DVM-30

301 6 0
                                    

Zya berada di ruangan Rey saat ini, memutar-mutar tumpukan buku di depannya, sementara Rey duduk di sebelahnya dengan laptop terbuka, membantu Zya menemukan referensi yang tepat untuk skripsinya. Kebetulan Zya hampir selesai dengan seluruu mata kuliahnya, mulai hari ini dia akan fokus untuk mengerjakan skripsinya.

Zya berpikir jika mengerjakan skripsi selama ini gampang, tetapi nyatanya setelah dia merasakan sendiri membuat otaknya langsung berapi-api. Untung saja ada Rey yang setia dan mau membantunya meski hanya untuk membimbingnya saja.

Ditengah kesibukan mereka yang sedang serius berdiskusi, tiba-tiba bu Vero datang ke ruangan tersebut dengan wajah lesuh dan tertunduk. Zya yang memang tidak pernah menyukai dosen itu langsung menatap jengkel kearah wanita itu.

"Permisi..." Setelah bu Vero mengetuk pintu, wanita itu berdiri dihadapan Rey dan Zya dalam keadaan tidak biasa.

"Maaf saya ganggu ya?" tanyanya dengan perasaan tidak enak.

"Pake nanya lagi lo," gumam Zya Jeoleos. Entah mau apa lagi dosen yang satu ini mampir ke ruangan suaminya, yang jelas Zya tidak suka dengan kecaperan wanita dihadapannya itu.

"Ada apa bu Vero?" Rey langsung mengalihkan perhatiannya. Sikap baik Rey itu kadang-kadang membuat Zya panas seketika.

"Kebetulan sekali disini ada Zya. Saya mau minta maaf," tutur bu Vero dengan suara pelan namun terdengar tulus.

Justru hal itu langsung membuat Zya dan Rey saling pandang dengan kerutan didahi mereka masing-masing. Zya sudah curiga, memang ada yang aneh dengan gelagat bu Vero hari ini.

"Saya minta maaf sama kalian berdua jika sikap saya selama ini kurang mengenakkan. Terutama sama kamu Zya." bu Vero menatap Zya lembut. Namun, Zya masih saja dibuat keheranan.

"Saya sadar atas sikap saya selama ini yang terlalu kekanakan. Saya memang suka sama Rey sejak awal, bahkan saya cemburu sama pencapaian Zya. Tapi saya sadar, jika yang saya lakukan tidak akan ada gunanya. Saya menyesal, maafin saya," ungkapnya.

"Ibu kenapa tiba-tiba begini?" Rey menyuarakan rasa bingung yang melanda dirinya.

bu Vero tersenyum tipis. "Saya resign, Pak. Saya mau balik kampung karena ibu saya sudah meninggal."

"Innalillahi." Rey dan Zya lantas terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa saat ini bu Vero sedang berduka.

"Beliau meninggalkan banyak pesan yang harus saya jalankan. Terutama, saya akan dijodohkan dan melanjutkan bisnis ibu saya. Makanya saya harus kembali. Sekali lagi saya minta maaf." bu Vero membungkuk sejenak.

Keadaan diruangan itu langsung hening. Rey bahkan Zya tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Mereka bingung harus bagaimana saat ini.

"Kalau begitu saya permisi." Tidak adanya jawaban dari kedua pasangan itu membuat bu Vero memakluminya.

"Bu Vero!"

Sebelum bu Vero benar-benar pergi dari ruangan tersebut, Zya tiba-tiba berdiri dan menghampiri dosen cantik itu.

"Iya, Zya?"

"Saya juga minta maaf," ungkapnya. Kali ini giliran bu Vero yang dibuat kebingungan.

"Selama ini perlakuan saya juga kurang sopan sama Ibu. Turut berduka cita ya atas meninggalnya orang tua ibu."

bu Vero lantas tersenyum tulus pada Zya. "Terimakasih banyak, Zya. Saya harap kamu bahagia selalu sama Rey." Zya mengangguk-angguk, kemudian bu Vero memeluknya dalam waktu singkat.

"Ibu pamit. Jagain Rey baik-baik, patuh sama dia." Setelah berucap hal itu, bu Vero benar-benar pergi dari hadapan Zya sembari menahan air mata yang hendak menetes.

"Sampai ketemu lagi bu Vero!"

Zya menghela nafas, tidak menyangka bu Vero akan seberani itu untuk mengungkapkan semua isi hatinya di hadapan Rey maupun Zya. Bahkan dia berani untuk mengungkapkan kesalahannya sendiri. Ternyata bu Vero tidak sejahat yang dia pikirkan, dia hanya kesepian di rantau orang. Bahkan saat ini orang tuanya sudah tiada. Betapa sulitnya hidup sebagai bu Vero.

"Kasian juga ya, Pak." Zya kembali duduk di samping Rey, bahkan sampai kepikiran soal nasib bu Vero. Jika Zya kembali mengingat-ingat masa lalu, dia rasa bu Vero orangnya tidak terlalu pernah kurang ajar meski memang menyebalkan.

Rey malah tersenyum penuh arti pada Zya. "Saya salut sama kamu."

"Kok sama saya?" bingung wanita itu. Padahal Zya rasa dia tidak melakukan apa-apa.

"Sebenci apapun kamu sama bu Vero, kamu masih mau memaafkan dia."

"Zya terlalu lembut untuk membenci seseorang." Biasanya tergantung dari sikap orang itu. Jika sudah keterlaluan, Zya biasanya tidak akan mampu memaafkan seseorang.

"Bisa aja kamu."

"Selesaiin tuh tugasnya."

"Pak, Bapak nggak laper?"

Rey mengecek jam pada pergelangan tangannya. "Masih jam 10. Nanggung kalau makan sekarang."

"Ih, Bapak gimana sih? Orang lapernya sekarang malah ditunda-tunda," Zya cemberut kesal. Padahal perutnya udah mulai meronta-ronta minta diisi.

"Ini alasan kamu doang kan biar nunda-nunda skripsi lagi."

Zya bungkam, sebenarnya sih salah satu alasannya memang untuk menghindari tugas. Jujur, sudah 2 jam dia duduk diruangan ini, namun dia baru menyelesaikan beberapa halaman saja. Itu pun masih banyak yang harus diperbaiki.

Namun, yang namanya Zya tidak akan mau kalah. Kalau dia laper ya harus makan saat itu juga.

"Beneran Pak, saya laper tau. Denger aja nih sendiri anak bapak udah keroncongan di dalem."

Rey terkekeh gemas. Alasan Zya benar-benar membuatnya geleng-geleng kepala. Ada saja ucapannya yang membuat Rey tidak bisa menolaknya.

"Saya belum apa-apain kamu, masa anaknya udah kecetak."

"Bapak ih! Nanti ada yang denger kan malu." Rey hanya tertawa ketika sang istri lagi-lagi cemberut.

"Mau makan apa?"

"Saya mau makan seblak depan kampus sama temen-temen saya."

Senyum Rey seketika luntur sudah, wajahnya datar tanpa ekspresi. "Terus gunanya kamu nanya saya apa?"

"Basa-basi aja siapa tau Bapak laper," Zya mengangkat bahu seraya senyum-senyum jahil.

"Oh gitu, yaudah kerjain lagi skripsinya. Jam 12 siang baru boleh makan." Rey melipat kedua tangan di depan dada, pura-pura ngambek ceritanya.

Zya gelagapan, yakali harus nunggu dua jam lagi buat makan. Yang ada dia langsung pingsan ditempat. Wanita segera merangkul lengan Rey sembari bergelayut manja. "Yaelah si Bapak. Saya becanda kali. Ya sama Bapaklah. Selyn Bella aja ada kelas hari ini."

Rey melirik Zya masih mempertahankan wajah datarnya. Pria itu diam seribu bahasa membuat Zya memanyunkan bibirnya.

"Yaudah kalau nggak mau. Saya makan bareng Alvian aja."

Ikut-ikutan ngambek, Zya segera beranjak dari sofa yang ada di ruangan itu. Namun, belum ada dirinya melangkah sedikitpun, Rey tiba-tiba menarik pergelangan tangannya hingga membuat Zya terduduk lagi di samping Rey. Kali ini pria itu membuat pergerakan tubuh Zya terkunci.

Sedangkan Zya tampak menahan nafas ketika wajah tampan Reyden hanya menyisakan sedikit jarak diantara mereka. Bahkan Zya mampu merasakan nafas beraroma mint milik Rey menghembus pipi mulusnya. Zya mengerjabkan beberapa kali bola matanya, jantungnya berdegup begitu kencang hingga rasanya ingin melompat keluar.

"Jangan nakal," bisik Rey dengan lembut tepat ditelinga Zya. Hal itu berhasil membuat seluruh bulu kuduk Zya merinding hingga sulit untuk menelan ludahnya sendiri.

"Permisi pak R--astaghfirullah saya dimana ini!"







✧༺♥༻✧

Dosen vs MahasiswiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang