12

1.8K 253 9
                                    

Pagi hari menyambut, membuat sinar matahari tampak cerah di hari Sabtu ini. Bunyi kicauan burung menjadi pelengkap pagi hari ini, membuat sepasang kekasih semakin terlelap dalam tidurnya. Namun tidak berselang beberapa lama, Becky yang sedang tertidur perlahan membuka matanya. Mengerjap-ngerjapkan matanya beberapakali untuk menormalkan penglihatannya, ia menguap dan mendesis pelan karena merasa sangat pusing.

"Freen. Freen."

Panggil Becky sambil menggoyang-goyangkan tubuh Freen dengan panik. Dalam keadaan kasur yang sangat berantakan, keduanya tidak memakai sehelai benangpun. Becky beranjak dari kasurnya dan langsung mengambil tisu, karena Freen tidak kunjung terbangun.

"Shh..."

Ringis Freen ketika Becky menyentuh bagian bawahnya yang masih terasa sangat perih. Rasa sakit mulai mendominasi miliknya, air mata Freen kembali mengalir deras menuruni sudut matanya. Tangisan Freen pecah, ia merintih kesakitan dengan suaranya yang serak.

"Hiks..."

Tangisan Freen membuat Becky menghentikan aktivitasnya. Becky merangkak naik ke atas tubuh Freen, ia mulai mengusap air mata Freen dengan perlahan menggunakan jari-jarinya.

"Mandi dulu, nanti ke rumah sakit ya?"

Ucap Becky dengan lembut. Kedua tangan Freen mencengkram kedua sisi pundak Becky dengan erat, mencoba menahan rasa perih yang luar biasa di bagian bawahnya. Tanpa di sengaja kuku-kuku Freen melukai pundak Becky, tapi Becky tidak mempedulikan kuku-kuku Freen yang menancap di kulitnya.

Dengan perlahan-lahan, Becky mulai menggendong Freen dengan hati-hati. Membawanya ke kamar mandi, ia menaruh Freen di bathtub dan mengisinya dengan air hangat hingga badan Freen terendam. Sungguh, Becky tidak mengerti. Mengapa darah terus mengalir di bagian bawah milik Freen tanpa henti, ia takut Freen kenapa-kenapa.

"Aku mens."

Ucap Freen. Suaranya terdengar pilu dan sesak pada indra pendengaran Becky, parau dan serak. Becky menggangukkan kepalanya mengerti, meskipun ia tidak pernah melihat langsung tapi Becky sering membaca buku sehingga ia mengetahui apa yang seharusnya ia alami juga tapi tidak terjadi kepadanya.

Becky mulai membersihkan tubuh Freen yang sesekali meringis sakit, banyak sekali tanda kepemilikan di leher sampai dada nya hampir semua berbecak kemerahan dan beberapa ada yang keungguan. Setelah selesai membersihkan Freen, Becky membersihkan dirinya sendiri. Becky kembali menggendong Freen, keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di badan mereka berdua masing-masing.

"Lemari."

Gumam Freen, tanpa bertanya Becky segera mengubah langkahnya menuju lemari kemudian membuka lemari tersebut menggunakan kakinya karena kedua tangannya sedang menggendong Freen. Tangan Freen terangkat mengambil pembalut kemudian ia melirik ke Becky yang mengangkat satu alisnya karena tidak mengerti tatapan Freen.

"Turunin aku."

Dengan terpaksa Becky menuruni Freen secara perlahan, tangan Becky dengan sigap langsung menahan kedua pundak Freen agar tidak terjatuh. Becky terlihat sangat khawatir, ia ingin menggendong Freen lagi tapi Freen menolaknya.

Kedua kakinya Freen bergetar, mencoba menampakkan kakinya menyentuh lantai dengan bantuan Becky yang menahan tubuhnya. Satu tangan Freen dilepas untuk memakaikan dalamannya, sedangkan satu tangannya lagi memegang tangan Becky. Beberapakali Freen hampir terjatuh tapi Becky selalu menjaganya, meskipun Becky sebenarnya tidak mau Freen berdiri ataupun berjalan sebelum rasa sakitnya sembuh.

"Aku ngga mau ke rumah sakit."

"Kenapa?"

"Ngga kuat."

Balas Freen yang sudah duduk bersandar di kasur dengan pakaian yang sudah lengkap sambil mengalihkan pandangannya. Becky tidak ingin memaksa Freen tapi jika Freen tidak ke rumah sakit, Becky takut Freen akan lebih parah. Tangan Becky terangkat, ia menangkup kedua pipi Freen agar menatapnya. Becky mengigit bibir bawahnya, begitu melihat Freen yang kembali meneteskan air matanya.

"Maaf."

"Aku ingin putus."

Perkataan yang Freen lontarkan, mampu membuat Becky terdiam. Kini perasaan Freen sangat terluka karena perbuatan Becky yang memaksanya melakukan hal itu ditambah dengan kedatangan bulan dalam waktu dekat, ketidakstabilan mengguncang hati dan pikirannya. Seperti ombak yang tak terkendali, perasaannya membanjiri Freen dengan kecemasan, kemarahan, bahkan kebingungan. Seolah merasa seperti daun yang terbawa angin, tak tahu arah yang benar.

"Aku akan mengambilkan makanan."

Ucap Becky mencoba menghindari topik pembahasan yang dapat memicu pertengkaran, ia bahkan tidak memberikan jawaban kepada Freen. Tanpa disengaja suara hentakan kaki Becky terdengar keras, entah mengapa Becky merasa geram bahkan tersulut emosi. Bahkan ketika ia sadar jika ponselnya sudah lenyap, Becky berdecak kesal mengingat kejadian semalam.

"Ah. Nona, barusan ada seseorang menitipkan kotak ini."

Ucap Zalfar sedikit tersentak karena kedatangan Becky yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya dengan waktu yang pas. Zalfar segera memberikan kotak tersebut kepada Becky yang langsung membukanya, kemudian mengambil ponsel di dalamnya dan membuang kotak kosong tersebut ke tong sampah.

"Aku ingin meminta tolong, bisa belikan makanan dan antar ke kamar Freen?"

"Tentu nona, apa yang nona inginkan?"

"Sayur sop ayam dan obat nyeri."

"Baik, akan saya belikan."

Balas Zalfar. Keduanya berjalan berlawanan arah, Zalfar yang keluar untuk membelikan makanan, sedangkan Becky kembali ke kamar Freen karena ia tidak ingin berlama-lama meninggalkan Freen sendirian.

Sambil mengecek ponselnya, Becky sedikit lega karena semua miliknya sudah berada di dalam ponsel meskipun ponselnya baru tapi sepertinya ayahnya memasukkan data serta kartunya ke dalam ponsel baru jadi Becky tidak perlu repot-repot mengulang dari awal.

Nyeri. Langkahnya berhenti tepat di depan pintu kamar Freen sambil satu tangannya memegang dadanya, ia mendongakkan kepalanya mendengar suara tangisan Freen yang berasal dari dalam. Becky ragu, ia tidak berani masuk. Freen terluka karena perbuatannya dan itu salah satu fakta yang tidak bisa dia hindari. Sebelum masuk ke dalam, sejenak ia menarik nafasnya dengan panjang kemudian menghembuskannya.

"Jangan pergi."

Gumam Freen ketika melihat Becky yang berada di depan pintunya. Becky langsung menghampiri Freen dan memeluknya, mengelus pucuk kepala Freen dengan lembut agar sedikit tenang. Padahal tadi Freen meminta putus tapi tiba-tiba berkata jangan pergi, sungguh membingungkan. Becky diam, membiarkan Freen menangis di dalam dekapannya hingga membuat kaos putih berwarna putih yang Becky gunakan kini basah.

Becky berusaha keras menahan perasaannya untuk tidak menumpahkan segala emosi yang ia rasakan, yang terpenting untuknya sekarang adalah Freen. Freen mendongakkan kepalanya menatap Becky, matanya sembab dan memerah akibat kebanyakan menangis. Mata Becky masih terpaku erat kepadanya, jari-jarinya dengan lembut mengelap air mata yang tidak kunjung berhenti.

"Aku tidak setuju dengan keputusan kamu."

Ucap Becky dengan tenang, membuat Freen sedikit terkejut. Becky meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Freen, bukannya tidak ingin mendengar balasan Freen tapi hati Becky lumayan tergoyak akibat suara Freen yang begitu memilukan seperti seseorang yang kehilangan suara tapi berusaha berbicara.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

MONSTER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang