21. TULISAN KEDUA PULUH SATU

548 60 2
                                    

Gundukan bebatuan dihadapannya tak layak disebut untuk sebuah rumah bagi manusia biasanya. Namun, gundukan batu inilah sebuah rumah bagi jiwa yang tenang. Jiwa yang telah melewati kerasnya dunia hingga tak dapat melawan lebih kuat untuk tetap bertahan.

Keduanya memilih diam semenjak 5 menit yang lalu, menatap penuh makna pada dua gundukan batu yang sejajar. Si kecil perlahan mendekat pada gundukan yang lebih tinggi, memberikan satu tangkai bunga gladiol putih yang mengungkapkan rasa hormat dan ketulusan teruntuk jiwa yang pergi. Diikuti oleh langkah kakinya yang pelan menuju ke gundukan sedikit rendah.

Setelah memberikan setangkai bunga gladiolnya, Owen kembali mendekat pada sang panglima. Berdiri disamping tubuhnya yang tinggi menjulang. Memandang Jagadhita dari bawah samping, namun bukan waktunya mengagumi bagaimana parasnya sang panglima.

"Menangislah, aku tak akan melihatnya." Ucapan kecil Owen sampai pada rungu Jagadhita, membuat si empu tersenyum menatap balasan tatapan si kecil.

"Sepertinya kau yang akan menangis, Owen." Dan benar saja, bibirnya yang mencebik dengan mata yang mulai mengabur. Netra kucingnya kini penuh dengan liquid bening yang siap turun kapan saja. Hingga tak lama kemudian satu isakan muncul, disusul isakan lain dari si kecil.

"Apa yang membuatmu menangis?" Ditangkupnya wajah kecil Owen, air mata yang menuruni sepanjang pipi gembilnya dan netra cerah yang dipantul pada sinar matahari membuat Owen jauh berkali lipat indahnya.

"Aku mewakilimu menangis. Aku tak bisa membayangkan menjadi dirimu, pasti sangat sulit." Jagadhita tersenyum mendengar ucapan Owen yang sedikit tersendat kala itu, menghapus jejak dan air mata yang masih setia mengucur pada netra cantiknya.

"Tidak begitu sulit, Owen." Owen menggelengkan kepalanya tanda tak setuju, lihatlah suaminya ini sangat gigih untuk terlihat baik-baik saja.

"Aku suamimu sekarang kau tidak sendiri lagi panglima, berbagilah kesedihan dan kesenanganmu. Bukankah janjinya seperti itu? Aku akan menemanimu Panglima bahkan hingga ke ujung dunia. Kau tau? Aku bahkan rela melakukan apapun untukmu." Oh, manisnya si kecil. Tak akan pernah Jagadhita temukan yang lain sepanjang perjalanan hidupnya di medan peperangan. Owen hanya satu, dan beginilah rupanya. Entah beribu kebaikan apa yang Jagadhita lakukan, tak lekang dirinya sangat bersyukur telah mendapatkan hati si manis.

"Aku tau, Owen." Owen melepaskan diri pada tangkupan Jagadhita, menyeka air matanya dengan punggung tangan penuh ambisi. Menghadap penuh tegas pada kedua gundukan batu sebagai tempat tinggal jiwa yang tenang.

"Ayah, Ibu mertua. Aku lupa belum memberi salam semenjak kedatanganku. Aku Owen, menantu kalian. Terimakasih telah melahirkan orang hebat seperti Jagadhita. Di kehidupan selanjutnya, aku tetap ingin menjadi menantu kalian. Oh iya, aku akan menjaga Jagadhita dengan sebaik mungkin. Ayah dan Ibu mertua jangan khawatir, meskipun aku bodoh aku sedikit pandai untuk bertarung meskipun tak sehebat putramu. Tapi tak apa, aku akan melindungi Jagadhita dengan caraku sendiri. Kalian percaya itu kan?" Owen menatap pada Jagadhita, netra keduanya bagaikan terkena simpul mati. Menyelam dengan penuh kasih sayang dan ketulusan yang abadi.

Hari ini, untuk pertama kalinya Jagadhita merasa penuh dianugerahi oleh kehadiran sang pangeran kecil. Mengikatnya sehidup semati tak akan salah, jalannya sudah benar. Tak biarkan si kecil pergi dari sisinya, walau hanya sementara.

***

Kudanya telah sampai pada halaman istana, dengan telaten sang panglima membantu si kecil untuk turun dari kuda kesayangannya. Memperbaiki sedikit rambut dan pakaian Owen.

"Beristirahatlah, aku akan memberi makan Jax terlebih dahulu." Ucapan Jagadhita dengan patuh akan Owen laksanakan.

"Aku menunggu di kediamanmu." Jagadhita tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Lihatlah, panglima yang terkenal dingin itu begitu murah senyum saat bersama si kecil. Entah pelet apa yang Owen berikan, namun tak dapat dipungkiri bahwa Owen adalah semesta dari Jagadhita.

HALSTEAD; JAYWONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang