18

134 12 19
                                    

Kadang kita berhasil membahagiakan orang lain, tapi gagal membahagiakan diri sendiri.

***

"Mi, udah sibuk aja subuh-subuh gini?" Sadam yang baru saja masuk ke area dapur di rumahnya untuk membuat kopi itu sedikit terkejut mendapati ibunya terlihat sibuk memasukkan pudding ke dalam cooler bag.

"Iya dong, nih semalem mami bikinin pudding buat temen-temen volunteer.. Yang ini spesial buat Sherina ya Dam." Satu loyang berukuran cukup besar itu masuk ke dalam cooler bag yang lainnya.

Mendengar nama Sherina di sebut, Sadam rasanya ingin kembali masuk ke dalam kamarnya, menenggelamkan diri di balik selimut tanpa perlu bertemu dengan siapapun. Sadam mengangguk sebelum akhirnya menyambar cangkir untuk membuat kopi. Melihat reaksi anaknya, membuat bu Ardiwilaga mengernyit heran. Biasanya anak tunggalnya itu akan bereaksi dengan antusiasnya, pagi ini ia terlihat lelah bahkan sebelum memulai kegiatannya.

"Kenapa Dam? Ada masalah?" Bu Ardiwilaga merapikan dua cooler bag itu, di letakan nya di sisi meja dapur lalu beralih untuk menyiapkan sarapan. "Kelihatannya capek banget.." sambungnya.

Sekali lagi, Sadam menghela nafas sebelum menatap maminya. "Sherina, lagi usaha comblangin Sadam sama orang lain. Aneh kan mi?"

"Eh? Comblangin gimana? Kalian putus?"

Sadam membawa cangkir yang sudah terisi dengan kopi itu untuk duduk di kursi meja makan. "Enggak, hubungan kita malah baik-baik aja. Cuma ya mami tahu juga kan kalau kita beda. Kayaknya ucapan papi waktu itu bikin dia kepikiran sebegininya.." bu Ardiwilaga menggelengkan kepalanya, turut prihatin dengan hubungan cinta sang anak. "Dia comblangin aku sama dokter hewan langganan kakaknya yang punya shelter, namanya Rebecca. Sherina bilang aku sama Rebecca cocok dari segala sisi termasuk agama." Sadam meneguk sedikit kopi panasnya. "Cocok menurut dia aja. Kalau aku gak merasa ada spark nya kan ya mana bisa?! Lagian cinta nya aku udah abis di Sherina rasanya. Kalaupun nantinya dia yang malah ketemu orang lain aku gak apa-apa sih buat gak nikah.."

"Ya bagus dong, dia comblangin kamu dulu sebelum ninggalin kamu. Artinya dia gak mau kamu sedih berkepanjangan.. malah bilang gak apa-apa gak nikah! Coba di ajak dulu ketemu mami papi itu Rebecca nya!" Ucapan pak Ardiwilaga yang baru saja mereka sadari keberadaannya itu membuat Sadam mendecih sebal sedangkan bu Ardiwilaga menggeleng pelan, bingung harus bagaimana.

Bagi wanita itu, kejadian Sadam kehilangan gairah hidupnya dulu sudah cukup menyiksa. Tak perlu di ulang untuk ke dua kalinya. Meski ia tahu anaknya kini cukup dewasa menyikapi segala kejadian yang ia alami, namun siapa yang tahu bagaimana nanti ketika hubungannya dengan Sherina benar-benar berakhir?

"Mami ikut ke Bogor deh Yang. Papi pergi ke Bandung tiga hari ini kan? Bosen mami di rumah, pengen lihat juga gimana kucing-kucing disana. Si Snowy titip di Klinik aja boleh?"

"Siap-siap dulu deh.. bentar lagi jalan ya mi!" Sadam beranjak, membawa cangkir kopinya tanpa menatap pak Ardiwilaga yang baru saja duduk di hadapannya. Tak bisa di pungkiri, pria itu pun merasa khawatir dengan anaknya. Namun membuatnya optimis untuk bisa dengan Sherina adalah hal yang justru akan membuat anaknya merasa lebih sakit di kemudian hari menurutnya.

"Yeehh.. papi baru mau ngobrol ini Dam, malah di tinggal." Keluhan pak Ardiwilaga ini tak mendapat respon apapun dari Sadam yang menghilang di balik dinding dapur.

"Kita harus gimana ya pi?" Kini raut khawatir dari bu Ardiwilaga tak bisa lagi di tutupi di hadapan sang suami.

"Ya gimana atuh mi? Dari awal yang di mulai mereka teh sudah salah.. ya kecuali Sherina nya mau ikut kita!"

Hasrat JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang