|3| Ketidak-beruntungan

626 77 1
                                    


[Dreettt... Dreettt... Dreettt...]

Keempatnya menoleh memastikan hp siapa yang bergetar. Ini sudah menjadi kebiasaan mereka. Meski mereka jarang memegang hp kecuali dikamar dan weekend tapi setiap berkumpul mereka selalu mengumpulkan benda pengalih perhatian itu ditengah meja.

Lanna meraih hpnya. Ada empat chat masuk sekaligus. Masih dengan malas-malasan ia membuka aplikasi berwarna hijau yang lumayan populer itu. Ketika melihat dua nama yang selalu memenuhi kolom chat hpnya raut wajah Lanna semakin berlipat kusut. Seperti pakaian, dalam keranjang yang lama ditelantarkan. Kusut, kucel, mengenaskan.

"Siapa?" Delyn mengangkat alisnya tinggi.

"Bang Budi dan Aa Arly" Jawabnya lesu.

Lanna meletakan hpnya kembali di tengah meja. Otomatis membuat tiga kepala mendekat secara bersamaan.

Bang Budi : Assalamualaikum. Usahakan sarapan sebelum olah raga.

Bang Budi: Usahakan banyak istirahat juga. Sebelum kembali keaktivitas yang padat nantinya.

Aa Arly : Assalamualaikum Lan, jangan lupa sarapannya.

Aa Arly: Mumpung weekend dan gak ada syuting manfaatin buat istirahat waktunya :)

"Duuh yang jadi artis diperebutkan..."

"Sama-sama perhatian lagi..."

Lanna melotot tajam. Kimmy dan Delyn tersenyum cekikikan.

"Gak usah rese!"

"Enak banget kan Kim, punya patner dan sutradara yang perhatian gitu," Delyn semakin tertawa puas.

"Au ah.. pusing!" Lanna kembali membenamkan wajahnya ke atas meja. Ketidakjelasan nasib asmaranya sepertinya tidak jelas.

===

Langit kota hari ini tidak secerah biasanya, mendung tapi ada panas-panasnya. Layaknya sebuah kisah sendu-sendu merana. Oline menatap keluar jendela melihat deretan kendaraan yang tidak terlalu banyak, tidak seperti di Jakarta. Ini menjadi hal yang tak lazim ia lihat. Jalanan begitu lenggang tanpa adanya kemacetan.

Bukan karena berlibur ia ada disini, bukan pula karena study tuor, melainkan karena diasingkan. Pergaulannya yang kelewat bebas tanpa pengawasan, dunia malam adalah hal yang biasa, membuat sang papa berang.

Pandangannya menerawang, ingatannya jatuh pada kejadian satu minggu yang lalu. Pertengkaran hebat antara dirinya dan sang papa. Pertengkaran yang membawanya ada di kota ini. Kota yang sebelumnya tak ada dalam daftar kota yang ingin ia kunjungi. Tapi mau bagaimana lagi, keputusan sang papa sudah disuarakan ia tak bisa membantah. Terlebih ketika melihat raut kecewa sang mama, Oline tak lagi bisa berbuat apa-apa. Disinilah ia sekarang. Menerima keadaan.

Kejadian satu minggu yang lalu adalah pemicu kenakalan Oline tak lagi bisa ditoleransi. Oline mengalami kecelakaan saat mengikuti kegiatan balap liar pada waktu tengah malam. Sakit yang diperoleh memang tidak parah, hanya saja peristiwa itu melibatkan sebuah mobil yang terisi 5 penumpang dan merupakan satu keluarga. Sang supir yang juga kepala rumah tangga dalam keluarga itu meninggal saat tragedi naas itu terjadi. Kejadian ini lah yang membuat kesabaran sang papa terkikis bahkan tandas tanpa sisa.

Meski kasus itu tidak dibawa ke ranah hukum karena keluarga juga bertanggung jawab, tetap saja harus ada hukuman yang diterima Oline. Inilah hukumnya, diasingkan ke luar pulau.

Bukan tanpa alasan Oline dikirim ke Banua yang salah satu kotanya dijuluki dengan kota santri ini. Dulunya papa Oline memiliki keluarga angkat sewaktu di Jakarta tapi sudah 10 tahun yang lalu keluarga itu pindah ke Banua. Karena itulah Oline dititipkan pada keluarga yang dulu juga sempat mendidik sang papa.

Dia! Adalah Ujian  ||Orine|| SELESAI||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang