PENUTUP CERITA

553 54 8
                                    


Kakinya mengetuk-ngetuk pelan pada dinginnya lantai, dibalut dengan sepatu kain berwarna biru dan emas khas kerajaan. Duduknya nampak gelisah kendati dirinya tatap santai lembaran kertas buram dihadapannya. Ada kalanya kepala yang kecil turut bergerak tak nyaman, sesekali pandangi pintu perpustakaan yang masih tertutup rapat.

Secercah cahaya masuk tak lama kemudian dari pintu yang diharapkan, perlahan dengan sosok bayangan yang nampak lebih kecil dari perkiraannya. Lantas, ia tenggelamkan wajahnya pada kertas-kertas buram yang menumpuk beberapa.

“Kak Saga,” panggilan riang dengan larian kecilnya membuat Saga Ryu kembali mendongakkan kepalanya. Putra dari sang raja Tanah Cayapata itu nampak kian tampan seiring bertambahnya umur.

“Ada apa adik kecilku?” Saga Ryu yang berumur 7 tahun itu segera mengambil langkah untuk menggendong adik kecilnya yang berbeda 3 tahun. Ditempatkannya pada pangkuan miliknya, melihat bagaimana Lucy yang tengah memperhatikan dalam-dalam kertas yang berserakan di depan kakaknya.

“Kau tidak ingin bermain denganku?” Tanya Lucy dengan ucapan yang terdengar cadel.

“Mungkin tidak sekarang? Aku sedang menunggu seseorang yang jauh dari kata disiplin.” Sekilas memikirkannya membuat Saga mendengus kesal. Dirinya yang terpantau sangat disiplin dan tepat waktu harus berhadapan dengan seseorang yang sibuk dan suka menunda pertemuannya.

“Lalu kapan?” Gadis kecil itu menunduk, tautkan kedua jarinya pada jari-jari yang lebih panjang milik Saga.

“Setelah tugasku selesai, aku janji.” Perkataan Saga rupanya tak mampu untuk sekadar menghibur adik kecilnya. Tak ada perubahan dalam ekspresi maupun perilakunya.

Pintu kayu jati tinggi dengan ukiran berwarna coklat itu kembali terbuka, kali ini nampakkan sosok yang telah lama Saga tunggu keberadaannya. Senyumnya manis dengan kedua lesung pipi yang muncul, wajahnya cantik secara natural dengan bibir tipis merah muda miliknya. Pakaiannya pun nampak rapi dengan sabuk dan tassel merah dan hitam yang menggantung di pinggang apik kirinya.

“Rupanya kau disini Lucy, Bibi Trica sibuk mencarimu.” Langkahnya pelan nan anggun, buktikan dirinya adalah seorang bangsawan utuh. Ambil alih presensi Lucy dari pangkuan Saga, gendong gadis kecilnya yang terlihat nampak bermuram hati.

“Apakah ada yang mengganggumu, putri kecil?” Lucy terdiam di gendongan sang ibu, menatap Saga sekali lagi yang mengerutkan kedua alisnya.

“Apakah ibu memberikan tugas lagi kepada kakak? Bagaimana aku bermain? Aku ingin bermain bersama kakak, apakah aku tidak boleh bermain?” Celotehan itu membuat sang ibu tersenyum, usakkan hidungnya pada hidung mancung milik Lucy.

“Ibu akan memberikan tugas terakhir kepada kakakmu. Setelah ini kau boleh bermain dengan Kak Saga sepuasmu, bukankah begitu?” Saga anggukkan kepalanya ragu, sedikit terkejut kala disebutkan bahwa hari ini adalah tugas terakhirnya.

“Bermainlah bersama Bibi Trica untuk sekarang, sembari menunggu ayah pulang. Bagaimana?” Lucy terdiam, ikut menatap sang kakak yang kini anggukkan kepalanya.

“Baiklah, tapi setelah ini bolehkah aku makan coklat dengan Bibi Trica?” Sang ibu menganggukkan kepalanya tanda setuju, kini dengan semangat Lucy memilih turun dari gendongan ibunya lantas menjauh ke arah pintu perpustakaan.

“Benarkah hari ini adalah tugas terakhirku, ibu?” Pandangannya beralih pada anak laki-laki tampan yang persis seperti Abishekaa kecil. Dirinya memilih untuk mendudukkan dirinya di kursi depan Saga yang hanya terpisah oleh meja sebelum dirinya menjawab pertanyaan.

HALSTEAD; JAYWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang