Seperti sudah menjadi rutinitas baru nya. Setiap pagi, Becky akan selalu bangun untuk mengecek bayi tersebut. Memandikan bayi itu, meskipun masih agak sedikit takut karena Becky sangat tidak berpengalaman mengurus bayi. Tapi untungnya, semua ia lewati dengan aman. Butuh waktu yang lumayan lama, terlebih kewaspadaan serta kehati-hatian nya sangat tinggi ketika bersama bayi itu.
Setelah memandikan bayi itu, Becky langsung membaringkan bayi itu di kasur. Tangan mungilnya bergerak-gerak di udara dengan matanya yang menatap sekeliling. Kalau di perhatikan wajah sang bayi memang mirip Freen, terutama matanya dan pipi gembul nya. Tapi bagian hidung dan dagu mirip dengan Becky. Tentu saja Becky tidak menaruh curiga, lagipula Marissa memiliki wajah yang sama seperti dirinya.
"Baba!"
Becky menganggukkan kepalanya sebagai bentuk menanggapi perkataan bayi tersebut, padahal Becky sama sekali tidak mengerti apa yang sedang bayi itu katakan. Setiap bayi itu mengeluarkan suara tidak jelas, Becky hanya menggangukkan kepalanya sambil sesekali berdehem.
Tangannya terangkat menggendong bayi itu, kemudian melangkah keluar dari kamar dan menuju ke kamar satunya. Dahinya mengernyit sejenak ketika tidak melihat Freen di kamarnya tapi kembali seperti biasa setelah mendengar gemercik udara dari dalam kamar mandi. Becky menyenderkan punggungnya ke kasur sambil menggendong bayi itu, ia berniat menunggu Freen yang sedang mandi.
Setengah jam berlalu, Freen tidak kunjung keluar dari kamar mandi. Becky segera meletakkan bayi tersebut di atas kasur, tangannya perlahan membuka pintu kamar mandinya yang tidak terkunci dari dalam. Seketika matanya membulat, mendapati Freen yang sedang berjongkok tepat berada di bawah shower yang masih terus mengalir dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.
"Pergi kamu."
Teriak Freen ketika merasakan sentuhan di bahunya, dan air shower yang dimatikan. Becky semakin merasa bersalah kepada Freen yang sedang menangis sambil memeluk kedua lututnya sendiri. Becky hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun sambil memperhatikan Freen yang masih terisak.
"Kenapa kamu jahat sama aku!??"
Ucap Freen kemudian berdiri dan langsung memukul-mukul dada Becky dengan keras. Becky meraih tangan Freen tapi sebelum itu terjadi, Freen sudah lebih dahulu memindahkan tangannya menjauh dari Becky. Tubuh Freen seolah ingin merosot jatuh, dengan gerakan cepat Becky memeluknya tubuh yang semalam ia sakiti. Freen terus memberontak meminta dilepas, tapi apa dayanya karena tubuhnya lemas dari semalam.
Becky menghela nafasnya, dengan perlahan ia melepaskan pelukannya. Mengeringkan tubuh Freen dan memakainya handuk kimono, kemudian membawa Freen keluar dari kamar mandi. Freen langsung menghampiri bayinya yang terlihat excited melihat ibu nya, sedangkan Becky ia mengganti pakaiannya yang basah karena terkena air di tubuh Freen yang belum di keringkan.
"Pakai pakaian mu. Kita akan keluar."
Ucap Becky keluar dari kamarnya, tanpa menunggu jawaban dari Freen. Setelah sudah mengganti pakaiannya, Becky segera turun menuruni tangga. Matanya mencari keberadaan Heng, langkahnya menuju ruang tamu dan mendapati Heng yang sedang terbaring di sofa sambil menonton televisi di hadapannya.
"Apakah Irin sudah bisa di hubungi?"
"Belum, Tuan Leon sedang mencarinya. Sepertinya dia kabur dari kejaran Dokter gila."
"Dokter gila?"
"Ya. Ada seorang Dokter yang mengejarnya, mungkin saja dia terobsesi hingga membuat Irin kabur ketakutan melarikan diri dari kejarannya."
"Oh. Apakah Irin menitipkan pesan kepadamu?"
"Tidak ada. Terakhir aku bertemu dengannya di cafe, dia datang dengan nafasnya ngos-ngosan seperti babi. Dan dia menanyai mu tapi setelah itu dia berkata 'aku harus kabur dari dokter gila'."
"Pasti dia membuat masalah yang menyebabkan Dokter itu mengejarnya, ngomong-ngomong tolong jaga mansion."
"Apa kamu akan mengajak bayi itu juga?"
"Tidak, aku ingin berdua bersama Freen."
Heng menggangukkan kepalanya mengerti, sudah menjadi tugas barunya yaitu menjaga bayi. Meskipun Heng tidak selalu menjaga bayi itu, terkadang ia meminta bantuan kepada teman perempuannya yang lebih tau tentang urusan bayi.
Tidak berlangsung lama, Freen keluar sambil menggendong bayinya. Heng dengan sigap langsung mengambil ahli bayi yang berada di gendongan Freen, tanpa Heng beritahu pun Freen tau maksud tatapan Heng yang melirik kearah Becky. Tanpa ingin membuang waktu, Becky mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Freen dan membawanya masuk ke dalam mobil.
Satu alis Becky sempat terangkat ketika melihat Freen yang hanya diam, bahkan Becky sempat berpikir akan beradu mulut sebelum pergi berdua karena meninggalkan bayi nya tapi dugaannya salah.
"Ada tempat yang ini kamu kunjungi?"
"Hotel."
Balas Freen, membuat Becky mengernyit. Becky melirik kearah Freen sejenak, kemudian kembali fokus mengemudikan mobilnya dengan pikiran yang di penuhi tanda tanya. Tapi karena Freen ingin mengunjungi Hotel maka Becky menurutinya, pikiran Becky tentu melayang-layang seperti layang-layang yang berada di udara bebas.
Sekitar 20 menit akhirnya mereka sampai di salah satu Hotel berbintang 5. Mereka berdua turun dan masuk kedalam Hotel, Becky berjalan di belakang Freen yang seperti menuntun jalannya. Dengan perasaan bingung serta keheranan, Becky tetap mengikuti Freen tapi perasaannya sangat menjanggal sehingga membuatnya merasa aneh dengan sikap Freen yang tiba-tiba.
"Kenapa kamu memesan kamar?"
Tanya Becky setelah resepsionis memberikan Freen kunci kamar. Padahal Becky tidak berniat menginap, lagipula ia mempunyai mansion yang jauh lebih luas daripada Hotel. Tapi sayangnya Freen tidak menjawabnya, kakinya terus melangkah menyusuri koridor.
"Tunggu Freen, kamu ingin meninggalkan bayi mu sendirian?"
"Ada Heng."
Balasan Freen tentu tidak membuat Becky merasa puas. Hingga mereka berdua sudah berada di dalam kamar, keduanya terdiam. Tiba-tiba Freen merentangkan kedua tangannya dengan posisi duduk di kasur, sedangkan Becky masih berdiri di depan pintu.
"Apa yang kamu inginkan?"
Tanya Becky. Tapi tidak mendapatkan jawaban dari Freen. Helahan nafas terdengar ketika melihat mata Freen menjadi sayu, Becky berjalan mendekati Freen kemudian memeluknya.
"Namanya Emily, bayi kita."
Tidak ada ekspresi yang Becky tampilkan setelah mendengar pengakuan Freen, bahkan terlihat tenang tanpa ada tanda-tanda terkejut maupun shock. Dari lubuk hati paling dalam, Becky benar-benar berharap perkataan yang Freen lontarkan adalah kenyataan. Tapi sayangnya, ia tidak dapat mempercayai perkataan Freen begitu saja. Karena Becky tau jika Freen akan berbohong agar ia tidak menyakiti Emily, pikirnya.
"Tidak usah berbohong."
Perkataan Becky membuat Freen tersenyum miris. Freen mengeratkan pelukannya, rasa sesak di dadanya cukup menyiksanya. Mengigit bibir bawahnya kuat-kuat, mencoba menahan tangisan yang ingin keluar. Rasanya sangat menyakitkan, nyeri dalam dadanya seakan menusuk-nusuknya. Becky tidak mempercayai perkataannya, tentu membuat Freen hancur.
Tangan Becky terangkat, mengelus-elus punggung Freen yang bergetar. Becky tau jika kini Freen sedang mencoba menahan tangisannya, padahal Freen tidak perlu berbohong kepadanya karena pada akhirnya Becky sama sekali tidak akan menyakiti Freen maupun Emily. Becky hanya mengancam Freen agar tetap bersamanya, apapun caranya.
Keduanya memiliki pemikiran yang berbeda dalam menghadapi masalah. Satu kesamaan, keduanya saling terluka terlarut dalam kekecewaan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONSTER [COMPLETED]
Random⚠️DILARANG KERAS PLAGIAT, REPOST, REMAKE ATAU JIPLAK DALAM BENTUK APAPUN. She's a crazy girl || BECKFREEN. Original story by Exterly!