Ini tentang perjalanan, jangan di pikirkan akhirnya tapi jalani saja prosesnya.
***
Sadam terlihat sibuk merapikan alat-alat yang baru saja selesai ia sterilkan setelah di gunakan untuk membedah tadi. Sedangkan Didit yang baru saja tiba untuk berganti shift dengan Kiki sibuk membersihkan meja operasi.
"Mas Sadam, ada chat ke nomor saya, konfirmasi alamat pengantaran lukisan. Ini gak salah mas satu set isinya lima lukisan?" Kiki yang sudah bersiap untuk pulang itu menunjukkan isi pesan di handphonenya ke arah Sadam.
"Oh, iya.. itu punya papi.. kabarin ya kalau lukisannya sampe nanti biar saya minta tolong karyawan papi untuk ambil, itu mau di pajang di kantor papi soalnya.." Didit yang tengah menaruh alat pel di surut ruangan menghampiri mereka berdua.
"Berapa duit ini mas? Ya ampun.." ucap Kiki lagi, lalu membuka file PDF yang di kirimkan padanya untuk melihat detail harga yang di bayar Sadam demi pujaan hatinya. "Dit, ya Allah Dit, mau deh gue jadi pelukis.." ucap Kiki setelah tahu jumlah nominal yang tertera disana.
"Jual sepuluh lukisan aja juga bisa beli mobil mewah ini.." Didit yang ikut melihat layar handphone Kiki kali ini ikut berujar takjub. "Mas Sadam kalau sudah bucin ngeri ternyata.." ucap Didit pelan.
"Ini bapak beli karena memang beliau mau atau mas Sadam yang minta?" tanya Kiki sambil memperhatikan satu persatu lukisan yang tertampil di handphonenya.
"Papi memang mau, tapi lukisan yang papi mau itu kebetulan udah saya beli, ya saya tawari yang lain lah Ki.. lagian masa papi gak support karya calon mantunya sih?" jawab Sadam dengan begitu percaya diri seolah ia dan Sherina sudah menjalani hubungan yang serius.
"Udah calon mantu aja mas, satu server gak tuh?" ucapan Kiki kali ini membuat Sadam tertegun sejenak, mengusap tengkuknya.
"Aahh, jalani dulu aja sih Ki, jodoh mah gak ada yang tahu!" jawab Sadam kemudian berlalu menuju ke ruangannya.
"Lo kalau ngomong jangan kayak gitu Ki, bikin mood orang kasmaran ngedown aja lo!" ucap Didit. "Sana balik lah!" Usirnya kemudian.
Di dalam ruangannya, Sadam terlihat berpikir. Bukan ia tak tahu, bahkan sejak awal ia menaruh hati pada Sherina ia sudah sangat tahu jika perempuan itu tak sejalan dengannya. Entah Sherina tahu atau tidak, yang pasti hati dan intuisi Sadam masih terus tetap mengarah pada perempuan itu bagaimana pun caranya.
Sadam menatap jam pada layar handphonenya, sebentar lagi jam praktek nya berakhir dan sudah tidak ada lagi antrian pasien untuknya siang ini. Sepertinya berkunjung ke galeri Sherina bukanlah ide yang buruk, sekalian untuk mengantar perempuan itu pulang nanti.
***
Sherina baru saja memesan taksi online untuk menuju ke showroom mobil setelah ia memutuskan untuk membeli kendaraan baru untuknya, tentu atas saran dari Agnes yang mengetahui detail jumlah pendapatan Sherina dari lukisan yang sudah terjual. Perempuan itu sengaja pergi dari galeri sedikit lebih awal hari ini untuk melihat langsung mobil yang sudah di pilihnya melalui layanan online siang tadi, baru saja ia berniat untuk duduk di depan pintu masuk galeri disaat yang sama Sadam muncul disana, baru akan masuk ke dalam galeri.
"Eh.. Haiii..." Ujar keduanya bersamaan lalu sama-sama terkekeh.
"Mau kemana?" tanya Sadam setelahnya.
"Showroom.."
Sadam memiringkan kepalanya, bertanya hanya dengan menatap Sherina lekat meminta penjelasan. "Alhamdulillah lukisanku di hari kemarin cukup banyak terjual, Agnes bilang aku bisa ambil mobil lagi untuk ganti mobilku yang... dicuri?" setelahnya Sherina terkekeh, menyebut kata dicuri untuk barang yang bahkan ambil oleh seseorang yang menjadi bagian dari hidupnya rasanya aneh, namun kenyataannya begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Jiwa
FanfictionKaulah bidadari yang menari Bawa diriku terbang bersama angan Namun tak selamanya semua kan jadi indah Matamu berbicara, kisah kita mungkin berakhir indah.