Zya baru saja menginjakkan kaki di rumah baru milik Rey. Bersama sang pemilik rumah, ia melihat-lihat sekitarnya. Rey sempat bilang jika rumah ini baru akan dihuni. Sengaja untuk masa depannya bersama sang istri yang sayangnya adalah Zya.
"Ini rumah kita. Kamarnya ada di lantai atas," ucap Rey saat Zya sibuk menganga melihat besarnya rumah milik Rey.
"Kamarnya ada berapa, Pak?" tanya Zya memutar badan menghadap Rey.
"Di atas ada tiga."
"Kalau gitu saya mau kita pisah kamar, oke," pintanya sembari tersenyum lebar.
"Kenapa?" Kening Rey berkerut dalam.
"Ya nggak papa. Saya pengen aja." Zya mengalihkan pandangan saat Rey begitu serius menatapnya.
"Terserah kamu." Rey tidak tahu alasan jelas mengapa Zya ingin pisah kamar dengannya. Walaupun begitu, Rey tidak mempermasalahkan hal itu selagi Zya nyaman berada di rumah ini.
Setelah mendapat persetujuan dari Rey, Zya lantas bergegas menuju kamat atas. Dia memilih satu kamar yang letaknya paling depan. Meskipun tidak memiliki ruangan yang luas, tapi ini cukup untuk Zya seorang, kamarnya pun nyaman untuk ditempati.
"Gede banget nih rumah." Zya baru saja merebahkan dirinya dikasur, masih terkagum-kagum saat melihat luasnya rumah milik Rey. Apalagi mereka hanya tinggal berdua. Sengaja tidak ada asisten rumah tangga disini.
"Kamarnya juga lumayan nyaman dari kamar gue." Jika dibayangkan kamar Zya yang ada di rumah orangtuanya itu sangat berantakan, buku dan baju berserakan dimana-mana, debu-debu di kamar juga sangat mengganggu.
Tak lama kemudian Zya bangkit kembali, tiba-tiba gadis itu penasaran dengan kamar utamanya. Hingga ia memutuskan untuk melihat kesana. Letaknya ada di seberang kamar Zya, agak berjarak dari dua kamar lainnya.
Kebetulan Rey sudah berada di kamarnya sedang mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper untuk dimasukkan ke dalam lemari.
"Ini kamar utamanya, Pak?" tanya Zya saat dirinya berada di ambang pintu.
"He'em." Rey yang sedikit kaget, menoleh sejenak ke belakang.
"Gede banget. Kayak halaman depan rumah saya." Zya tak henti-hentinya mengangumi
keindahan rumah ini, bahkan kamar ini pun benar-benar sangat besar. Terdapat sebuah toilet juga disana, ada sebuah lemari besar dan satu ranjang utama yang cukup luas."Kasurnya empuk banget," gumam Zya saat dirinya mencoba duduk di kasur utama.
"Yakin kamu nggak mau tidur disini?" Rey berdiri, menyilangkan kedua tangan saat berdiri di depan Zya. Melihat dari sudut wajahnya, dia terlihat sangat ingin tidur di kamar utama.
"Nggak! Saya tetep bakal di kamar sebelah." Hati dan ucapan Zya berbeda pendapat. Walaupun kamar ini memang Zya inginkan, tetapi dia tidak ingin sekamar bersama Rey, takut nggak bisa tidur. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa Zya ingin pisah kamar.
"Yasudah. Tapi hati-hati aja kalau nanti ada yang aneh." Rey mulai usil untuk membuat Zya bergidik ngeri.
"Dih, Bapak nggak usah nakut-nakutin. Saya lebih takut sama Bapak daripada hantu." Zya melirik sinis Rey.
"Emang saya Dakjal?"
"Mirip." Setelah menjawab pertanyaan Rey, Zya langsung bergegas berlari keluar kamar sebelum diamuk Rey.
"Zya, sini kamu!"
ღ﹌﹌﹌ღ
"Pagi..."
Rey menyapa lebih dahulu saat dirinya baru saja keluar kamar, pria itu sudah rapi sejak subuh dengan pakaian ala dosennya.
"Pagi Pak Rey." Zya yang sibuk menyiapkan piring untuk sarapan menoleh sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
FantasyMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...