9

189 14 21
                                    

Semoga ketika ini harus berakhir, kita di jauhkan tanpa ada salah satu hati yang tersakiti.

***

Hujan turun semakin deras di luar, namun gemuruh petir yang biasanya menakutkan itu kini terdengar biasa saja di telinga Sherina, tertutup suara detak jantungnya penuh cinta. Tangannya membawa sepiring udang asam manis dan cah kangkung di piring lain untuk kemudian ia letakkan di meja makan.

"Hmmmm.. dari baunya aja aku udah bisa nebak rasanya!" Sadam menarik nafas, menghirup harum masakan di hadapannya. Masakan sederhana yang terlihat mewah di mata Sadam. Sherina melebarkan senyum, menaruh dua piring nasi.

"Selamat makan!" keduanya berujar bersamaan lalu tertawa.

"Berdoa dulu jangan lupa!" Sherina mengingatkan. Duduk berhadapan dengan cara berdoa yang berbeda. Sherina menepis apapun yang ada di pikirannya tentang hubungannya dengan Sadam yang baru saja di mulai. Yang Sherina tahu dan yakini adalah ia menginginkan Sadam selalu ada di dekatnya.

"Enak banget Sher! Masakan mami sih kalah ini!" Sadam terdengar bereaksi berlebihan.

"Ngaco kamu ah.. dimana-mana masakan seorang ibu itu pasti jadi yang paling enak!"

"Ya kan kamu juga ibu dari anak-anak aku.." Sherina menghentikan kunyahannya, terkejut dengan ucapan Sadam "Simba, Simas, Marble?" lantas perempuan itu terkekeh.

"Berarti nanti kalau males makan, terus aku kasih kamu wet food, harus mau ya!"

"Nah ini lebih ngaco!"

Keduanya tergelak sesaat sebelum kembali fokus menikmati hidangan di depan mereka. "Maaf ya, makanan nya sederhana banget.. aku belum bisa masak makanan yang bumbunya heboh.." Sherina mendorong piringnya yang sudah kosong di depannya.

"Mmm.. enggak loh, ini enak banget Sher! Apalagi makannya bareng kamu.. jadi makin enak rasanya!"

"Apa sih Dam?!" Sherina beranjak membawa piring kotor nya untuk langsung ia cuci. Sadam tertawa lalu melakukan hal yang sama. Berdiri di samping Sherina, mengantri untuk juga mencuci piring miliknya. "Sini aku aja yang cuci sekalian.."

"Gak usah, aku aja.. aku bisa kok sekalian cuci tangan.."

"Awas kalau pecah yaa.." Sherina kemudian membilas piring dan tangannya, menyingkirkan busa sabun disana ketika Sadam kini beralih berdiri di belakangnya.

"Biar piringnya gak pecah coba tolong di perhatiin cara aku cuci piring." ucapnya membuat Sherina justru mematung dengan detak jantung yang seolah bisa melompat dari tempatnya. Keduanya bertahan dalam posisi itu tak lama, ketika Sadam selesai membilas piringnya, saat itu juga Sherina terbebas.

Sherina meraih dua cangkir dari deretan rak piringnya "Mau minum teh gak?"

"Boleh, kayaknya enak hujan-hujan gini minum teh hangat.." Sadam kembali duduk di kursi meja makan. Baru sempat ia memperhatikan seisi rumah Sherina. Terlihat rapi dan nyaman setiap sudutnya. SinArt, tulisan yang menggantung di salah satu pintu itu membuat Sadam penasaran. "Itu, ruangan tempat kamu melukis ya?" Tanya Sadam saat Sherina meletakan secangkir teh panas di depannya.

Sherina yang masih berdiri di sebelah Sadam itu menganggukkan kepala, ikut menatap ke arah pintu itu. "Tepatnya, tempat aku menuangkan semua emosiku.." Sadam menoleh ke arah sampingnya, sedikit mendongak menatap Sherina dengan sorot mata yang terlihat lain.

Hasrat JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang