Jika jatuh itu terasa sakit, lantas mengapa banyak orang merasa bahagia ketika jatuh cinta?
Perempuan bertubuh pendek dengan kacamata yang membingkai wajahnya itu berjalan mengendap, sejak lima belas menit yang lalu ia melihat Sadam dengan senyuman lebar berjongkok lama di depan kandang yang di huni oleh Marble, kucing patah kaki milik perempuan tempo hari yang ia ingat bernama Sherina. Langkahnya kian dekat dengan posisi Sadam ketika ia memang harus mengecek kondisi kucing-kucing lain yang juga dirawat disana.
"Ekhem... Mas Sadam! Perasaan pasien rawat inap tuh banyak, yang itu terus yang di tengokin?!" Ucapan Kiki kali ini membuat Sadam yang tengah mengusap pelan bagian bawah dagu Marble merubah ekspresinya sebelum menengok ke arah Kiki.
Kiki lantas berpindah ke kandang lain, memberi makan dan obat untuk pasien-pasien gemasnya. "Mentang-mentang yang punya Marble cewek spesial, jadi spesial juga kucingnya.. Yang lain juga mau di sayang-sayang kaliii mas!" Kiki yang sudah mengenal Sadam bahkan sejak ia masih balita, beruntung bisa di percaya Sadam untuk bekerja sejak awal klinik itu berdiri. "Yang kemarin itu teman SD atau mantan yang pura-pura udah gak kenal mas?"
Sadam berdiri, melangkah ke kandang lain tanpa sedikitpun menoleh. "Ki, cairan infusnya Tobi sudah bisa di lepas, kondisinya sudah stabil. Tapi tetap dalam pantauan dua jam ke depan ya, kalau sudah oke kabari pemiliknya dia sudah bisa di jemput sore ini." Ucap Sadam tanpa menggubris kalimat Kiki sebelumnya.
Kiki mencibir sebal karena pertanyaannya tak terjawab. "Oke mas!" Jawabnya "itu Marble harusnya udah bisa pulang juga kan hari ini?"
"Iya, tolong hubungi ibunya nanti ya. Tapi seharusnya dia ingat sih kalau hari ini Marble bisa di bawa pulang.." Sadam beralih ke kandang lain kemudian terlihat mengingat sesuatu. "Oh iya, itu pasien-pasien steril juga tiga-tiganya sudah bisa di jemput sore ini ya Ki.."
Kiki mengangguk-anggukan kepala "Ibunya Marble? Mbak Sherina?"
"Hmmm.. tolong forward data yang sudah bisa pulang ke Didit, hari ini dia yang jadwal jaga sore kan? Nanti malam jangan lupa rekap keuangan Ki.." Lagi-lagi Kiki mendengus, Sadam dua kali menghindari pertanyaannya.
"Iyaaa iyaaaa.." ucapnya sebal.
"Eh satu lagi Ki.. weekend ini jadwal praktek saya libur ya. Saya ada keperluan dulu.."
"Mau datang ke Art Showcase ya?" Ucapan Kiki ini membuat Sadam menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke arah perempuan itu "Saya lihat posternya di meja mas Sadam kok.." Kiki yang di tatap tajam begitu kelabakan, kemudian dengan sedikit berlari ia menuju ke lantai dua dimana ruang isolasi kucing yang terkena virus panleukopenia berada.
Sadam melepas snelli-nya, kemudian di sampirkannya pada sandaran kursi. Tangannya meraih poster yang di bicarakan Kiki beberapa saat lalu. Pameran tunggal pertama Sherina, rasanya Sadam tak sabar ingin segera mengganti hari. Ia berpikir, membawakan hadiah apa untuk Sherina sebagai apresiasi untuk karya-karya yang dibuatnya?
Derap langkah terburu-buru itu terdengar, Kiki muncul di pintu ruangan Sadam dengan terengah "Mas.. itu mas.. anu..."
"Kenapa?" Sadam menegakkan tubuhnya.
"Si gimbal, meninggal.."
Satu pasien bulu yang memang dalam keadaan kritis di ruang isolasi itu terlihat sudah kaku saat Sadam mengeluarkannya dari kandang. "Kamu hubungi pemiliknya, tanya mau di ambil atau kita yang kuburkan?" Sadam membungkus tubuh kucing yang kaku itu dengan kain dan plastik berwarna putih. "Kandangnya tolong di sterilkan nanti.." ujarnya kemudian.
Bukan tak iba, kejadian seperti ini bahkan sudah biasa Sadam hadapi. Apalagi mengingat kondisi Gimbal yang memang sudah kritis sejak awal kedatangan membuat Sadam dengan mudah memprediksi jika kucing itu tak akan bertahan lama, namun tak ada salahnya untuk di perjuangkan dulu hak hidupnya. Sadam mencuci tangannya, kembali masuk ke dalam ruangan pribadinya saat lagi-lagi Kiki mengganggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Jiwa
FanfictionKaulah bidadari yang menari Bawa diriku terbang bersama angan Namun tak selamanya semua kan jadi indah Matamu berbicara, kisah kita mungkin berakhir indah.