34

272 32 3
                                    

PLEASE JANGAN JADI SILENT READER 

MINIMAL VOTE YA!

[^^.^^]

"Mirip sekali dengan kamu, Pamela." kata Martha, ibu Savanna, saat Pamela mengajak dua bocah kembar itu ke rumah sahabatnya, penasehat sekaligus yang akan memberi solusi untuk segala masalah hidup Pamela. Lebih tepatnya, Savanna lebih bijak dan waras dibanding dirinya sendiri.

Mereka sudah tahu semua ceritanya dari Pamela semalam. Dia mengabari grup bahwa ayahnya memiliki dua anak lain dari seorang wanita. Tak jauh dari berbeda, mereka semua ikut terkejut.

Canggung pasti. Tapi lebih canggung lagi jika Pamela dan dua anak kembar itu terperangkap dalam satu apartemen. Yumna yang biasa menemani Pamela sudah ditugaskan untuk menggantikan posisinya untuk menghadiri grand opening restoran baru Luv The Resort ke Lombok hari ini.

"Pam masih tidak percaya kalau mereka anak Papa." katanya sambil menatap dalam dua remaja itu yang berada di ruang tengah.

Isaac bermain game PS dengan Pras, adik bontot Savanna. Pras sedang cuti pendidikan, dia mengambil jalur karir yang sama dengan Dewa, kemiliteran. Beruntung, dia ada di sini. Perbedaan umur mereka tidak terlalu jauh menjadikan mereka lebih mudah bergaul. Sementara itu, Pascal yang ternyata seorang pecinta kucing—sedang sibuk memotret dan menimang-nimang Neko, kucing gembul kesayangan Mikola.

Rumah Savanna sangat hidup. Anggota keluarganya ramai, apalagi seperti sekarang sedang berkumpul. Rumah yang membuat Pamela ingin berlama-lama disana.

"Kamu tidak serius kan memutuskan hubungan mu dengan Pak Djoko?"

"Serius, Bunda. Aku tidak main-main."

"Memutuskan sesuatu dalam keadaan emosi hanya akan membuatmu menyesalinya nanti, Pamela." nasehat Martha bijak sambil menyerut wortel untuk membuat bihun goreng, salah satu menu makan siang mereka hari ini.

"Si Tua Bangka itu hanya bisa membuatku naik pitam."

"Lantas, itu tidak menyelesaikan masalah jika kamu pergi, Pam," sambung Martha lagi dengan tenang, "Savanna, kamu tolong aduk rendang Bunda dong, itu hangus lagi nanti," titahnya pada Savanna yang membersihkan kulit bawang.

Savanna segera meletakkan bawang yang sedang dikupasnya dan bergegas menuju panci rendang yang mendidih. Asapnya mengepul tebal, dan ia tahu, rendang itu butuh diaduk agar tidak lengket di dasar panci atau bahkan hangus. Dengan sigap, ia mulai mengaduk, memastikan bumbu meresap sempurna ke dalam daging.

"Biar aku yang lanjutkan," Pamela mengambil alih pekerjaan Savanna, membersihkan kulit bawang yang nanti akan diolah menjadi bumbu masak siang ini.

"Lihat itu bawang merah, kita kadang perlu mengupas banyak lapisan untuk sampai ke inti. Setiap lapisan bisa membuatmu menangis, tapi di dalamnya ada inti yang manis."

"Pam sudah memprediksi ini dari dulu lagi, suatu saat, Papa pasti akan membawa anak haram ke dalam keluarga kami. Tidak mungkin Tuhan tidak menghukum Si Tua Bangkotan Cabul itu." cetus Pamela.

"Tapi itu tidak membuat Pam siap sama sekali. Karena, anak-anak haram itu nanti hanya akan menjadi bahan olokan, sampai kapanpun mereka tidak akan diakui. Keluarga Adidaya tidak akan mengakui mereka sebagai bagian dari kami, tidak akan pernah."

"Kalau mereka punya kakak yang hebat seperti kamu, Pam, tidak ada yang perlu mereka takutkan lagi. Beberapa tahun lagi mereka akan mandiri dan mencari jalan hidupnya sendiri."

"Kamu tidak akan membiarkan mereka terlantar, tersakiti bahkan menjadi bahan olokan kan, Pam?" kini Savanna yang bertanya lantas Pamela tidak menjawab.

Dia menatap dari jauh dua anak kembali yang baru semalam ditemuinya. Dua orang yang tiba-tiba muncul sebagai saudara sedarah. Itu aneh tapi begitulah kejadiannya. Siratan lelah dan sedih masih ada di wajah mereka yang masih anak-anak itu, tapi setidaknya kini mereka bisa lebih leluasa mengekspresikan emosinya.

Never Really OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang