XXII

151 12 4
                                    

Dua minggu sudah Mahendra menjadi tetangga sekaligus teman baru bagi Alora. Tidak bisa dipungkiri bahwa Alora senang akan kehadiran Mahendra di kehidupannya. Setidaknya laki-laki tampan dengan dua lesung pipit itu selalu ada untuknya akhir-akhir ini. Menjadi teman bercerita juga teman bercanda, karena jujur saja setelah keluar dari asrama atlet, gadis itu sedikit merasa takut akan kesepian di rumah.

Kedua orang tuanya telah tiada, Bara kekasihnya masih menjalani pendidikan di akademi militer dan sampai saat ini belum sempat menemuinya sama sekali, Dirga sahabat masa kecilnya juga sibuk dengan perkuliahannya di Jakarta, Andre pun tidak selalu ada untuknya karena laki-laki itu adalah seorang jurnalis yang juga merangkap sebagai fotografer yang kerap kali berpergian dan fokus pada pekerjaannya. Lalu Desy, satu-satunya sahabat perempuan yang ia miliki juga tengah sibuk mengurus kebun teh milik Alora yang berada di luar perkotaan Bandung.

Sepertinya Tuhan memang sedang baik pada Alora, mengirimkan Mahendra sebagai tetangganya yang kemudian menjadi teman untuknya di saat Alora tengah menikmati titik kesendiriannya dalam hidup. Meskipun ia dan Mahendra belum saling mengenal lama, tapi sungguh laki-laki itu benar-benar seorang teman yang baik, murah hati, ramah, mudah bergaul, perhatian dan peduli akan sekitar. Jika boleh jujur, Alora tidak pernah bertemu dengan tipe orang se-menyenangkan Mahendra sebelumnya. Mahendra adalah satu-satunya teman baru yang dengan laki-laki itu, Alora tidak perlu merasa canggung atas apapun.

Keduanya bahkan dalam seminggu belakangan ini sudah sering pergi bersama, meski hanya sekedar menuruti keinginan Mahendra untuk berkeliling kota Bandung dan melihat apa-apa saja tempat menarik di kota hujan tersebut. Mahendra pun juga sering mengantar Alora untuk membeli obat di apotik, mengantar Alora jika ia memerlukan untuk membeli sesuatu keluar dan berbelanja makanan di supermarket, seperti sekarang ini contohnya.

Alora terlihat tengah sibuk memilih beberapa sayuran, sementara Mahendra hanya membuntuti gadis itu sembari mendorong troli belanjaan milik gadis itu.

"Kalau boleh tau, kenapa kamu milih Bandung jadi tempat perantauan kamu?" Alora membuka pembicaraan setelah kurang lebih sepuluh menit keheningan menyelimuti mereka.

"Karena gak tau kenapa menurutku 
Bandung itu kota tenang yang cantik. Seenggaknya Bandung lebih tenang daripada Kalimantan yang padat aktivitas pertambangan dan bisnis lahan kelapa sawit."

Alora mengangguk paham.

"Ngomong-ngomong, kayaknya kok aku liat pacar kamu jarang datang ke rumah?"

Alora mengangkat sebelah alisnya bingung, sepertinya ia belum pernah bercerita mengenai Bara pada Mahendra, lantas bagaimana bisa laki-laki itu mengetahui bahwa Bara jarang datang ke rumahnya?

"Kamu tau pacarku?"

"Loh, bukannya laki-laki tinggi yang manggil kamu waktu kita datang dari rumah sakit itu pacar kamu?"

Ah, Alora paham sekarang.

"Andre maksud kamu? Bukan, dia bukan pacar aku. Dia sahabat anggarku sejak SMA yang pernah aku ceritain ke kamu tempo hari lalu, yang selalu jadi pendukung nomor satu tiap aku tanding anggar," terang Alora.

Belum lama ini Alora memang telah menceritakan bagaimana kehidupan karir anggarnya dulu sebelum akhirnya ia keluar dari dunia tersebut. Hanya saja Alora tidak menceritakan lebih detail mengenai bagaimana ia bisa mendapatkan cedera permanen di kakinya.

"Aku pikir dia pacar kamu,"

"Bukan, Andre udah seperti saudara aku sendiri malah. Dia orang terdekat yang selalu bantu dan ada buat aku selama ini."

"Lantas kamu sendiri berarti gak punya pacar?" Mahendra kembali bertanya.

"Ada, tapi gak di sini. Dia lagi pendidikan di akademi militer yang ada di Magelang."

NEBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang