42

50.1K 6K 672
                                    

Cafe Kenanga-menjadi tempat keberadaan Zidane saat ini. Dia memiliki janji malam ini bersama teman satu gengnya untuk merasakan keberhasilan dalam olimpiade yang dia ikuti, mungkin sudah terhitung sepuluh hari yang lalu. Dia akan merayakannya dengan mentraktir seluruh anggotanya, dan sengaja membooking tempat Cafe ini hanya untuk mereka.

Banyak mengeluarkan biaya? Itu sama sekali tidak masalah bagi Zidane, uang belanjanya perbulan saja menumpuk karena tidak dibelanjakan.

"Gue telat banget ya?" Zidane bergumam dengan helaan nafas.

Dia melirik ke arah jam tangannya, kemudian berjalan meninggalkan parkiran. Namun, baru beberapa langkah menjauh dari motornya, tatapannya mendadak tertuju pada seseorang laki-laki tua yang mengenakan pakaian lusuh, dan terlihat disibukkan dengan recehan-recehan yang ada di genggamannya.

"Ya Allah. " Perasaannya menjadi tak enak. Zidane dengan cepat masuk ke dalam Cafe, dan saat dia masuk semua tatapan para anggotanya yang sudah standby di sana mendadak tertuju ke arahnya.

"Zidane!"

"Ketua mau ngapain? Mau kemana?"

"Sebentar. " Zidane membalas tanpa menoleh ke arah pemilik suara, pemuda itu langsung pergi ke tempat pemesanan. Dia berinisiatif untuk memesan beberapa makanan dan minuman, secukupnya untuk laki-laki tua yang dilihatnya tadi. Dan kini, dia tinggal menunggu setelah dia menyebutnya pesanannya.

"Kenapa tuh?" Laksa bersuara, dahinya berkerut menatap ke arah Zidane yang nampak mondar-mandir menunggu pesanan. "Dia mesan buat siapa?"

"Iya, kok buru-buru?" Jeki menimpali, pemuda itu mengangguk-angguk melihatnya. "Mungkin ada keluarganya gitu di luar, iya kan?" Dia melirik anggota lain di sekitarnya, yang dibalas gelengan kepala.

"Tapi buru-buru itu weh!" Salah satu dari mereka bersuara. "Ya kali buat keluarga keliatan rada panik gitu, kecuali ... apa ya? Nggak tau gue. " Dia menampilkan wajah tidak bersalahnya.

Dika mendengus, dengan kesal pemuda itu memukul tengkuk pemuda tadi yang membuatnya merintih pelan dibuatnya. "Nyebelin banget kata-kata lo. "

"Aduh, sakit woy. Tangan lo enteng banget kek cewek!" Dia menatap tajam ke arah Dika, sementara Dika memutar bola matanya malas, cukuplah rasa kesalnya ini digantikan dengan tangannya yang membalas.

Lain halnya dengan Thala-pemuda itu melihat ke arah Zidane yang keluar dari Cafe dengan membawa kresek berisi makanan. Dia memfokuskan tatapannya sampai dahinya ikut mengerut, dia masih bisa melihat Zidane dari dalam Cafe ini, karena penghalangnya hanyalah kaca. "Pengemis?" Dia membatin, dia tidak tenang melihat Zidane yang sendirian di sana, dia ingin bergerak menyusul, namun seseorang menahannya.

"Jangan disusul. " Daffa, laki-laki yang tepat berada di samping Thala bersuara. Dia masih menatap ke arah Zidane di sana dengan tatapan menyipit. "Kita tunggu disini, kalo ada masalah kita susul. " Thala menghela nafas panjang dan memilih untuk menganggukkan kepalanya.

Sementara yang tengah diperhatikan dari jarak beberapa meter, Zidane berhenti sejenak. Dia menatap ke arah sekitarnya, dan saat dia menemukan seseorang yang dia cari, dengan cepat dia menghampiri.

"Assalamualaikum, Kek. " Zidane berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan laki-laki tua tersebut.

Laki-laki tua itu tersentak pelan. "Wa'alaikum salam Nak, ada apa ya?"

"Ini Kek, makanan buat Kakek. " Zidane menyerahkan kresek yang dibawanya, dengan senyuman yang terpatri di bibirnya. "Saya lagi ada acara di dalam, jadi saya sekalian bagi-bagi ke Kakek. "

"Masya Allah, ini beneran Nak?" Zidane mengangguk meresponnya. "Terimakasih Nak, terimakasih banyak. "

"Iya sama-sama Kek, dimakan ya makanannya. " Dia kemudian beranjak dari tempatnya, namun suara laki-laki tua itu membuatnya menghentikan aktivitasnya sejenak.

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang