20

322 38 6
                                    

Rintik hujan semalam masih menyisakan genangan air di jalanan, berpadu dengan udara dingin yang menusuk hingga ke tulang. Bandung memang terkenal dengan suhunya yang lebih rendah dibandingkan kota lain, apalagi saat musim hujan seperti ini. Langit masih diselimuti awan berwarna abu-abu pekat, pertanda bahwa hujan mungkin akan turun kembali dalam waktu dekat.

Di balkoni restoran hotel, Pamela menyantap sarapannya dengan tenang seraya sesekali rapatkan cardigan tebalnya untuk melawan hawa dingin. Pamela suka dingin, tapi dingin di Bandung ini rasanya another level. Transisi dari kota berpolusi buruk seperti Jakarta ke kota yang lebih baik ini tetap harus beradaptasi. Terlebih suhunya. Suhu rata-rata Bandung dimulai dari 17 derajat, dibandingkan dengan Jakarta yang sumpek itu 26 derajat. Tentu perbedaan yang jauh.

Di sebelahnya, Nona sekretaris yang tak lain adalah Yumna duduk santai sambil menikmati sebatang rokok. Sejak remaja, Yumna sudah menjadi perokok aktif, Pamela tak ingin ikut campur dengan kebiasaan buruk sekretaris nya itu. Meskipun Pamela tidak merokok dan merasa risih dengan asap rokok di sekitarnya, dia tidak terlalu ambil pusing. Sejak pindah ke Bandung, mereka selalu sarapan bersama, apalagi di tengah-tengah sarapan ini Pamela membuat pertemuan singkat dengan bidang sumber daya manusia hotel yang terus mengganggu pikiran Pamela.

Yumna menekan ujung rokoknya yang masih menyala ke asbak dan membenarkan posisi duduknya. Seseorang yang mereka tunggu datang.

"Bu Pamela, Pak Rendi sudah sampai." Kata Sang Sekretaris pada Pamela saat lelaki berusia matang dengan tatanan rambut rapi, tak sehelai pun tampak berantakan, masuk dari celah pintu balkoni restoran hotel. Lelaki itu datang menyapa Yumna dan juga Pamela dengan ramah tak lupa dengan secarik senyuman.

Pamela tidak berhenti mengunyah salad dalam mulutnya dan hanya mengangguk kecil pada Rendi dengan tatapan datar. Agaknya menjadi kebiasaan Pamela, dia menelisik terang-terangan dan dalam orang baru dari ujung rambut hingga ujung kaki. Menilai sekilas dari tampilan luar lelaki yang memegang posisi sebagai manajer sumber daya hotelnya.

Jam menunjukkan pukul sembilan pagi saat Yumna memulai diskusinya dengan Rendi. Pamela hanya memperhatikan dan mendengarkan apa yang Yumna sampaikan.

Bos nya boleh Pamela, tapi yang akan mewakili pembicaraan selalu Yumna. Mulai dari menyerahkan laporan dan data-data pegawai yang belakangan resign dari hotel. Agaknya Rendi tidak menyangka bahwa pagi-pagi sekali dia dipanggil dan harus membahas ini. Pasalnya dengan atasan sebelumnya, Bu Ambar, tidak sama sekali mempermasalahkan karyawan yang sering resign.

"Dalam satu tahun terakhir bagian front liner terus berganti. Ini tidak bagus untuk citra hotel kita, Pak Rendi. Cooking staff juga, kita juga sudah ganti satpam dua kali dalam setahun ini. Belum lagi bagian lain ya." Kata Yumna pada Rendi.

Pamela hanya mendengarkan saja sambil melanjutkan sarapan yang belum usai. Dia memperhatikan gerak-gerik Rendi yang tadinya datang dengan wajah manis kini berubah pias, pucat tak bersemangat.

"Sayang sekali kita harus kehilangan staff seperti Mbak Putri ini," Kata Yumna sambil menunjuk sebuah CV dari mantan staff resepsionis mereka.

Putri ini merupakan salah staff yang memiliki kemampuan bahasa paling bagus di bagian resepsionis, dia juga pernah magang di salah satu hotel terkemuka di Jepang. Wajahnya enak dilihat dan juga memiliki kepribadian yang bagus. Namun, belum genap tiga bulan bekerja, gadis muda itu mengundurkan diri dengan alasan yang terdengar sangat dibuat-buat. Tidak cocok dengan budaya perusahaan ini katanya. Dan setelah Yumna selidiki lebih dalam, sekarang Putri itu bekerja di sebuah bar kecil sebagai pelayan. Tentu membuat berang Pamela setelah mendengarnya. Rasa-rasanya Luv The Hotel ini lebih buruk daripada bar kecil itu.

Adapun staff terapis spa yang belakangan ini resign karena ingin pulang kampung juga tak lebih baik dari Putri. Dia bekerja menjadi kasir di sebuah rumah makan Sunda yang berada sepuluh kilo dari hotel. Bahkan dia berbohong, nyatanya tidak pulang kampung, malah masih berkeliaran di Kota Bandung.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang