09. TULISAN KESEMBILAN

507 70 3
                                    

Langkah kaki Abishekaa terhenti kala melihat presensi kedua atma yang tengah berbincang serius di aula istana. Sayup-sayup suaranya terdengar namun Abishekaa memilih untuk meninggalkan aula memberikan keduanya waktu berbincang tak berniat menguping. Langkahnya memutar untuk membalikkan badannya, namun indera pendengarannya jauh lebih tajam dari yang dipikirkan.

''Jadi kau ingin aku bilang kepada ayahmu bahwa kau tertarik pada Panglima Jagadhita?'' ucapan Sang Raja Tanah Cayapata mampu menulikan pendengaran Abishekaa. Dirinya bimbang akan keputusan ayahnya. Bagaimana bisa Putri Helena yang baru tinggal beberapa hari ini malah mengutarakan keinginannya untuk mengikat sang panglima. Lalu, bagaimana dengan adiknya? Owen jatuh hati pada Jagadhita untuk yang pertama kali dalam hidupnya.

''Ya, Yang Mulia. Aku meminta bantuanmu, karena Yang Mulia adalah wali dari Panglima Jagadhita.'' Helena tersenyum ketika membayngkan dirinya akan dengan mudah mendapatkan izin dari sang ayah ketika kakak tertuanya yang meminta.

''Apa Jagadhita mengetahui perasaanmu, Putri Helena?''

''Tidak Yang Mulia. Sebagai putri bangsawan rasanya tidak etis jika mengutarakan perasaan langsung kepada sang panglima karena kehormatan keluarga. Maka dari itu, aku meminta petunjukmu.'' Helena menghela nafas lega, setidaknya satu bebannya terangkat kala menceritakan kepada pamannya.

''Aku tidak bisa memutuskan langsung, Putri. Aku akan bertanya dahulu kepada Jagadhita karena bagaimanapun semua keputusan ada di tangannya. Kau tahu sendiri bukan, banyak putra dan putri bangsawan yang menunjukkan ketertarikan besar kepada Jagadhita dan semuanya ditolak.'' Sang raja terlihat menghela nafasnya, cukup membuat perasaannya campur aduk.

Jagadhita adalah putranya meskipun bukan dalam satu aliran darah, tetapi kedudukannya disamakan dengan Abishekaa maupun Owen sebagai putra kandungnya. Sang Raja hanya ingin yang terbaik untuk Jagadhita, tetapi bukan berarti Helena adalah yang terbaik. Ia tahu bahwa kelebihan Helena lebih dari putra putri bangsawan yang ingin melamar Jagadhita. Tapi entah kenapa ada perasaan tak rela dan janggal tatkala Helena mengutarakan ketertarikannya pada Jagadhita.

"Aku mengerti Yang Mulia, terimakasih sudah mendengarkan permintaanku."

"Istirahatlah, aku akan membicarakan hal ini dengan Jagadhita." Sang Raja berbalik untuk meninggalkan aula istana. Meninggalkan Helena yang tengah tersenyum penuh kebahagiaan, ah memikirkan Jagadhita saja membuat relung hatinya berbunga-bunga.

***

Tak main-main dengan ucapannya, langkah Sang Raja perlahan mendekat ke arah lapangan berlatih Jagadhita. Mendapati siluet yang dicarinya, lantas membuat langkah kaki Sang Raja bertambah lebar.

"Ayah." Seruan dari belakang tubuhnya membuat Sang Raja terhenti, ia tau dari suaranya putra tertuanya mulai mendekat.

"Apa yang kau lakukan disini, Abishekaa?" Abishekaa melirikkan matanya pada lapangan yang terlihat Jagadhita tengah melatih beberapa parajurit kerajaan. Lalu netranya menangkap kehadiran Owen dengan salah satu laki-laki yang tak dikenalnya tengah asik menonton bagaimana gagahnya Jagadhita dalam menjadi guru pedang.

"Aku ingin menemuimu, ayah. Sebagai seorang ayah dan putranya." Sang Raja mengerutkan dahinya, gejolak penasaran membuatnya ingin bertanya lebih. Di sore hari ini dengan desir anginnya menerbangkan jubah kebesarannya perlahan.

"Katakan, anakku." Abishekaa menghela nafasnya, memberanikan diri untuk ikut dalam keputusan besar yang akan menyeret adik kecilnya.

"Maaf sebelumnya ayah, aku tidak bermaksud menguping pembicaraanmu dengan Putri Helena. Tapi, aku mendengar semuanya. Tentang Putri Helena yang tertarik pada Jagadhita." Tak ada perubahan ekspresi dari sang ayah membuat Abishekaa sedikit lega.

HALSTEAD; JAYWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang