24. CORETAN KEDUA PULUH EMPAT

428 52 0
                                    

Jika kedua buhul yang terikat bertemu secepat ini, maka dipastikan takdirnya begitu baik. Bermain dalam pusaran kehidupan yang penuh teka-teki dan melodrama yang tertuang pada secarik kertas buram ditulis acak dari sang penulis ulung.

Teringat syair pertama yang dituliskan pada waktu genting, salah satu bukti si penulis ulung yang tak pandai membaca keadaan. Namun baiknya, dibacakan pada seseorang yang tepat. Semuanya begitu tiba-tiba tanpa terencana dan teralur dalam sebuah angan layaknya badai setelah pelangi, atau mungkin pelangi setelah badai.

Pertemuan keduanya dalam lingkungan masa kecil Owen tak pernah terpikirkan sebelumnya. Berbagi cerita baru dan nostalgia yang tak pernah terlupakan bagi si kecil. Saling berhadapan dalam heningnya malam, melepas lelah setelah perjalanan jauh nan melelahkan. Memberikan energi tersendiri untuk kedua atma yang tengah di mabuk asmara.

Entah mengapa wajah letih Owen begitu cantik untuk Jagadhita. Dibubuhkannya kecupan ringan kupu-kupu pada seluruh wajah si kecil. Jagadhita rasa dewana. Sebut saja tergila-gila oleh wajah cantik Owen dengan respon si kecil yang setia berdiam diri seolah pasrah. Tak ayal membuat perasaan si kecil tenang nan bungah.

Tak ada rasa gamang ketika mereka berdua bersama. Tak ada rasa gelisah atau kekhawatiran mendalam. Rasanya begitu aman, seiring dengan dekapan erat sebagai tanda berakhirnya kecupan ringan Jagadhita.

"Kau merindukanku?" Si kecil membalas dekapan erat yang penuh makna, menggoyangkan badannya ke kanan dan ke kiri. Seolah tengah menari pada temaram obor yang menyala pada salah satu bilik kamar.

"Huum." Gumaman Owen menjawab seluruh keresahan hati sang panglima. Mengelus belakang kepala Owen dengan sayang.

"Bagaimana perasaanmu setelah tiba disini?" Dekapan keduanya terlepas, menyisakan ruang yang kembali dingin setelah hangatnya sebuah dekapan yang diberikan. Titik-titik udara yang menembus pada pori-pori kulitnya membuat Owen mengeratkan jubahnya.

"Aku senang sekali, sungguh." Senyum kecil milik Owen tercipta dengan mata yang berbinar indah. Seolah mengucapkan rasa terimakasih tak henti-hentinya.

"Panglima. Terimakasih telah memperbaiki jembatan itu untuk kami." Suara lirih nan penuh kelembutan itu Owen haturkan pada sosok Jagadhita di hadapannya. Begitu tulus rasanya, menembus pada jantung laranya. Kalimat yang sara akan rasa haru yang membuncah.

"Terimakasih juga sudah menjagaku sepanjang jalan." Owen mengerti maksudnya, banyak petuah yang Owen berikan sebelum keberangkatan Jagadhita kala itu. Apa saja jalur yang harus dilewatinya hingga perbekalan yang cukup untuknya.

"Kau akan berjaga?" Sebuah anggukan diberikan oleh sang panglima, malam pertama di desa ini ia harus setidaknya berkeliling. Lebih memahami struktur desa kecil paling selatan sehingga dapat merealisasikan seluruh strateginya.

"Ada hal yang harus aku ceritakan untukmu. Aku tau kau pasti penasaran dengan apa yang terjadi padaku di desa kecil ini. Apakah kau ingin mendengarnya untuk sejenak?" Jagadhita terdiam pada tempatnya, sedikit terkejut. Tak pernah ia sangka Owen akan menceritakan masa kecilnya saat itu tepat di lingkungannya terdahulu. Namun tak ayal sang panglima memang dibuat rasa penasaran yang berlebih.

"Bicaralah, jika kau siap."

***

Kembali pada 19 tahun silam, ketika ibu ratu tengah mengandung si kecil. Perasaan bungah nan bangga atas akan kedatangan baru anggota keluarga kecil sang raja. Bagaimana simfoni yang bertalun indah mengiringi setiap langkah sang ibu ratu dengan elusan lembut di perut buncitnya.

Hari ini seluruh keluarga kerajaan akan menghadiri acara ramalan untuk kelahiran Owen. Mencoba melihat dan menerawang bagaimana sifat, hingga masa depan si kecil. Bukan suatu hal baru semenjak raja yang terdahulu. Tradisi yang turun temurun untuk mencegah atau menghentikan sesuatu yang dapat mengganggu jalannya istana.

HALSTEAD; JAYWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang