DVM-25

293 5 0
                                    

Sekitar pukul 7 pagi di desa, Zya bangun lebih dulu dari Rey. Dia belum sempat sadar bahwa posisi tidur mereka kini saling memeluk satu sama lain. Bahkan Zya sendiri juga memeluk Rey dengan nyaman. Belum lagi kepala Zya yang bersenderan pada dada bidang milik Rey. Sungguh, tidurnya benar-benar nyenyak.

"Hmm?" Sekian detik kemudian Zya mengangkat kepalanya, melototkan kedua bola mata. Ia berusaha menjauhkan diri dari pelukan Rey. Padahal dia merasa saat tidur posisinya tidak seperti ini, tiba-tiba sudah berubah saja.

Melihat Rey tampak bergerak, segera Zya merubah posisinya menjadi duduk dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

"Jam berapa ini?" tanya pria itu mengucek matanya.

"Jam tujuh," jawab Zya setelah mengecek jam di ponselnya.

"Hah? Astaga! Kok kamu nggak bangunin saya?" kaget Rey langsung bergegas beranjak dari kasurnya.

"Saya sendiri baru bangun." Bahkan sampai sekarang Zya masih mengantuk.

Hanya butuh waktu lima menit Rey beraktivitas di kamar mandi. Ia hanya mencuci muka dan menggosok gigi lalu berpakaian setelah itu. Zya perhatikan tampaknya ia sangat terburu-buru.

"Memang Bapak mau kemana?" Sebelumnya, Zya memag tidak tahu menahu soal pekerjaan Rey. Suaminya sendiri tidak memberi tahunya.

"Ada pertemuan lagi sama pak Ahmad."

"Mau saya beliin sarapan nggak?"

"Nggak usah deh, nanti aja. Habis ini mau langsung pergi," jawab Rey seraya mencari parfum di dalam koper.

"Yaudah."

Tok! Tok! Tok!

Belum sempat Zya merebahkan tubuhnya kembali, pintu kamar sudah diketuk dari luar. Zya mendesah pelan, rada kesal ada yang mengganggu pagi-pagi begini.

"Siapa sih? Pagi-pagi udah ngetok pintu kamar orang."

Meski terlihat kesal, Zya tetap bangkit membukakan pintu untuk si tamu. Lihat saja, kalau sampai ada mahasiswa yang datang, akan ia semprot dengan kata-kata pedasnya.

"Permisi Pak--kamu?"

Zya menghela nafas malas, lantas dirinya bersedekap dada di depan si tamu yang tak lain dan tak bukan adalah bu Vero. Sungguh, Zya merasa jengkel dibuatnya. Entah apa yang membuatnya pagi-pagi begini harus datang ke kamarnya.

"Kirain siapa." Zya bergumam malas.

"Kenapa, Bu?" tanya gadis itu bersandar pada ujung pintu sambil menatap jengkel ke arah si tamu yang tak diundang ini.

"Pak Rey mana?" tanya Vero dengan wajah datar. Seolah kehadiran Zya tidak terlalu penting baginya.

"Ngapain nyari-nyariin laki orang?"

"Bukan urusan kamu!"

"Dih, ya jelas urusan saya. Ibu lupa kalau saya ini nyonya Reyden Azkano Xander?" sewot Zya sengaja mengibaskan rambutnya ke belakang seraya menyombongkan diri.

"Haha, sayangnya saya lupa tuh." Vero tertawa garing.

"Pantes, kerjaannya nempelin laki orang terus." Zya bergumam lagi. Namun, kali ini Vero dapat mendengarnya samar-samar.

"Apa kamu bilang?!"

"Ups, budeg ya, Bu?"

"Kenapa ini?"

Keberuntungan kini berpihak pada Zya. Sebelum Vero berani menamparnya, Rey lebih dulu datang menghampiri mereka sudah lengkap dengan pakaian rapi.

"Eh, Pak Rey. Selamat pagi," sapa Vero tiba-tiba berubah menjadi sosok kalem.

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang