22

259 34 11
                                    

"Bukannya Bu Pam harus lebih fokus pada Pak Matheo, ya?" tanya Sea setelah Pamela panjang lebar bercerita tentang keluh kesah hatinya yang berkaitan dengan Teuku Sadewa. Dia bercerita panjang dengan penuh emosi tentang Dewa. Seakan-akan dia anak gadis belia yang sedang mengalami patah hati dari cinta yang bertepuk sebelah tangan.

Sea menghisap rokoknya kuat-kuat, matanya memandangi Pamela yang gelisah dan penuh unek-unek yang berjalan di sisinya.

"Malas." jawab Pamela singkat.. Dia tidak menaruh minat sama sekali untuk membahas Matheo. Terserah apapun. Selama lelaki itu tidak muncul di depannya, Pamela enggan ambil pusing.

Sea menggeleng kecil.

Mendengar nama Matheo saja sudah menguras energi Pamela. Tentu semakin tidak sudi jika harus memikirkan lelaki itu segala, buang-buang tenaga saja.

Asap tebal dari rokok Sea membuat Pamela kesal. "Jangan merokok dulu, Sea. Aku sesak nih," keluhnya tak senang.

Sea menurut, membuang puntung rokoknya ke tong sampah kecil di jalan setapak yang mereka lalui. Mereka sedang berjalan pulang ke apartemen Pamela setelah menghabiskan waktu di kafe yang menjual kopi kekinian dekat tempat tinggal barunya. Hawa dingin malam di Bandung membuat perjalanan kaki mereka terasa segar dan menenangkan, sesuatu yang jarang mereka temui di Jakarta. Pamela sangat menikmati jalan-jalan singkat bersama Sea ini.

Akhir pekan tiba. Pamela yang baru pindah ke hunian baru mendapat tamu dari Jakarta: Sea dan atasannya, Galih. Meski kunjungan mereka untuk urusan pekerjaan, Sea, yang menyayangi Pamela seperti adiknya sendiri, meluangkan banyak waktu untuk menemani Pamela yang suka merajuk dan galak itu. Alih-alih menginap di hotel bersama atasannya, Sea memilih menginap di tempat Pamela. Maka dari itu mereka malam ini menghabiskan waktu bersama.

Apalagi untuk beberapa hari ke depan, Yumna tidak ada. Sekretaris setianya itu mendadak ingin cuti panjang. Ia mengutarakan niatnya saat mereka telah memasukkan semua koper ke unit yang baru.

"Bu Pam, saya mau klaim hadiah ulang tahun," kata Yumna saat mereka memindahkan barang-barang.

"Kamu mau minta apa?" tanya Pamela sambil menata botol air mineral ke lemari pendingin.

"Mau minta libur. Besok sampai Senin kalau boleh," kata Yumna dengan sedikit malu dan cengiran khasnya.

"Lho! Mau dipakai apa libur panjang itu?" tanya Pamela, kaget. Yumna mengajukan cuti lima hari kerja, yang jelas tidak baik untuk Pamela yang baru beradaptasi dengan Bandung dan apartemen barunya.

"Pulang kampung, Pam. Mas Adhiyaksa akan menikah," jawab Yumna. Ini acara penting bagi Yumna, dan Pamela tak bisa menolak permintaan ini sebagai hadiah ulang tahun Yumna. Setelah memastikan apartemen bosnya layak huni, Yumna pulang kampung, meninggalkan Pamela sendirian. Meski mereka menyewa unit yang berbeda, Yumna tetap memastikan Pamela aman dan tidak kelimpungan sendiri.

Pamela pandai dalam banyak hal kecuali pekerjaan rumah. Untungnya, Sea dan Galih datang ke Bandung esok harinya. Pamela senang dengan kehadiran mereka. Kehadiran orang-orang yang dia sayangi mengisi kekosongan harinya. Apalagi Sea bersedia menginap di tempatnya, menjadi teman selama beberapa hari.

Pamela tidak begitu menyukai manusia pada umumnya, tetapi untuk orang-orang seperti Yumna dan sahabat-sahabatnya, itu pengecualian. Dia mulai bergantung dengan orang-orang yang menyenangkan dan hangat itu.

"Mungkin Pak Dewa juga sudah menyerah mengejar Bu Pamela," kata Sea santai, membuat langkah Pamela terhenti dan tertinggal beberapa langkah dari Sea. Dia menatap punggung Sea dengan kebencian.

"Lagian Ibu Pamela kan memang tidak ingin didekati oleh Pak Dewa." celetuk Sea lagi, membuat Pamela semakin kesal hingga menghentakkan kakinya seperti anak kecil. Ia berjalan cepat meninggalkan Sea di belakang.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang