II

681 33 2
                                    

"Pagi Om," sapa Alora pada Danuar-Kakak sepupu dari Ayah Alora yang berjualan bubur ayam di samping sekolah Alora, SMA Bhakti Bangsa.

"Kamu pasti belum sarapan 'kan, Lora?" Tanya lelaki paruh baya itu sembari mengelap mangkuk buburnya.

"Udah bertahun-tahun nanyanya gitu terus, padahal Om jelas udah tau jawabannya," kesal Alora.

"Makan ini, Om tadi sudah masakin balado kentang sama telur puyuh kesukaanmu," Danuar memberikan kotak bekal pada keponakannya dengan perasaan hangat. Ia memang selalu memasakkan sarapan bagi Alora setiap hari, karena ia tahu betul bagaimana kondisi Alora di rumah. Bagaimana tidak diperhatikannya gadis itu oleh kedua orang tuanya di rumah. Syukurlah Danuar tinggal tidak jauh dari sekolah Alora, sehingga Danuar bisa selalu melihat Alora setiap hari dan memberikan setidaknya sarapan pada gadis itu setiap pagi.

Bagi Danuar, Alora sudah seperti anaknya sendiri karena memang lelaki paruh baya berusia 58 tahun itu tidak dapat memiliki anak dari istrinya, bahkan sampai istrinya telah meninggal sekalipun enam tahun lalu.

Alora membuka kotak makan itu, tanpa berlama-lama gadis itu melahap isi kotak tersebut. "Pelan-pelan makannya, Lora."

"10 menit lagi bel masuk soalnya Om,"

"Nanti makan siang apa?" Tanya Danuar sembari menyodorkan air minum pada Alora.

"Gampang Om, nanti aku ada latihan anggar. Aku bisa makan di kantin sekolah, pasti masih buka."

"Ya sudah, bagus kalau begitu."

***

Tepat setalah bel pulang berbunyi, koridor sekolah langsung sesak dipenuhi oleh lalu-lalang siswa yang berebutan keluar dari kelas mereka masing-masing.

"Kamu latihan, Ra?" Tanya Dessy teman sebangku Alora.

"Iya," jawab gadis itu seraya membersihkan buku-buku di atas mejanya dengan cepat.

"Kalau gitu aku duluan ya, Ra."

"Iya hati-hati," Alora turut beranjak dari bangkunya sembari menenteng tas sekolah sekaligus tas pedang anggarnya. Alora memang bukan tipekal gadis yang banyak bicara pada orang lain, apalagi pandai bergaul dan memiliki banyak teman. Dia hanya gadis pendiam di sekolah, berbeda saat ia bersama Bara, Dirga, Tio dan orang-orang terdekatnya. Selama ia duduk di bangku SMA, Alora hanya memiliki dua teman yaitu Dessy teman sebangkunya dan Andre teman di ekstrakulikuler anggar.

SMA Bhakti Bangsa merupakan salah satu sekolah dengan ekstrakulikuler anggar yang paling populer di kota Bandung saat ini, terbukti dari lulusannya yang rata-rata berhasil menjadi atlet anggar nasional dan kerap menyabet penghargaan-penghargaan besar, dan hal itu pula yang Alora sedang usahakan untuk masa depannya.

Sampai di ruang latihan anggar, terlihat beberapa siswa-siswi tengah melakukan peregangan, beberapa lagi terlihat sudah memasang atribut anggarnya. Alora melakukan peregangan sebentar kemudian meraih dan mengenakan seluruh atribut anggarnya.

Hari ini Alora akan ditandingkan dengan salah satu seniornya di ekstrakulikuler itu, salah satu senior yang cukup terkenal, Rita namanya. Sejujurnya Alora merasa sedikit gelisah dan takut akan kalah, ia sempat mencakar lengan tangan kanan bagian dalamnya dengan ibu jari kirinya, salah satu bentuk kebiasan pengalihan emosi yang dirasakan Alora yang kerap kali menyebabkan lengangnya memiliki bekas luka, bekas luka yang sangat dibenci Bara lebih tepatnya. Bersyukur belum sempat lengan bagian dalam Alora mengeluarkan darah, Pak Herlambang-pelatih anggar SMA Bhakti Bangsa sudah memberikan seruan persiapan bagi Alora dan Rita.

Merasa siap, Alora dan Rita berjalan di atas piste dengan pakaian lengkap selain masker pelindung wajah. Sebelum wasit memulai petandingan, Alora dan Rita saling menguji senjata mereka satu sama lain, untuk memastikan semuanya berfungsi baik ketika pertandingan berlangsung. Kedua gadis itu kemudian mundur ke garis en-garde mereka.

NEBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang