Jika harus membaca ulang tiap halaman dari kisah hidupku, halaman ini akan menjadi salah satu kisah dengan kesalahan yang terindah.
***
Membalik tubuhnya, sekali lagi Sherina menarik nafas sebelum menggeser gerbang rumahnya yang sudah tak terkunci. Tentu Sadam sudah berada di dalam rumah nya, mengingat mobil yang terparkir di depan rumah adalah milik lelaki itu.
Membuka pintu rumah, terdengar suara tawa Sadam yang sesekali menyebut nama Marble dari arah dalam rumahnya. Mendengar tawa itu, membuat tanya muncul di benak Sherina. Akankah tawa itu selalu bisa di dengarnya nanti? Tega kah mengubah tawanya menjadi isakan tangis?
"Eh? Udah pulang? Kok aku gak denger gerbang di buka?!" Sadam dengan tangan yang terbungkus sarung tangan plastik muncul dari pintu ruangan milik kucing-kucing Sherina. Pria itu ternyata sibuk membersihkan kekacauan disana.
Keinginan untuk memeluk Sadamnya membuat Sherina bergerak cepat menghampiri, "Tunggu, aku belum selesai beresin tempat anak-anak Yang.. tangan ku kotor!" Sadam menolaknya? Pria itu bergegas mengambil kantong plastik lalu kembali masuk menghampiri tiga kucingnya.
Sherina memutuskan untuk duduk di depan meja makan. Menunggu Sadam selesai dengan tugasnya yang seharusnya adalah tugas Sherina. Momen yang mungkin takkan lagi Sherina dapati lagi nanti.
matanya terus mengikuti pergerakan Sadam, seolah menyimpan semua detail yang pria itu lakukan di rumahnya, tak mau melewatkan sedetikpun waktu mereka yang hanya tinggal enam bulan, di sela waktu Sherina mengenal Gian.
"Kenapa sih dari tadi diem mulu ngeliatin aku kayak gitu?!" Sadam meraih lap untuk mengeringkan tangannya yang baru saja selesai ia cuci. "Kangen ya?" Jarinya mencolek ujung hidung Sherina yang masih terduduk di tempatnya sebelum Sadam merentangkan tangan memeluk perempuan itu.
Sherina tersenyum, balas memeluk Sadam. Menenggelamkan kepalanya di dada pria itu, mendengar dengan seksama detak jantung Sadam di telinganya. "Kamu baik-baik aja kan?Gimana ketemu sama ayah semalam? Ini kamu ninggalin anak-anak dari kapan deh? Terus itu tadi puding kenapa gak di masukin kulkas dulu sih semalem?" rentetan kata dari Sadam membuat Sherina terkekeh namun di saat yang sama mati-matian menahan agar air matanya tak terjatuh.
"Aku semalem buru-buru pergi, nemenin ayah meeting untuk grand opening cabang baru tokonya terus semalem nginep disana.. maaf ya telepon kamu gak aku angkat.."
"Gak apa-apa, aku seneng kalian berusaha memperbaiki hubungan, yang penting kan sekarang kamu pulang lagi ke aku.." Sadam mengusap lembut punggung Sherina.
Sherina mendongakkan kepalanya menatap Sadam. "Dam, kamu tahu kan aku cinta banget sama kamu?" pertanyaan dengan suara yang tertahan ini membuat Sadam sedikit memundurkan tubuhnya, menatap kedua mata Sherina.
"Kenapa Sher? Ayah ada bilang sesuatu?"
Sherina menggeleng "A-ku cuma pengen kamu tahu aja, aku cinta banget sama kamu.." Sherina mengeratkan peluknya di pinggang Sadam, menghilangkan jarak yang di buat Sadam.
Seperti apa pun Sherina beralasan, kecurigaan Sadam tetap tak bisa di elakkan. Namun untuk saat ini di banding mendesak Sherina, Sadam lebih memilih mengusap kepala perempuan di pelukannya itu sebelum tak lagi ada waktu untuk mereka berdua.
"Eh, kamu lagi capek gak? Masakin aku dong Yang.." pinta Sadam setelah beberapa saat keduanya terdiam dalam posisi saling memeluk.
Sherina membuka matanya yang terpejam, melirik ke arah jam dinding. Sudah mendekati jam makan siang, menyebalkan, ia merasa waktu berlalu dengan cepat. "Mau di masakin apa?" tanya nya di saat yang sama melepas peluknya di tubuh Sadam, membiarkan pria itu membuka lemari pendingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Jiwa
FanfictionKaulah bidadari yang menari Bawa diriku terbang bersama angan Namun tak selamanya semua kan jadi indah Matamu berbicara, kisah kita mungkin berakhir indah.