Pada akhirnya dia yang pernah terluka kembali tertarik untuk merasakan cinta lagi.
***
Perempuan itu sedari tadi hanya memandangi atap kamar di tengah posisi berbaringnya. Matanya sama sekali tak bisa terpejam, entah terlalu excited dengan apa yang akan di gelar esok hari atau ada hal lain yang mengganggu pikirannya? Tangannya terulur, mengelus Simas yang mendengkur halus di sebelahnya. Tiba-tiba terlintas pikiran tentang ayahnya bersamaan dengan munculnya harapan jika pria itu esok akan datang untuk mengapresiasi karya-karyanya dan mengakui jika anak tunggalnya ini berhasil mewujudkan mimpinya yang juga menjadi mimpi mendiang istrinya. Sherina menghela nafas, mengusir harapan yang ia tahu akan menyakitinya jika terus ia indahkan, terlalu jauh, terlalu tinggi.
Handphonenya berdering, membuatnya mau tak mau bangkit dari posisi nyamannya, menyamar benda yang memekik nyaring itu.
Drh. Sadam Ardiwilaga
Mengernyit bingung, namun beberapa detik setelahnya ia ingat Marble. Ada sesuatu yang terjadi dengan Marble-kah hingga Sadam meneleponnya malam-malam?
"Halo?" sapa Sherina, setelahnya terdengar deheman di seberang.
"Aku.. ganggu gak?" Sadam mengusap tengkuknya bingung. Jemarinya sejak awal hanya ingin mengirimkan pesan pada Sherina meski berakhir dengan kegiatan mengetik, menghapus, mengetik lagi dan menghapus lagi. Memilah kata yang tepat lantas reflek menekan icon telepon pada kontak Sherina.
"Kebetulan lagi gak sibuk sih. Ada apa ya? Terjadi sesuatu dengan Marble?" Sherina melangkah keluar dari kamar, tak ingin mengganggu dua anabul yang terlihat nyenyak tertidur di kamarnya.
"Ah, Marble ya? Aman kok, dia baik-baik aja disini." Sadam menatap kucing kecil yang tertidur di dalam kandang besi yang beberapa malam ini ia letakkan dikamarnya agar tetap dalam pantauan mata. "Gimana persiapan besok?"
Lagi, Sherina mengernyit namun ia jelas paham yang di maksud Sadam adalah tentang pamerannya. "Lancar kok.."
"Selamat ya.."
Sherina reflek tersenyum, lantas jemarinya menyentuh bibirnya agar bisa menghilangkan lengkungan bibirnya itu. Ini kali pertama ia di 'selamati' bahkan sebelum pamerannya berlangsung. Hal yang tak pernah lagi ia dapat sejak 'malaikat' nya pergi. "Makasih.." jawabnya. Pipinya bersemu merah dengan mata berkaca-kaca teringat ibunya.
Dulu, ibunya akan selalu memberikan selamat padanya atas apapun pencapaian yang akan di raihnya di hari esok. Hal itu yang membuat Sherina tak pernah merasa takut, karena ia tahu apapun hasil yang di dapatnya, ibunya akan tetap berbangga hati.
"Pamerannya mulai di buka jam berapa besok?"
Suara Sadam membuat Sherina kembali fokus pada situasinya saat ini. "Di poster yang waktu itu aku kasih ada jam nya kok.. jam sembilan pagi.."
"O-oh.. kertasnya di klinik..hehe"
Sherina terkekeh, "Kalau lagi senggang, dateng ya.." ucapnya.
"Pasti dateng!" Sadam terdengar penuh semangat. "Belum tidur nih jam segini?"
Sherina lantas melirik jam dinding di ruang tengah. Jam sebelas malam. "Tadi udah mau tidur, ku pikir Marble kenapa-napa.."
"Ya ampun sorry ya jadi ganggu.." Ujar Sadam tak enak. "Ya udah deh, sampai ketemu besok ya Sher.."
"Gak apa-apa kok.." jawab Sherina yang juga jadi merasa tak enak. "By the way, makasih ya Dam."
"Hmmm.. selamat istirahat Sher.." setelahnya panggilan terputus menyisakan Sherina yang tersenyum sementara Sadam salah tingkah tak mengira jika teleponnya akan di jawab Sherina dengan begitu ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Jiwa
FanfictionKaulah bidadari yang menari Bawa diriku terbang bersama angan Namun tak selamanya semua kan jadi indah Matamu berbicara, kisah kita mungkin berakhir indah.