8 bulan berlalu. Kini usia kandungan Haruna sudah menginjak 9 bulan. Ukuran perutnya juga semakin besar sampai saat ingin membungkuk pun rasanya susah, ketika Haruna berjalan perutnya terasa berat seperti membawa batu berkilo-kilo di dalamnya.
"Sialan. Aku ini sedang mengandung batu atau bayi sih ? Perutku rasanya berat sekali, kamisama aku ingin cepat-cepat melahirkan agar aku bisa main bola lagi."
Haruna yang duduk di sofa terus mendumel di dalam hatinya. Dan tiba-tiba perutnya terasa sangat mulas, tak hanya itu dia juga merasa ingin buang air kecil.
"Kenapa tiba-tiba perutku terasa mulas? Rasanya juga aku ingin buang air kecil."
Saat Haruna baru saja akan pergi ke kamar mandi sesuatu mengalir dengan deras keluar membasahi jenjang kakinya. "Ada apa ini ? Aku ngompolkah ?". Begitu melihat kebawah alangkah terkejutnya dia melihat cairan berwarna jernih dan terdapat sedikit lendir, juga samar-samar tercium bau manis.
Bibirnya langsung bergetar dan akhirnya ia pun tersungkur di lantai, tahu apa yang akan terjadi setelahnya ia berusaha menggapai ponsel yang di letakan dia tas meja untuk memanggil suaminya.
.
.
.
.
.
.
.Sementara itu Yoichi yang tengah makan siang tak sengaja menjatuhkan salad buahnya.
"Isagi kau menjatuhkan saladmu" ucap Igaguri sembari mengunyah makanannnya.
"Iya aku juga tahu" dia lalu mengambil serbet untuk membersihkan kotorannya.
"Perasaanku tiba-tiba tidak enak."
Ponsel miliknya yang di letakan di dekat nampan makanannya berbunyi, Yoichi kemudian beralih mengambil ponselnya lalu mengangkat teleponnya.
"Halo ?."
"Yo-Yoccha."
"Hm ? Haruna. Suaramu terdengar gemetar, ada apa ?."
Lenggang sejenak Haruna akhirnya kembali berbicara, dan kali ini ucapannya berhasil membuat Yoichi terdiam seribu bahasa.
"Air ketubanku pecah."
"Hah, a-apa ? Pecah ?."
Belum sempat istrinya yang berada di seberang telepon menjawab sambungan panggilan teleponnya tiba-tiba mati membuat Yoichi panik.
"Ha-halo, halo Haru ?."
Beberapa rekan timnya yang menyantap makan siang di meja yang sama dengannya menatap bingung ke arah Isagi.
"Apa terjadi sesuatu pada istrimu ?" Tanya Kurona yang duduk di bangku sebelah Hiori.
"A-anu... Tolong bilang pada pelatih aku izin pulang, ada urusan." Yoichi kemudian pergi begitu saja tak lupa membawa ponselnya.
"Tapi latihannya..."
"Sudah biarkan saja" kata Hiori yang langsung memotong ucapan Igaguri.
● ● ●
Yoichi langsung berlari menuju kamar apartemennya begitu sudah sampai. Begitu berhasil sampai di depan pintu kamarnya dengan Haruna dia langsung membuka pintunya dengan keras.
Saat di buka dia begitu terkejut melihat istrinya yang sudah berada di lantai dengan keadaan air ketuban yang sudah merembes melapisi jenjang kaki istrinya, dan mengotori lantai. Yoichi langsung berlari masuk ke dalam menghampiri istrinya tanpa melepas sepatunya.
"Sayang! Astaga, ayo kita ke rumah sakit."
"Di- di sini saja aku ingin melahirkan di sini saja, ketubannya sudah pecah. Kumohon panggil bidan!."
Yoichi hanya mengangguk pertama-tama ia akan membawa istrinya ke kamar. Begitu Haruna sudah di baringkan di atas ranjang Yoichi langsung menelepon pihak rumah sakit untuk mengirim bidan.
.
.
.
.
.Setelah menunggu berselang lama bidan bersama asistennya akhirnya datang dan langsung masuk ke kamar.
"Atas Tuan Isagi dan Nyo..."
"Iya itu saya. Tolong jangan banyak bicara cepat bantu istri saya, dia sudah kontraksi."
Sang bidan mengangguk dia mengambil masker dan sarung tangan dan mulai melakukan proses persalinan. "Tolong ambilkan air" perintah wanita tersebut kepada asistennya dan asistennya hanya menuruti.
"Tuan Isagi sebaiknya tunggu dulu di luar kamar."
"Tapi..."
"Tenang saja kami akan mengatasi ini."
Yoichi tidak punya pilihan lain selain menurut, begitu keluar pintu bel apartemennya berbunyi. "Siapa gerangan yang datang di situasi seperti ini ?" Batinnya.
Saat pintunya di buka netra biru tuanya melihat ada Reo yang datang entah untuk apa. "Reo! Ada perlu apa datang kemari ?."
"Aku ke sini untuk menjemput..."
"AAAAAAH!."
Reo menghentikan ucapannya begitu mendengar suara jeritan Haruna, setelah jeritannya berhenti barulah terdengar suara tangisan bayi yang begitu keras.
Yoichi langsung kembali berlari ke kamar tanpa memperdulikan Reo yang masih memproses situasinya. Saat berada di kamar dia melihat asisten bidan tersebut yang baru saja selesai memandikan bayi yang baru saja di lahirkan ke dunia kemudian membungkus tubuhnya yang masih merah dengan kain hangat.
Air mata Yoichi mengalir begitu melihat putrinya yang selama ini ia tunggu kehadirannya akhirnya datang ke dunia dengan sempurna dan sehat.
"Ini bayinya sudah di mandikan. Anda sudah boleh menggendongnya."
Yoichi mendekati wanita tersebut lalu mengambil putrinya dari gendongannya. Dia memandang wajah putrinya yang tengah tertidur pulas setelah di mandikan. Kemudian bayi itu ia letakan di samping istrinya yang tengah terbaring lemas.
Haruna dengan mata sayunya melihat ke arah putrinya yang tertidur, tangannya dengan lemah mengusap pipi berisi milik putrinya.
"Kau melakukannya dengan baik sayang."
"Yoichi aku tidak tahu harus bilang apa, tapi rasanya ini masih seperti mimpi melihat anak kita tertidur di sebelahku."
Yoichi mengusap puncak kepala Haruna lalu pandangannya berpindah melihat putrinya.
"Selamat datang di dunia. Isagi Ruka."
Bersambung...
Next Chapter : Kunjungan
______________________________________A/N : Halo reader's tachi gimana puasa kalian lancarkan ? Kalo author sendiri sih sekarang lagi ada halangan. Maaf ya kemarin² belum bisa up chapter soalnya ada TO, sama ide cerita lagi buntu.
Jadi author sekali lagi minta maaf buat para reader's yang udah nunggu lama. Sebagai rasa permintaan maafnya autor kasih anak ke Haru sama Isagi 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriege Life Isagi Yoichi x Oc
RomanceBagaimana rasanya saat masih berada di bangku universitas, dan masih berusia 19 tahun. Tiba - tiba sudah di hadapkan dengan sebuah perjodohan mendadak yang di buat oleh orang tua, Haruna sebenarnya keberatan dengan keputusan orang tuanya. Di tambah...