15

1.3K 231 8
                                    

Freen sedang sebal-sebalnya merutuki motornya yang tiba-tiba berhenti melaju, mesinnya mendadak mati. Bahkan Freen belum keluar dari area kampusnya, ia menggaruk lehernya yang tidak gatal.

Berpikir bagaimana caranya agar ia bisa pulang, mustahil jika Freen harus mendorong motornya sampai ke apartemen. Jika bisa pun yang ada Freen tepar di tengah perjalanan, menaiki motor saja memakan waktu 30-40 menit apalagi jika ia harus mendorongnya.

"Mogok?"

Freen menoleh kearah suara, ia menggangukkan kepalanya dengan pelan. Marissa tampak melihat sekeliling yang sepi, tidak heran karena sudah jam 19.00 malam.

Di tengah-tengah jalan keluar dari kampus, hanya ada terlihat mereka berdua karena Freen di hukum oleh Marissa dengan membantunya mengoreksi tugas kuis sehingga Freen baru selesai jam 19.00 dan berniat pulang tapi karena motornya yang mogok menjadi penghambat baginya.

"Masuk. Saya antar pulang."

Ucap Marissa. Freen terlihat ragu tapi ia tidak memiliki pilihan lain selain menerima tawaran dosennya tersebut, berakhir Freen masuk ke dalam mobil Marissa. Terpaksa Freen menerima tawaran Marissa agar bisa pulang ke apartemennya daripada harus mendorong motornya yang berakhir tubuhnya akan sakit semua.

"Makasih."

Balas Freen. Ia merogoh ponselnya, dahinya mengernyit heran ketika mencoba menghidupkan ponselnya namun nihil ponselnya tidak menyala sama sekali. Marissa melirik kearah Freen yang sedang ngedumel memarahi ponselnya, sepertinya ponsel milik Freen mati pikirnya.

"Kita ke Restaurant dulu, sekalian makan."

Ucap Marissa yang hanya di balas anggukan dari Freen. Lagipula mana mungkin Freen menolak dosennya, mengingat perempuan yang berada sampingnya adalah dosen galak. Freen takut berurusan dengan Marissa yang bisa mengancam keselamatan nilainya, dan menurutnya tidak masalah jika hanya sebatas makan bersama.

Flow - Millennium Hilton Bangkok.

Flow terletak menghadap ke sungai dan tempat duduk di dalam atau di luar di teras. Ruang makannya yang luas dengan langit-langit tinggi memberikan kesan elegan. Terdapat 5 dapur terbuka yang menampilkan berbagai masakan, termasuk Mediterranean, Thai, Japanese, South East Asia, dan Dessert.

Mereka masuk kedalam, menempati salah satu meja. Kini Freen berhadapan dengan Marissa, terlihat Freen bergerak tidak nyaman karena sepanjang perjalanan hingga sampai tidak ada percakapan. Matanya melirik kesana-kemari, Freen memutuskan melihat pemandangan sungai pada malam hari sambil menunggu pesanan mereka berdua.

"Kamu suka sushi?"

Tanya Marissa membuka topik pembicaraan bersamaan dengan pelayan yang sudah meletakkan pesanan mereka di hadapan mereka berdua. Marissa memesan coffee latte, daging asap, puding dan smoothies strawberry. Sedangkan Freen memesan sushi tuna dengan jus jeruk.

"Suka, kenapa?"

"Tidak. Hanya teringat dengan adikku, dia suka dengan sushi."

"Bu Marissa punya adik?"

"Iya, adik tiri. Ngomong-ngomong panggil saya kak, jangan Bu."

"Baik Bu, eh kak."

Balas Freen tampak berpikir. Rasanya mulutnya ingin merocos banyak pertanyaan tapi melihat Marissa yang sedang memakan makanannya, membuatnya merasa tidak sopan karena mengajak berbincang sambil makan. Namun rasa penasaran Freen lebih tinggi, terlebih dia adalah tipe yang suka berbicara dibandingkan hanya berdiam-diam an.

"Kakak dekat ya sama adik kakak?"

Tanya Freen tanpa mempedulikan image nya saat ini. Bahkan Freen terlihat antusias menanyakan hal itu, dan matanya berbinar-binar menantikan jawaban dari Marissa. Jujur, Freen adalah anak tunggal jadi dari dulu dia ingin memiliki adik tapi karena ayahnya sudah pergi terlebih dahulu meninggalkan mereka berdua jadi Freen tidak bisa merasakan mempunyai adik.

"Iya dulu."

Balas Marissa menjeda perkataannya. Freen yang melihat raut wajah Marissa, mengerutkan keningnya. Ekspresinya terlihat sedih namun anehnya Marissa tersenyum seolah sedang memikirkan sesuatu di pikirannya.

"Orang Tua kami memutuskan untuk berpisah. Ibu mencoba merebut hak asuh adik saya dan saya tapi gagal, jadi dia sekarang bersama ayah nya. Kita bukan saudara kandung karena ibu kami berbeda, sedangkan ayah kami sama."

Lanjut Marissa menjelaskan secara singkat latar belakangnya. Seketika Freen merasa bersalah karena menanyakan hal seperti itu, ia gelagapan bahkan tidak tau harus berbuat apa melihat Marissa yang menampilkan wajah murungnya.

"Maaf ka. Kakak sayang banget ya sama dia? Nanti suatu saat kakak bisa bersama adik kakak kok, pasti."

Ucap Freen menenangkan Marissa yang tersentak karena pucuk kepalanya di usap-usap lembut oleh Freen yang saat ini berdiri di sampingnya sambil memeluk kepalanya. Perbuatannya membuat hati Marissa tersentuh, hati yang ia tutup selama ini sedikit demi sedikit terbuka karena kenangan dimana masa keluarganya masih lengkap bersama.

"Eh maaf."

"Gapapa."

Balas Marissa, menoleh ke samping dan mendapati Freen yang sedang tersenyum manis kepadanya. Kemudian Freen kembali ke tempatnya, mereka berdua melanjutkan makan malam bersama dengan berbincang-bincang bahkan sesekali diiringi suara tawa.

Sekarang Freen menjadi sedikit tau tentang Marissa, meskipun terlihat menyeramkan tapi nyatanya Marissa memiliki hati yang lembut. Buktinya mereka kini mengobrol santai tanpa ada rasa canggung seperti teman lama yang kembali bersama setelah bertahun-tahun lamanya. Dan seperti yang kalian tau, Freen adalah tipe orang yang ramah sekaligus friendly meskipun dengan orang yang baru ia kenal.

Tanpa mereka sadari, waktu terus berjalan tiada henti. Mereka menghabiskan makan malam dalam waktu yang cukup lama, hingga jam dinding di Restauran menunjukkan pukul 21.00 malam hari. Freen tersadar terlebih dahulu ketika menoleh kearah luar kaca, dimana orang-orang masih ramai dengan hiasan lampu lentera bertumpu pada tiang yang menghiasi jalanan.

"Ayo, pulang."

Ajak Marissa yang baru sadar ketika mengikuti arah mata Freen. Marissa mengangkat tangannya, memanggil pelayan untuk meminta bill. Marissa menahan tangan Freen yang nyaris meraih bill, kemudian Marissa menyerahkan card pada pelayan.

"Eh? Eh? Eh? Woi!!!"

Jantung Freen langsung berdebar cepat ketika tangan Marissa menggandengnya keluar dari Restauran hingga genggamannya terlepas ketika masuk ke dalam mobil. Freen terdiam sambil beberapa kali ia meneguk salivannya sendiri, merasa aneh dengan jantungnya yang tiba-tiba berdebar ketika bersentuhan dengan Marissa.

"Apa karena kangen Becky kali ya? Mukanya mirip juga, mungkin karena itu juga kali ya? Jadi jantung gua ngira sama-sama Becky?"

Otak Freen berkecamuk dengan berbagai pertanyaan di benaknya. Selintas perasaan ingin melihat wajah Becky muncul, perasaan ingin memeluknya dan menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya. Tapi Freen tidak bisa karena Becky mempunyai pekerjaan jadi Freen tidak bisa memaksa Becky untuk terus bersamanya, bahkan hingga saat ini Freen tidak tau apakah Becky sudah membalas pesannya atau belum sejak tadi siang.

"Freen?"

Panggil Marissa sambil menyentuh lengan Freen yang seketika tersadar dari lamunannya. Freen menoleh kearah luar kaca mobil, ia melihat apartemennya kini sudah berada di depannya. Sebelum turun, Freen berterima kasih kepada Marissa atas tumpangannya dan makan malam.

Freen bergegas masuk kedalam apartemennya, memasuki lift ke lantai paling atas. Langkah kakinya terdengar santai sambil sesekali ia melompat-lompat, membayangkan kasurnya yang empuk dengan Fluffy yang menunggu kedatangannya. Tiba-tiba Freen merasa aneh, perasannya mendadak muncul begitu saja tanpa sebab ketika sudah berada di kamar apartemennya. Dengan perlahan tangannya menekan pin dan pintu otomatis terbuka, tubuhnya seketika kaku.

"Habis darimana?"

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

MONSTER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang