Desember, 2009
Hari-hari di tahun ini berlalu begitu cepat tanpa pernah Alora sadari. Banyak hal yang ia pelajari dan ia syukuri atas semua hal yang telah terjadi. Ia sudah mulai berdamai dengan beberapa hal paling berat yang juga harus ia alami tahun ini. Kehilangan setengah kekuatan kakinya dan kehilangan mimpinya dengan keluar dari dunia anggar, sungguh hatinya setidaknya sudah sedikit lebih lapang sekarang.
Toh, bukankah setiap kehilangan adalah hal yang lumrah di kehidupan? Dan bukankah akan selalu ada hikmah besar yang dapat diambil dari semua kejadian yang tak diinginkan? Ya, setidaknya pemikiran-pemikiran positif itulah yang sampai saat ini terus ia tanamkan dalam dirinya untuk melanjutkan lembaran hidupnya dan lebih bersikap menerima atas apa-apa saja yang Tuhan takdirkan padanya.
Ah, sepertinya Alora memang sudah mulai beranjak dewasa sekarang.
Alora melipat surat yang baru saja selesai ia tulis untuk Bara. Surat berisi curahan hati serta kerinduannya pada Bara seperti surat-surat sebelumnya yang entah sudah keberapa. Gadis itu lalu memasukkan surat tersebut ke dalam box bermotif tentara seperti biasanya. Nyatanya Bara adalah sepenuhnya dan selalu menjadi sumber semangat serta kekuatan bagi Alora untuk melanjutkan hidupnya hingga detik ini.
Tangannya meraba foto kecil Bara yang sengaja ia tempelkan di bagian dalam penutup box. Tidak bisa dipungkiri bahwa ia sebenarnya hampir setengah frustasi dengan kerinduannya pada Bara, sungguh. Dari semua perasaan yang menyiksanya akhir-akhir ini atas semua hal yang telah terjadi, hanya kerinduan pada Bara yang paling menyiksa batinnya begitu dalam.
Alora berjalan dari meja belajarnya menuju sofa panjang yang terletak di bawah jendela kamarnya. Sofa itu menghadap ke arah jendela dan menyajikan pemandangan komplek perumahan yang Alora tinggali. Di atas sofa itu sudah ada kue tart cokelat dari langganannya yang tadi ia titip pada Desy untuk dapat membelikannya.
Di malam tahun baru kali ini, Alora tidak bisa merayakan malam tahun barunya di atap rumah tua kosong seperti sebelum-sebelumnya. Mustahil ia bisa pergi ke sana bahkan naik ke atap rumah tua kosong itu ketika sampai saat ini kakinya saja masih belum bisa berjalan normal dan masih menyandang dua tongkat sebagai alat bantu untuknya berjalan, meskipun ia sudah lepas gips.
Sama seperti di tahun sebelumnya, Alora masih mencoba menghubungi Bara melalui telepon meski pada akhirnya ia dapat memastikan bahwa panggilannya tidak akan pernah terjawab, akan tetapi Alora tetap menekan tombol hijau di ponselnya pada kontak Bara.
Kedua alis Alora bertaut, tatkala yang ia dapat bukan nada tunggu telepon seperti tahun-tahun sebelumnya, melainkan suara operator yang menginformasikan bahwa nomor yang dihubunginya adalah salah. Apakah Bara mengganti nomor teleponnya? Pertanyaan itu muncul di benaknya.
Masih merasa penasaran, Alora mencoba sekali lagi menghubungi nomor tersebut, dan lagi yang ia dapatkan adalah informasi yang sama dari operator bahwa nomor tersebut adalah salah atau tidak lagi aktif.
Sejujurnya sulit sekali bagi Alora untuk memberikan alasan positif pada dirinya sendiri kali ini mengenai kenapa Bara mengganti nomor teleponnya, akan tetapi Alora tetaplah Alora. Apapun yang terjadi, ia masih tetap meyakini bahwa hubungannya dan Bara masih baik-baik saja dan Bara pasti memiliki alasan atas apa semua yang terjadi beberapa tahun belakangan ini, termasuk mengapa nomor telepon laki-laki itu mendadak tidak aktif. Ia percaya pada Bara, dan akan selalu demikian.
Mengacuhkan segala pemikiran negatif yang berlomba-lomba menyergap pikirannya, Alora mulai menata semua lilin yang ada ke atas tart cokelat di hadapannya.
Ia memandang menit pada jam yang ada di ponselnya, menunggu waktu yang tepat untuk menyalakan lilin-lilin tersebut.
Tepat pada menit 58 dari pukul sebelas malam waktu kota Bandung, Alora menyalakan semua lilin di atas tart cokelatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEBARA
Fanfiction"Jika menurut orang-orang definisi rumah untuk pulang akan selalu berbentuk manusia, maka aku harap kamu adalah satu-satunya manusia dan selamanya rumah berbentuk manusia itu untukku berpulang di masa lalu, masa sekarang, maupun masa mendatang." -NE...