16

303 37 17
                                    

Yey!! Kita sudah 5k readers. Terima kasih semuanya. Walau ceritanya agak bertele-tele, bersabarlah :p

[****]

"Izin melapor, Kapten!" Bhumi menghampiri Dewa dan Rio, keduanya sedang bersantai di bawah pohon Mangga Arumanis di depan mess. Beberapa menit yang lalu mereka baru saja melakukan apel sore sebagai kegiatan rutin prajurit.

"Iya. Ada apa?" tanya Rio sambil menarik rokoknya kuat-kuatnya yang kemudian mengepulkan asap tebal.

"Pak Haikal menunggu di depan." Lapor Bhumi yang membuat Rio segera membuang rokoknya. Di depan yang dimaksud adalah jalan utama masuk ke dalam mess para tentara lajang. Jalannya kecil, tentu tidak muat dimasuki kendaraan besar namun selain itu juga karena area tempat markas TNI lebih privasi. 

"Kenapa Mas Haikal tidak menghubungiku lebih dulu y?" gumamnya yang masih kebingungan sambil meraba saku kantung celana lorengnya namun tak dapat menemukan letak benda persegi empat yang dicarinya. 

"Ponselmu bukannya masih di cas, ya?" celetuk Dewa yang langsung menyadarkan Rio bahwa sejak tadi siang dia tak memegang ponselnya.

Lantas dia buru-buru berlari ke kawasan utama kodam dimana biasanya tamu parkir mobil. Kakak sepupu Rio itu datang bersama keluarganyz dari Jakarta. Ada Tante Sabila yang sudah Ia anggap seperti ibunya sendiri dan juga suaminya datang bersama Haikal.

"Kamu kemana saja sih, Nak? Kita akan fitting baju hari ini. Sepertinya kamu lupa." Kata wanita bernama Sabila itu pada ponakannya. Sekilas melihat, mereka memiliki ciri-ciri yang hampir sama. Warna mata terang yang menandakan bahwa mereka bercampur darah dari negeri barat, kulit pucat yang sama bersihnya walau telah terbakar matahari negeri tropis ini. 

Rio baru ingat kalau dia sudah membuat janji dengan kakak sepupunya itu untuk ikut fitting baju hari ini di salah satu butik yang telah mereka tunjuk, Haikal akan bertunangan dua hari lagi. Waktu kian cepat berlalu sejak mereka bertemu tempo hari. Sebagai rombongan keluarga besar dari pihak lelaki, mereka akan memakai baju senada. Ini adalah salah satu butik sanak saudara keluarga dari pihak mempelai wanita, berhubung mereka akan memakai baju seragaman, tak salah jika datang ke butik yang sama.

"Bunda sudah lama menunggu, ya? Maafkan Rio lupa membawa ponsel. Rio benar-benar lupa jika hari ini kita punya agenda." Sahutnya menjelaskan.

"Ya sudah. Ayo kita pergi sekarang. Nak Dewa dimana, Yo?"

"Bang Dewa?" Beo Rio saat tante nya menyebutkan nama rekan tersayang nya itu.

"Iya, ajak Dewa ikut juga dengan keluarga kita. Walau bagaimanapun dia yang selalu jagain kamu disini. Disana ada banyak wanita lajang, siapa tahu Dewa menemukan wanita yang mnarik perhatian nya disana." Kata Tante Sabila lalu terkikik kecil di ujung katanya. Haikal dan juga kedua pamannya itu setuju dengan ide Sabila. Tak pelak Rio, dia senang-senang saja jika Dewa ikut, apalagi misi mencari jodoh untuk lelaki berdarah Aceh itu. Lagi pula lebih banyak yang datang maka lebih baik saat lamaran nanti. Mengingat perwakilan dari keluarganya yang dapat berhadir hanya seuprit. 

"Oh bisa-bisa!!" Seru Rio penuh gairah, "Bang Dewa ada di mess. Kami baru siap apel sore ini Bunda." Kata Rio. "Kalau gitu, Rio dan Bang Dewa menyusul saja ya? Bunda dan Mas Haikal boleh pergi lebih dulu ke butik, nanti share-location saja untuk kami."

"Kita pergi bersama saja kenapa, Yo?"

"Kami mandi-mandi dulu lah." Dumel Rio pada Haikal. Dia tidak suka pergi dalam keadaan terburu-buru. Walau salahnya melupakan janji dengan Haikal, tetap saja pergi dengan keadaan tidak siap begini juga tidak enak. 

"Bau ketiak sama bau matahari nih." Keluhnya sambil mencium ketiaknya yang sudah bau apek dengan risih. Kilatan minyak pada dahi dan hidungnya semakin membuat tampilan lelaki bermata biru jelas kucel dan tidak segar.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang