Jagadhita patenkan dirinya untuk tak beranjak satu inci pun dari tempatnya. Tatap tegas sosok penerus Tanah Cayapata yang berdiri menjulang di hadapannya. Kian bermenit dalam diam seolah tak menjadi masalah, hanya berdua di balik rumah sederhana.
“Aku yakin ayahanda tak akan murka kepadamu, tapi mungkin beliau akan tergores hatinya saat dapati Owen datang tanpa kehadiran sang suami di tengah rasa sakitnya.” Abishekaa, sosok laki-laki tampan itu telah sampai di desa perbatasan dini hari. Bergegas ingin disambut dengan suka cita, nyatanya sambutannya adalah kenyataan pahit yang harus di telan dalam-dalam.
“Bukankah aku harus pergi mencari para bedebah itu, putra mahkota? Setidaknya ku temui salah satu orangnya.” Abishekaa helakan nafasnya, terlalu hafal bahwa Jagadhita tak akan pernah lepaskan siapapun musuh yang datangi kandang singa.
“Setelah kau menemukannya apa yang akan kau lakukan? Membunuhnya atau memenjarakan lalu menyiksanya seumur hidup?” Jagadhita terdiam masih teguh pada pendiriannya, desir anginnya terbangkan jubah hitam dengan genggaman pada pedangnya semakin menguat.
“Mereka tak sebanding denganmu, Jagad. Seolah kau akan menghabiskan waktu untuk hal yang tidak berguna, serahkan semuanya padaku. Jika kau merasa bersalah pada ayahanda karena tak mampu menjaga Owen dengan baik, maka tebuslah.”
Runyam di kala kebingungan yang melanda, ingin bergantung pada siapa Jagadhita tak tau. Owen membutuhkannya, namun di sisi lain ada rasa hati yang tak rela. Bahkan seharusnya masih 3 bulan lagi dirinya habiskan waktu di desa ini sebelum kembali. Namun saat pikirkan bagaimana terkejutnya raja dan ratu saat dapati tubuh tak berdaya putra bungsunya membuat Jagadhita jauh lebih bersalah. Telah hianati kepercayaan sang penguasa negeri, tambah beban di pundak yang sebisa mungkin ia tanggung sendiri.
“Aku akan pergi dengan Owen dan Batara sekarang. Pikirkan perkataanku, jika kau masih kukuh dengan pendirianmu satu bulan waktu yang kau punya.” Abishekaa tepuk pundak kanan Jagadhita dua kali, lantas balikkan tubuhnya untuk tinggalkan sang panglima.
Namun langkahnya terhenti, pastikan sosok dibelakangnya masih setia pada tempatnya. Kembali hadapkan diri pada sang panglima, “aku tak yakin bagaimana kau bisa tinggalkan Owen disaat dirinya membawa satu kehidupan baru milik kalian.”
Jagadhita pandangi punggung yang kian menghilang dibalik tembok, bukan maksud dirinya tinggalkan si kecil yang tengah tak berdaya. Bayang-bayang bagaimana Owen akan lalui hari-harinya dengan mahkluk kecil yang tengah ditunggu kehadirannya tanpa sosok dirinya disana yang entah kapan akan kembali. Bayang-bayang bagaimana Owen akan lalui ini sendirian, lawan semua rasa sakit untuk bertahan hidup.
Dipandangi tanah di desa perbatasan ini, kemungkinan cari jawaban atas segala resahnya. Berharap sang ayah dan ibu yang pilih abdikan diri pada Tanah Cayapata bantu putra semata wayangnya dalam hal genting. Berat otak Jagadhita rasakan, kian rungunya dengar dan netranya lihat bagaimana kesibukan prajurit lain yang membantu Abishekaa untuk kembali ke kerajaan bersama suami kecilnya.
“Telah pergi sosok panglima tempur yang ibarat dapat habiskan musuh di medan perang hanya dalam satu kali tebasan pedang. Lebih sibuk pandangi tanah kering yang tak akan keluar air lewat rembesannya. Bukan begitu, panglima?”
“Kau tak ingin mengucapkan selamat tinggal pada Owen? Mungkin untuk terakhir kalinya.” Jagadhita terdiam, tak payah lihat siapa yang berdiri dibelakangnya. Suara tenang namun mengintimidasi itu jelas milik Mada.
“Tidak ada ucapan selamat tinggal untuk terakhir kalinya.” Memilih menyahut, lalu tegakkan pandangannya kembali. Bukan sekarang waktunya untuk bersedih, karena ini adalah konsekuensi yang ia pilih.
“Apakah kau Tuhan? Apakah kau tabib yang menangani mereka berdua? Bukankah harusnya kau dapat merasakan lewat simpul yang terjalin bahwa Owen tak sekuat itu untuk tahan rasa sakitnya. Kau bahkan tak mempercayai putra mahkota, panglima.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HALSTEAD; JAYWON
FanfictionSang panglima tempur dengan kemenangan selalu berada ditangannya, bak sang garuda mencengkeram mangsanya. Dikaruniai wajah nan elok, si panjang akal anak emas dari penguasa tanah Cayapata. Disandingkan dengan si kecil hati manis berotak udang milik...