Para mahasiswa Zirvanest berkumpul pagi ini di lapangan kecil desa Senggigi dengan berpakaian olahraga. Hari ini beberapa dari mereka akan ikut orang-orang penting di desa ini berjalan-jalan ke sekitar, mengunjungi sekolah, sawah, rumah-rumah warga, ke panti jompo, panti asuhan dan memberi penyuluhan di kantor kepala desa.
"Untuk acara ini, saya butuh 4 orang perwakilan. Diantaranya 1 perempuan dan 1 laki-laki dari mahasiswa. Serta 1 perempuan dan laki-laki dari pihak dosen." Pak Ahmad sejak awal sudah membagi mahasiswa ini menjadi beberapa bagian untuk datang ke berbagai penjuru di desa ini. Hanya saja untuk penyuluhan ke kantor kepala desa, ia ingin empat orang yang disebut itu berinisiatif sendiri untuk membantu.
"Saya akan maju." Tanpa berpikir panjang, Rey dari pihak dosen langsung mengajukan diri. Kebetulan dia memang belum diberi tugas apapun meski kemarin sudah sibuk bekerja bersama pak Ahmad.
Semua pasang mata langsung tertuju pada dosen itu sampai dia berdiri di samping kepala desa.
"Kalau begitu saya juga." Tak mau kalah, Vero juga ikutan mengangkat tangan dan berdiri di sebelah Rey. Dia sendiri sebenarnya belum yakin tugas apa yang akan dia emban. Hanya saja karena ada Rey, dia langsung bergegas.
Gerak-gerik Vero tak luput sedikit pun dari pandangan Zya. Dia merasa jika Vero saat ini sedang mencari perhatian. Zya sungguh kesal melihatnya.
"Saya juga, Pak." Zya ikut mengangkat tangan. Kemudian juga berdiri di sebelah Rey. Melihat itu diam-diam Rey tersenyum, sedangkan Vero tampak tidak suka sampai menyunggingkan bibirnya.
"Baik, kalau begitu satu orang laki-laki lagi dari mahasiswa."
"Saya saja, Pak." Salah seorang mahasiswa ikut berpartisipasi dalam acara kali ini ke kantor kepala desa.
Pak Ahmad mengangguk-angguk dikala anggotanya sudah lengkap.
"Terimakasih. Kalau begitu mari kita langsung terjun ke lokasi masing-masing," perintah pria paruh baya tersebut yang langsung dituruti semua anggota.Tak lama kemudian, para mahasiswa dan perwakilan masyarakat disana membubarkan diri dari lapangan. Mereka segera menuju lokasi masing-masing begitupun dengan kepala desa dan para antek-anteknya.
"Baik, kita bagi menjadi dua Tim ya, yang laki-laki dengan laki-laki, yang perempuan dengan perempuan," ucap pak Ahmad saat mereka hampir tiba di kantor kepala desa yang sudah ramai sebagian masyarakat berkumpul.
"Dih, saya sama dia gitu, Pak?" protes Zya menunjuk Vero tanpa kata sopan.
Vero mendelik malas. "Bukannya harus sesama dosen dan sesama mahasiswa saja, Pak?"
"Lebih baik dibagi dengan perbedaan profesi agar masyarakat kami bisa melihat kekompakan antara dosen dan mahasiswanya," jelas pak Ahmad sambil tersenyum.
"Mending saya sama pak Rey aja," celetuk Zya membuat Rey tidak dapat menahan senyumnya.
"Nggak ada yang lain gitu, Pak?" tanya Vero masih tidak terima satu team dengan mahasiswi songong itu.
"Maaf, Bu ini sudah keputusan kami agar relawan perempuan membantu yang perempuan, relawan lelaki membantu sesama lelaki."
Baik Zya maupun Vero mendengus malas mendengar keputusan tersebut. Tampaknya semesta sedang mempermainkan mereka dengan cara menyatukan dua kubu tersebut.
"Zya, bu Vero, saya minta bantuan kalian akur untuk hari ini saja. Kita kesini buat membantu masyarakat, bukan mencari pasangan yang tepat." Rey lantas angkat bicara. Kalau dibiarkan begini, perdebatan mereka tidak akan ada ujungnya.
"Iya, Pak. Saya sih mau aja, takutnya bu Vero nggak bisa diajak kerja sama. Dikit-dikit mentingin kulitnya." Zya melirik Vero seakan menyindirnya.
Vero ikut melirik Zya dengan tajam. "Kamu kali yang begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen vs Mahasiswi
ФэнтезиMulutmu harimaumu mungkin ini julukan yang tepat untuk Zya atas mulutnya yang suka asal ceplos. Karena ucapannya yang sok berani, Zya harus terjebak kisah cinta tak biasa dengan dosennya sendiri. Reyden, dosen idola para mahasiswi di kampus. Selalu...