XVII

215 23 1
                                    

"Ra, ini telepon kamu ketinggalan di bawah," Dirga tiba-tiba masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu kamar Alora, menyebabkan gadis itu sedikit tersentak kaget, berusaha menghapus air matanya dengan cepat menggunakan punggung tangannya, lalu berpura-pura bersikap seolah baik-baik saja. Namun sayangnya Dirga adalah Dirga, tentu saja laki-laki itu jelas dapat membaca perasaan Alora saat ini hanya dari raut wajah gadis itu.

Dirga yang tadinya hanya berdiri di ambang pintu kamar Alora, kini berjalan perlahan mendekati Alora yang tengah berdiri di depan meja belajarnya.

Alora menatap Dirga yang semakin mendekat ke arahnya dengan tatapan sendu, namun bibir ranumnya ia paksakan untuk mengukir sebuah senyuman tipis, berharap dapat membuat Dirga berpikir bahwa dirinya sungguh baik-baik saja, meskipun Alora jelas sudah mengerti bahwa hal tersebut nihil hasilnya.

Tepat ketika Dirga sudah berdiri berhadapan dengan Alora, ia menyentuh tangan Alora yang tengah memegang pigura foto dengan lembut.

"Ra," panggil Dirga sembari menatap dalam manik cokelat Alora yang terlihat berkaca-kaca.

Cukup, Alora tidak bisa menahannya lagi. Gadis itu pada akhirnya menumpahkan air matanya tanpa ragu di hadapan Dirga.

"A-aku kangen Bara, Ga." Tutur Alora terbata-bata karena isak tangisnya.

Seperti yang sudah-sudah, sebagai sahabat yang baik, Dirga langsung memeluk Alora. Menarik lembut gadis itu dalam dekapannya. Menenangkan Alora di antara banyaknya kesedihan yang gadis itu alami lagi dan lagi.

"Sstt, tenang Ra. Aku ngerti perasaan kamu. Kalau memang hanya dengan nangis yang akan ngebuat kamu merasa lebih baik karena udah gak kuat memendam semuanya, nangis aja Ra. Kamu gak perlu pura-pura kuat di depan aku." Dirga mengusap-usap punggung Alora yang bergetar karena tangis dengan begitu sabar dan lembut, seakan memang benar-benar turut merasakan apa yang kini gadis itu rasakan.

Beberapa saat kemudian, Alora memundurkan tubuhnya, ia menatap Dirga dengan wajah sembabnya. "Ayo kita ke akademi militernya Bara lagi, Ga. Aku cuma kangen Bara dan pengen liat dia sebentar aja, Ga." Ajak Alora tiba-tiba.

"Ra, kamu lupa? Tahun lalu kita udah pernah nyoba nemuin Bara di akademi militernya, tapi kita sama sekali gak dikasih izin bukan untuk nemuin taruna di sana secara sembarangan, apalagi kita juga bukan dari pihak keluarga siswa." Jawab Dirga.

Alora seketika terdiam dan membenarkan jawaban Dirga atas ajakannya tadi, karena memang benar, sepertinya ia memang tetap tidak akan bisa menemui Bara meskipun harus kembali pergi ke akademi militer Bara yang bertempat di Magelang itu.

Ya, tahun lalu memang Alora dan Dirga sempat pergi ke Magelang, lebih tepatnya ke akademi militer tempat pendidikan Bara saat ini, akan tetapi memang benar bahwa Alora dan Dirga tidak diperkenankan untuk menemui Bara, karena selain Alora dan Dirga bukanlah pihak keluarga siswa, di luar itu Bara juga telah memberikan instruksi pada pihak keamanan akademi militer agar siapapun gadis yang mencarinya tidak diperkenankan memasuki kawasan akademi.

Bara tahu bahwa saat itu Alora memang berencana akan datang, karena Dirga telah memberi tahunya terlebih dahulu, dan tentu saja Bara tidak ingin Alora menemuinya, apalagi di kawasan yang terdapat banyak kolega Papahnya. Tentu saja dengan segala cara Bara berusaha mencegah Alora agar tidak sampai bertemu dengannya. Alasan lain Bara melakukan itu juga karena untuk kebaikan Alora sendiri serta Bara juga tidak ingin Alora semakin bertambah sedih ketika melihatnya namun hanya sesaat kemudian mereka harus berpisah lagi, dan lagi untuk entah sampai kapan.

Seperti prinsip Bara beberapa tahun belakangan ini, Alora harus bisa terbiasa tanpanya, setidaknya untuk beberapa tahun kedepan, karena Bara sendiri tidak tahu sampai kapan ia harus terus menjaga jarak dengan Alora dan kapan hati Papahnya akan melunak untuk hubungannya dengan Alora.

NEBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang