XV

226 20 3
                                    

"Attaque. Touche. Point!" Tham Búi akhirnya berhasil mengenai bagian kepala Alora tanpa disadari oleh gadis itu.

Setelah poin tercetak, wasit kembali memberi intruksi kepada kedua atlet agar mundur kembali ke garis En-garde.

"En-garde!"

"Prêtes?"

"Allez!"

Alora diam, manik cokelatnya masih terus mengamati sosok yang ia yakini adalah Bara di antara ramainya lautan manusia di tribun penonton, membuat Tham Búi memiliki peluang besar yang tentu saja tak ingin disia-siakannya.

"Attaque. Touche. Point!" Lagi, satu poin untuk  Tham Búi kembali tercetak. Kini poin Tham Búi adalah 14, sementara Alora masih tetap 13.

Alora benar-benar kehilangan fokusnya, seakan bumi dan seisinya berhenti berporos begitu saja baginya. Matanya hanya terpusat pada sosok itu. Sosok yang kini telah sampai di ujung tribun penonton. Wasit bahkan sampai harus menarik lengan Alora untuk mundur kembali ke belakang garis En-garde karena Alora tidak menggubris instruksi yang diberikan.

Pertandingan masih terus berlanjut meski fokus Alora benar-benar terlihat berantakan dan hanya berdiri mematung seperti orang bodoh.

"En-garde!"

"Prêtes?"

"Allez!"

"ALORA!" Panggil Pak Abdi keras yang membuat Alora seketika tersentak kaget. Dengan sisa kesadaran yang masih terkumpul di tubuhnya, ia sedikit mengambil langkah maju, meskipun matanya sama sekali tak pernah lepas untuk mengamati sosok tersebut.

Alora tiba-tiba saja menjatuhkan pedang sabre-nya ketika ia melihat sosok itu berjalan menuju pintu keluar gedung pertandingan. Bertepatan dengan momen itu pula, Tham Búi menyerang Alora dan berhasil menyalakan lampu sensor di sampingnya. Pertanda bahwa serangannya berhasil mencetak poin dan memenangkan putaran serta pertandingan tersebut.

"Attaque. Touche. Point!" Wasit menunjuk ke sudut Tham Búi. Membuat riuh tepuk tangan dan sorakan pendukung negara Vietnam tumpah ruah.

Sementara Alora sama sekali terlihat acuh akan hal tersebut. Alora langsung melepas masker pelindung wajahnya dan berlari keluar dari arena pertandingan begitu saja. Membuat semua mata yang tertuju padanya melemparinya dengan tatapan aneh juga kecewa. Namun Alora benar-benar tidak mempedulikan hal tersebut. Ia terus berlari secepat yang ia bisa hingga akhirnya ia meraih pintu keluar gedung pertandingan.

Dengan napas terengah-engah, mata cokelatnya menelisik liar ke seluruh penjuru halaman gedung pertandingan. Mencari sosok yang sungguh ia yakini bahwa sosok tersebut memang Bara.

Dan ya, Alora kembali melihatnya, sosok itu kini berada di luar gedung. Tepat di depan gerbang keluar dan tengah mencegat taksi.

Belum sempat Alora berteriak untuk memanggil nama Bara, sebuah taksi sudah berhenti tepat di depan laki-laki itu.

Alora tidak ingin tinggal diam ketika melihat sosok tersebut masuk ke dalam mobil taksi. Ia langsung menyabet sepeda entah milik siapa yang tengah terparkir di parkiran sepeda samping pintu keluar gedung pertandingan.

Ia mengayuh kuat-kuat pedal sepeda yang dikendarainya. Berusaha mencapai mobil taksi yang tentunya melaju dua kali lipat lebih cepat daripada sepeda yang dikendarainya.

"Bara!" Alora sempat meneriakkan nama tersebut beberapa kali di jalan raya, berharap laki-laki di dalam taksi itu merasa terpanggil dan menghentikan taksinya, kemudian laki-laki yang ia yakini sebagai Bara itu turun dari dalam taksi tersebut dan menemuinya.

NEBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang