DVM-23

277 6 0
                                    

Setelah berjam-jam perjalanan, bus akhirnya berhenti. Satu persatu mahasiswa turun dengan barang-barang bawaan mereka. Dihadapan mereka ramai warga menyambut kedatangan anak Zirvanest secara suka cita.

"Selamat datang di desa kami!" Salah satu penduduk desa menyambut dengan senyuman hangat.

Salah satu dosen yaitu Rey sendiri berjabat tangan dengan seorang pria paruh baya yang datang menyambut tadi.

"Perkenalkan saya Ahmad, kepala desa disini. Semoga para Bapak, Ibu dan mahasiswa Zirvanest sekalian bisa menikmati desa kami dengan aman dan tentram," ucap pria bernama pak Ahmad itu.

"Terimakasih atas sambutannya, Pak."

Selagi beberapa dosen berbincang-bincang dengan pak Ahmad, para mahasiswa menyibukkan diri dengan aktivitas masing-masing. Ada yang memilih untuk istirahat sejenak, ada yang berswafoto dan ada pula yang berjalan-jalan melihat pemandangan sekitar.

Selyn, Zya dan Bella memilih berjalan-jalan, jarak mereka sudah agak jauh dari keramaian untuk melihat-lihat. Mereka juga tidak lupa untuk menyapa beberapa penduduk desa dengan ramah.

"Sejuk ya hawa disini. Nggak kayak dikota, dikit-dikit polusi, dikit-dikit panas. Disini mata gue cerah gitu liatnya, banyak pohon-pohon." Zya menghirup udara di desa nan sejuk ini, moodnya kembali normal setelah tiba di desa Senggigi.

"Setuju gue. Kayaknya lebih seru tinggal disini," timpal Selyn.

"Yaudah, ntar lo jadi warga desa sini aja, Sel. Kita tinggalin." Bella mengejek temannya itu sambil tertawa.

"Dih, enak aja lo."

"Lihat-lihat kesana yuk!" Zya menunjuk arah di depannya. Dari kejauhan ia melihat sawah. Sepertinya akan seru disana.

"Lets, go!"

Tak lupa momen indah ini mereka abadikan lewat kamera di ponsel. Setiap perjalanan mereka dihiasi canda dan tawa, tak lupa juga saling menyapa orang-orang yang sibuk menanam di sawah.

"Hallo, kakak-kakak cantik." Segerombolan 9 bocah laki-laki menyapa ramah ketiga gadis itu. Badan mereka penuh dengan lumpur, penampilan mereka juga tampak kacau. Namun, senyum yang terukir di bibir mereka terlihat damai.

"Hai, adek-adek!" Ketiga gadis itu turut menyapa.

"Eh, kalian lagi pada ngapain disitu?" tanya Bella penasaran apa yang dilakukan mereka sore-sore begini di sawah.

"Kita lagi nyari belut, Kak." Salah satu bocah menjawab.

"Belut?"

"Iih, uler yang licin itu ya?" Pertanyaan Bella mampu mengundang tawa mereka.

"Belut ini bukan termasuk uler, Kak. Ini bisa dimakan."

"Iih, gue geli." Sontak saja Bella merasa merinding. Dia pernah melihat belut di TV, melihatnya saja tidak sanggup.

"Udah dapet berapa, Dek?" tanya Zya.

"Baru 5 ekor, Kak. Susah banget nangkepnya."

Karena belut-belut itu terlalu licin, mereka kesusahan untuk menangkap. Sampai terjatuh ke dalam lumpur dan mengotori pakaian mereka.

"Ini tiap hari kalian cari kayak begini?" Selyn ikut bertanya.

"Iya, Kak. Buat makan bareng keluarga."

"MashaAllah." Hati Selyn sungguh tersentuh. Demi mencari makan, bocah-bocah SMP itu rela kotor-kotoran di sawah. Namun, mereka tidak pernah mengeluh. Apapun yang terjadi, mereka hadapi dengan tawaan dan candaan bersama.

"Kalian pada sekolah, kan?"

"Iya, Kak. Kita habis pulang sekolah langsung cari sesuatu buat dimakan."

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang