XXIII

164 13 1
                                    

Februari, 2010
.
.
.
.
Maret, 2010
.
.
.
.
April, 2010
.
.
.
.
Mei, 2010

Lima bulan telah berlalu begitu saja di tahun ini. Bukan bulan-bulan yang mudah untuk Alora lalui, karena ia harus bersabar dengan kekurangan yang ia miliki saat ini, yaitu berjalan dengan selalu menggunakan kedua tongkat sebagai alat bantu jalan. Jika boleh jujur, imbas kecelakaan itu adalah salah satu luka terberat yang harus ia ampu seumur hidupnya. Tidak mudah memang, namun berkat banyak hal setidaknya ia dapat menjalaninya dengan tabah hingga detik ini.

Bulan ini adalah bulan keenam pasca kecelakaan itu terjadi. Pada bulan ini juga Alora akan melepas satu tongkat bantu jalannya di sebelah kiri. Kondisi kakinya sudah mulai membaik dan ia hanya perlu satu tongkat saja sebagai alat bantu jalannya. Alora hanya perlu bersabar enam bulan lagi hingga akhirnya ia benar-benar bisa terbebas dari menggunakan dua tongkat sandang untuk alat bantu jalannya. Ia hanya harus menunggu sedikit lagi, yaitu sampai bulan November tahun ini dan ia bisa berjalan seperti sediakala, meski dengan kekuatan kaki yang tidak sama seperti sebelumnya, tapi setidaknya ia bisa berdiri tanpa alat bantu lagi.

Hari ini Alora sudah mengatur jadwal konsultasi dengan salah satu dokter spesialis ortopedi di rumah sakit yang biasa ia kunjungi untuk kontrol. Setelah melakukan sesi pemeriksaan dan konsultasi seperti biasa, tepat seperti yang sudah dokter spesialisnya prediksi sejak beberapa bulan sebelumnya, Alora sudah dinyatakan mampu untuk berjalan dengan hanya menggunakan satu tongkat sandang dengan syarat bahwa Alora tetap harus berhati-hati dan selalu menjaga kondisi kakinya agar tidak sampai mengalami cedera atau hal apapun yang dapat memperparah cedera pada kaki kanannya.

Gadis itu juga diminta untuk tetap rutin melakukan serangkaian fisioterapi untuk pencegahan potensi cedera di masa depan.

Senyum merekah tidak pernah berhenti menghiasi wajah dara cantik kelahiran kota Bandung itu sejak ia meninggalkan rumah sakit tadi.

"Selamat ya, Ra. Kamu senang banget kayaknya, udah lama aku gak liat senyummu yang selebar itu," ucap Andre di kursi kemudi. Hari ini laki-laki itu yang mengantarkan Alora ke ke rumah sakit, karena ia sedang senggang.

"Iya, aku bersyukur banget karena seenggaknya aku udah bisa lepas satu tongkat. Aku jadi gak akan terlalu nyusahin kamu sama Mahendra setelah ini."

"Udah berapa kali aku bilang ke kamu, gak ada satupun yang merasa disusahkan sama kondisi kamu, Ra. Kita semua ngerti keadaan kamu, jadi jangan pernah ngerasa membebani aku ataupun tetanggamu itu,"

"Namanya Mahendra, Ndre." Tekan Alora.

"Ya siapapun itu namanya," jawab Andre acuh. Alora juga tidak mengerti mengapa Andre seperti sangat tidak suka dengan Mahendra sejak ia memperkenalkan keduanya. Ketika Alora berusaha mencari tahu dengan menanyakan alasannya pada Andre, laki-laki itu selalu enggan memberi tahu alasannya.

Ah entahlah, ia tidak ingin ambil pusing. Lagipula, keduanya adalah orang-orang terdekat yang selalu membantu dan ada untuk dirinya, ia juga tidak memiliki hak untuk membuat Andre menyukai Mahendra, toh asal keduanya tetap akur Alora merasa tidak masalah saja dengan bagaimana cara Andre bersikap pada Mahendra selama itu tidak di luar batas. Ia tidak mungkin bukan jika memaksakan Andre untuk turut menyukai Mahendra sebagaimana ia memandang dan menyukai Mahendra sebagai teman dengan pribadi yang baik juga menyenangkan, pasti akan terkesan egois sekali rasanya.

Ketika mobil Alora sudah hampir dekat dengan area rumahnya, mata Alora lebih dulu menangkap sosok Mahendra tengah berdiri di sebrang rumahnya dengan menggunakan celemek barista sembari membawa satu cup kopi di tangan kirinya.

Laki-laki itu melambai ke arah mobil Alora, membuat gadis itu tersenyum melihatnya.

"Andre, aku boleh turun di depan aja?" Tanya Alora sebelum mobil yang dikendarai Andre berbelok masuk ke pekarangan rumahnya.

NEBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang