya iyalah, Bapak datang diwaktu yang nggak tepat. Harusnya kan pas makanannya udah habis baru dateng."
"Terus niat kamu mau makan berdua sama Alvian doang?"
Zya hampir saya tersedak kulit ayam yang baru saja masuk ke mulutnya. Sepertinya dia salah bicara lagi.
"Engg--"
"Yaudah, balik lagi sana ke kampus. Tinggalin makanan saya."
"Ih, Bapak kok tega sama istri sendiri?" Zya sewot. Nasinya udah masuk setengah malah diminta lagi.
"Kamu nyebelin."
"Bapak yang nyebelin! Saya mah kalem-kalem aja."
Rey geleng-geleng kepala, sabar banget ngadepin istrinya yang nggak mau kalah ini.
"Sekarang kamu makan gratis bukan?" tanyanya.
Zya diam. Kalau dipikir-pikir sih memang benar. Padahal yang beli semua makanan ini pake uangnya Rey sendiri. Dia mah tinggal makan.
"Hehe, iya juga ya."
Rey menyetil jidat Zya pelan. "Untung istri sendiri."
✧༺♥༻✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
FantasyMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...