"Gawat, Pak gawat!"
Zya bergegas menemui Rey di ruang tengah sore itu, lalu ia mondar-mandir di depannya membuat suaminya mengerutkan dahi. Entah apa lagi yang akan dilakukan istrinya itu sekarang.
"Apanya yang gawat?"
Zya berhenti melangkah, kedua matanya menatap panik kearah Rey. Gadis itu sejenak menghela nafas agar lebih tenang.
"Mama mau dateng kesini besok. Katanya sekalian mau nginep," ucapnya mengingat sang mertua akan datang menemui mereka.
Wajah Rey masih tampak biasa saja, mencerna yang dikhawatirkan Zya. "Terus, gawatnya dimana?"
"Gini, Pak... kalau sampai mama tahu kita pisah kamar, apa yang bakal dia pikirin?" Zya duduk di samping Rey sedikit kasar. Rey memperhatikannya dengan dahi berkerut seolah berpikir.
"Benar juga."
"Aish, gimana dong?" Zya menggaruk rambutnya yang tak gatal. Sejak ia menerima telepon dari mamanya Rey, ia sudah panik duluan. Sedangkan suaminya itu tampak santai-santai saja.
Zya takut jika sang mertua akan curiga pada mereka karena pisah kamar. Beliau pasti akan melontarkan banyak pertanyaan.
"Tinggal pindahin barang kamu ke kamar saya. Apa susahnya?" Rey melirik sejenak pada Zya, kemudian fokus kembali pada laptop di pangkuannya.
"Dengan barang sebanyak itu?" Zya melongo tidak percaya. Bagaimana mungkin ia akan memindahkan banyak barangnya sendirian? Zya tidak akan bisa.
"Kita pindahin sekarang." Tiba-tiba Rey berdiri dari duduknya, laptop yang sejak tadi menyala hanya ia tutup tanpa dimatikan.
"P-Pak..."
Zya hanya dapat melongo melihat Rey sudah berjalan menjauh darinya. Gadis itu hanya dapat menghela nafas kemudian mengikuti langkah Rey ke lantai atas.
Zya dan Rey sibuk memindahkan barang-barang milik Zya ke kamar utama. Barangnya lumayan banyak, sehingga keduanya kelelahan untuk melakukannya. Namun, apa boleh buat? Kamar yang ditempati Zya sudah harus kosong hari ini sebelum mama tahu kelakuan mereka.
"Huft, capek juga." Zya bergumam sembari menyeka keringat di dahinya. Ia menduduki diri di atas kasur besar milik Rey yang akan menjadi miliknya juga. Jujur, Zya suka nuansa kamar ini. Kemarin saja dia berbohong dengan alasan tidak mau sekamar dengan dosennya. Itu karena dia canggung, rasanya masih sangat aneh tidur berdua sama dosen sendiri.
"Kamu boleh pakai semua barang yang ada disini, tapi jangan pernah sentuh laci yang ada di sebelah sana," ucap Rey setelah ia selesai memindahkan semua barang berat milik Zya. Lalu ia menunjuk sebuah laci kecil yang terletak di samping sofa di dalam kamar tersebut.
Zya melirik laci itu sejenak, lantas mengerutkan dahi kearah Rey. "Kenapa emang?" tanyanya, jadi penasaran.
"Itu semua privasi saya."
Zya menyipitkan mata. "Saya ini istri Bapak lho. Masa ada rahasia-rahasiaan."
"Mau siapapun dia, saya tetap nggak izinkan. Orangtua saya pun juga nggak pernah saya izinkan untuk menyentuh laci tersebut."
Hembusan nafas keluar dari mulut Zya begitu saja, bisa-bisanya Rey menyimpan rahasia sendirian. Jiwa-jiwa kepo Zya sebenarnya meronta-meronta. Tapi Zya berusaha untuk terlihat biasa saja.
"Yaudah, iya. Lagian juga nggak penting buat saya," ucapnya dengan suara pelan. Lalu merebahkan diri sejenak di atas kasur.
Teringat akan sesuatu, gadis itu kembali pada posisi awal. "Eh, tapi, Pak... saya tidur disini malam ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
FantasiMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...